LEARNING JOURNAL ANTIKORUPSI
LEARNING JOURNAL ANTIKORUPSI
Program Pelatihan : Pelatihan Dasar CPNS
Angkatan :
Mata Pelatihan : Anti Korupsi
Widyaiswara :
Nama Peserta : Hadi Kurniawan
Nomor Presensi :
Lembaga Penyelenggara Pelatihan : Pusdiklat Pegawai Kemendikbud
A. Pokok
Pikiran
Corruptio atau
Corruptus berasal dari bahasa latin yang berarti
kerusakan, kebobrokan, dan kebusukan, perbuatan yang tidak baik, curang,
dapat disuap dan tidak bermoral. Secara harfiah korupsi berarti
kebusukan, keburukan, kebejatan, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan
dari kesucian, kata-kata/ucapan menghina dan memfitnah. Menurut Kamus Umum
Bahasa Indonesia korupsi adalah
perbuatan
buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dlsb. Sementara menurut
Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris bahwa korupsi adalah kejahatan,
kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, ketidakjujuran. Jadi, dari
berbagai definisi korupsi adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dapat merugikan
sehingga perlu dilakukan pencegahan dan harus ditindak secara tegas. Menurut UU
no. 31 tahun 1999 yang diperbaharui menjadi UU no. 20 tahun 2001
tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 2 ayat (1), korupsi adalah
perbuatan untuk memperkaya diri sendiri atau korporasi yang dapat merugikan
keuangan atau perekonomian negara. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah kegiatan yang secara melawan
hukum merugikan negara untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi sehingga dapat dikatakan perbuatan tindak pidana. Sedangkan tindak
pidana adalah suatu perbuatan yang diancam dengan pidana
oleh undang-undangm bertentangan dengan hukum, dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang
yang mampu bertanggung-jawab.
Fenomena-fenomena
rusaknya sistem karena ulah manusia itu sendiri. Fenomena yang mengandung kerusakan
selalu ada kaitannya dengan korupsi. Korupsi menyebabkan
dampak kerusakan baik dalam ruang
lingkup pribadi, keluarga, masyarakat, dan kehidupan yang lebih luas, bahkan
berlangsung dalam
kurun waktu yang
panjang.
Fenomena
dampak korupsi sampai pada kerusakan kehidupan dan dikaitkan dengan tanggungjawab
manusia sebagai yang diberi amanah untuk mengelolanya dapat menjadi sarana
untuk memicu kesadaran diri para PNS untuk anti korupsi. Semboyankanlah
bahwa korupsi adalah kejahatan dan korupsi dapat terjadi manakala
bertemunya unsur-unsur: (1) Niat untuk melakukan (desire to act);
(2) Kemampuan untuk melakukan (ability to act); (3) Peluang /
kesempatan (opportunity); dan (4) Target yang cocok (suitable
target). Sedangkan 3 tingkatan korupsi adalah: (1) Betrayal of trust
(pengkhianatan
kepercayaan);
(2) Abuse of power (penyalahgunaan
kekuasaan);
dan (3) Material
Benefit
(mendapatkan
keuntungan material yang bukan haknya
melalui kekuasaan). Ada 7 jenis korupsi menurut Syed Husein Alatas,
yakni: (1) Transaktif (kesepakatan ke-2 belah pihak);
(2) Ekstroaktif (adanya suatu tekanan (koersi)
guna mencegah kerugian
yang mengancam diri, kepentingan; (3) Investif (melibatkan suatu
penawaran barang/jasa tanpa adanya pertalian langsung dengan keuntungan bagi
pemberi; (4) Nepotistik (perlakukan khusus pada
teman);
(5) Autogenik (kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari pengetahuan dan pemahamannya atas sesuatu yang hanya diketahui dia
sendiri); (6) Suportif (penciptaan suasana yang
kondusif untuk melindungi atau mempertahankan keberadaan tindak korupsi);
dan (7) Defensif (terpaksa dilakukan dalam rangka mempertahankan
diri dari pemerasan).
Terdapat 30 delik
tindak pidana korupsi menurut UU no. 31/1999 jo no. 20/2001
yang kemudian
dikelompokkan menjadi 7 antara lain: (1) Kerugian Keuangan Negara; (2) Suap-Menyuap; (3) Pemerasan; (4) Perbuatan Curang; (5) Penggelapan dalam
Jabatan; (6) Benturan Kepentingan dalam Pengadaan; dan
(7) Grafitikasi. Kita
harus memiliki niat, semangat dan komitmen melakukan pemberantasan
dan membasmi korupsi
dengan
mengenali korupsi dan dampaknya. Kesadaran anti korupsi memuncak pada spiritual
accountability (sadar nilai-nilai ketuhanan dan memahami hakikat
kehidupannya – primordial covenant); tuhan yang menciptakan kehidupan,
memberikan amanah pada manusia, dan akan meminta
pertanggungjawaban kelak. Kesadaran diri anti
korupsi yang dibangun melalui pendekatan spritual, dengan selalu ingat akan
tujuan keberadaannya sebagai manusia di muka bumi, dan selalu ingat bahwa seluruh
ruang dan waktu kehidupannya harus dipertanggungjawabkan, dapat menjadi benteng
kuat untuk anti korupsi.
Tanggung jawab spritual (Spiritual
Accountability) yang baik pasti akan menghasilkan niat yang baik
dan mendorong untuk memiliki visi dan misi yang baik, sehingga selalu
memiliki semangat untuk melakukan proses atau usaha terbaik dan
mendapatkan hasil terbaik. Hubungan konsekuensi
tersebut idealnya dapat menjamin bahwa pemilik spritual accountability
yang baik akan mendorong public accountability yang baik pula
agar dapat dipertanggungjawabkan
juga secara publik. Tentunya orang
tersebut tidak
akan bergerak dan mempunyai niat sedikitpun untuk membuat kerusakan di muka
termasuk didalamnya adalah melakukan korupsi, sebaliknya justru akan mempunyai
niat yang sangat kuat untuk menghindari korupsi.
Kualitas
Spiritual accountability yang baik secara
otomatis membuat
manusia berhati-hati atas perbuatannya
kepada manusia dan alam (menjadi manusia yang amanah, berempati dan
santun) dan dengan sendirinya mendorong manusia berusaha sebaik mungkin
dalam bekerja, bersabar,
dan mensyukuri nikmat Tuhan dan mewujudkannya dalam setiap langkah dan laku.
Kesadaran Anti Korupsi
yang telah mencapai
puncak tertinggi akan menyentuh spritual accountability,
apalagi ketika menyadari
bahwa dampak korupsi itu tidak sekedar kerugian keuangan negara namun
ada kaitanya dengan kerusakan kehidupan. Sebagai bagian dari warga
Negara Indonesia dengan keyakinan akan Ketuhan Yang Maha Esa, maka kehidupan
akan disadari sebagai 3 episode utama, yaitu:
(1) sebelum kehidupan dunia;
(2) kehidupan dunia sendiri, dan;
(3) kehidupan paska dunia.
Penyimpangan secara sosial terjadi ketika manusia menyimpang atau lupa pada
perjanjian mereka dengan Tuhannya, pada saat di dalam ruh sebelum
kehidupan di dunia (Primodial Covenant). Mereka
yang memiliki spritual accountability akan selalu ingat pada perjanjian
dengan Tuhannya tersebut, yang pada dasarnya: (1) merupakan tujuan
hidup, dan; (2) kesadaran bahwa hidup
mereka harus dipertanggungjawabkan. Tuhan yang menciptakan kehidupan,
memberikan amanah pada manusia dan meminta pertanggungjawaban sebaliknya
manusia yang diciptakan harus amanah mengatur bumi dan segala isinya serta
memberikan pertanggungjawaban. Niat anti korupsi
semakin kuat bagi mereka yang ingat pada Tuhannya,
ia tidak ingin urusan dunia merusak perjanjian dengan Tuhannya dan akan menjadi
beban bagi kehidupan setelah dunia.
Tunas Integritas yaitu pribadi-pribadi yang memiliki komitmen integritas yang
tinggi, dan bersedia untuk membangun sistem integritas organisasi.
Konsep Tunas
Integritas memastikan tersedianya manusia yang senantiasa melakukan upaya
peningkatan integritas diri dan lingkungannya dengan
membangun sistem yang kondusif; mampu
menyelaraskan rohani dan jasmani; selaras dalam
semua elemen (jiwa, pikiran, perasaan, ucapan, dan tindakan); sesuai
nurani (kebaikan universal); terbentuk perilaku integritas yang selaras dengan berbagai situasi dna lingkungan (sistem dan budaya). Peran Tunas
Integritas adalah: (1) menjadi jembatan masa
depan kesuksesan organisasi; (2) berpartisipasi aktif
membangun sistem integritas; peluang korupsi ditutup; (3) mempengaruhi orang
lain untuk berintegritas tinggi. Tunas integritas diharapkan memiliki kemampuan re-framing
kultur/budaya yaitu mengembalikan budaya dengan cara memutuskan generasi
yang tidak sesuai untuk dikembalikan seperti semula atau menjadi lebih baik.
Utilisasi fenomena perilaku otomatis dimulai dari perubahan diri, keluarga,
organisasi dan bangsa dengan menciptakan peradaban yang lebih baik.
Tingkatan Komitmen: (1) Berontak; (2) Menggerutu di belakang; (3) Ikut
dengan terpaksa; (4) Ceria berkontribusi; (5) Komitmen sepenuh hati; dan (6) Bahagia
berkarya. Level komitmen yang semakin tinggi akan memudahkan untuk mendapatkan impian
Indonesia yang bebas dari korupsi (Indonesia dengan budaya
integritas yang tinggi). Kemudahan tersebut diperoleh karena sebelumnya
telah mendapatkan hakikat atau makna dari upaya pemberantasan korupsi.
Impian tersebut merupakan terminal antara dari perjalanan untuk mencapai
tujuan nasional. Dengan korupsi yang dapat dikendalikan, sebagai sebuah
hasil dari tercapainya integritas nasional, dan wujud sinergi dari
berbagai organisasi dan pilar yang telah berintegritas, yang dibangun oleh
orang-orang yang berintegritas, dalam kontek ini disebut tunas integritas.
Nilai Dasar Anti Korupsi
yang harus diinternalisasi, diimplementasikdan dan diaktualisasikan: (1) Jujur (2) Peduli
(3) Mandiri (4) Disiplin (5) Tanggung Jawab (6) Kerja
Keras (7) Sederhana (8) Berani (9) Adil. Tiga proses sosial yang berperan dalam proses
perubahan sikap dan perilaku: (1) Kesediaan (compliance); (2)
identifikasi (identification);
dan (3) internalisasi (internalization)
integritas sebagai suatu proses sosial yang ditujukan untuk
mengatasi korupsi. Ada 7 semangat dasar yang diharapkan dapat
ditumbuhkan kembali di bumi pertiwi antara lain:
(1) Ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa; (2) Keikhlasan dan
Ketulusan; (3) Pengabdian dan Tanggung
Jawab; (4)
Menghasilkan yang
terbaik; (5) Kekeluargaan;
(6) Keadilan dan Kemanusiaan,
dan;
(7) Perjuangan.
Saat ini,
niat Anti Korupsi
dan berusaha membangun
integritas diri, keluarga, organisasi
masyarakat dan bangsa
semakin menguat dan
berubah menjadi energi yang
selalu
menyemangati dan membuat
komitmen untuk bergerak
memberantas korupsi.
Semoga kita
dapat
memastikan adanya kesadaran
anti korupsi hingga muncul niat memberantas atau anti korupsi,
baru kemudian mempelajari secara detail tentang delik dan modus korupsi. Pada akhirnya semuga kita dapat membentuk perilaku yang
amanah dan jujur serta berperan dalam pencegahan korupsi dilingkungannya.
Profil Tokoh
Jaksa Agung R. Soeprapto
adalah seorang
jaksa/hakim karier. Sejak 31 Mei 1917 menjadi
staf Ketua Pengadilan Negeri Tulungagung dengan gaji 100 gulden per bulan,
setelah ia bertugas di
Surabaya, Semarang, Demak, Purworejo, Bandung, Banyuwangi, Singaraja, Denpasar,
Mataram (Lombok), Cirebon dan Salatiga. Ketika Jepang datang Maret 1942,
Soeprapto menjabat Kepala Pengadilan Pekalongan hingga masa clash pertama tahun
1947. Karena memilih sikap non-kooperatif, ia mengungsi ke wilayah Republik di
Yogyakarta. Sebelum dilantik sebagai Jaksa Agung, 28 Desember 1950, ia menjadi
hakim anggota Mahkamah Agung. Soeprapto wafat 2 Desember 1964 dan dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Beliau
cukup berani untuk menjatuhkan hukuman kepada Menteri Luar Negeri
Roeslan Abdul Gani karena dianggap telah menerima uang dari China senilai Rp
1,5 juta untuk mencetak kertas pemilu. Kasus itu begitu ramai hingga membuat
istri Abdul Gani menelepon Nasution agar bisa menggunakan pengaruhnya sampai
Soekarno. Soekarno datang kepada Jaksa Soeprato, namun akhirnya presiden
pertama Indonesia itu menyerahkan keputusan yang terbaik kepada Soeprapto.
Tanpa basa-basi, Suprapto memutuskan untuk menjatuhkan hukuman kepada Abdul
Gani, karena jelas apa yang dilakukan olehnya adalah tindakan korupsi. Dalam
lingkungan keluarga pun, Jaksa Agung Soeprapto cukup tegas untuk memberikan
pendidikan karakter bagi anaknya. Dia pernah meminta anaknya untuk mengembalikan
sogokan berupa cincin bermata giok dari China yang diberikan kepada
keluarganya. Jaksa yang menjabat pada
tahun 1951 – 1959 ini memberi tahu dan menjelaskan bahwa tindakan yang
dilakukan anaknya adalah salah secara hukum.
B.
Penerapan
Penerapan konsep anti korupsi pada Perguruan Tinggi sebagai
lembaga pendidikan pencetak calon-calon pempimpin masa depan memiliki tanggung
jawab moral untuk memberikan pendidikan karakter terutama mengenai anti
korupsi bagi mahasiswanya. Penerapan budaya anti korupsi pada perguruan tinggi
dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab civitas akademik dalam melaksanakan
tridharma perguruan tinggi. Budaya anti korupsi dapat ditumbuhkan dan
diterapkan dalam beberapa kegiatan berikut ini:
1. Pendidikan dan Pengajaran, Dosen memiliki tugas dan tanggung jawab untuk
mewujudkan dan menumbuhkan budaya anti korupsi. Dapat terlihat dari keteladanan
para dosen untuk bersikap jujur, peduli, mandiri, displin,
tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil kepada mahasiswa.
Dosen dapat memberi contoh cara berpakaian yang baik dan berpenampilan sederhana.
Selain itu disiplin dan konsisten dalam hal pemenuhan jam
kehadiran dalam perkuliahan, menghilangkan budaya diberi bingkisan atau hadiah
oleh mahasiswa karena hal tersebut merupakan cikal bakal sikap korupsi, kolusi,
dan nepotisme. Dosen harus berani menolak pemberian hadiah agar nilai
ujian atau tugas akhir dapat dimanipulasi. Sebagai dosen kita harus berikap
merasa cukup dengan rezeki yang diberikan Allah, baik itu gaji dan honor yang
diterima. Dosen juga harus menjunjung tinggi integritas ilmiah dengan tegas dan
adil dalam memberi hukuman ketika ada mahasiswa yang melakukan pelanggaran
tata tertib seperti mencontek saat ujian atau melakukan plagiat dalam mengerjakan
tugas maupun skripsi. Dan sebaliknya memberikan penghargaan kepada mahasiswa
yang berprestasi dan jujur untuk memicu mahasiswa untuk berlomba dalam
meningkatkan prestasi dan kejujuran. Dosen juga harus peduli terhadap
perkembangan akademik dan permasalahan yang dihadapi mahasiswa yang dapat
mengganggu aktivitas belajar dan prestasi mahasiswa. Secara keseluruhan
dosen melaksanakan tri dharma dengan penuh tanggung jawab.
2. Penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, pada proses pengajuan usulan kenaikan jabatan
fungsional dosen, mengharuskan adanya beberapa bukti penelitian baik itu dari
jurnal, prosiding, maupun artikel yang dimuat pada media massa. Sikap anti
korupsi perlu senantiasa ditegakkan dalam proses tersebut. Tidak sedikit dosen
yang mencuri karya tulis teman sejawatnya, memanfaatkan data dan hasil analisis
mahasiswa bimbingannya untuk diakui sebagai karyanya sendiri. Sebagai dosen
kegiatan tersebut tidak patut dilakukan demi menjunjung etika dan moral dalam
pelaksanaan Pendidikan. Sedangkan pada bidang pengabdian pada masyarakat dosen
dengan dukungan perguruan tinggi harus senantiasa melakukan pembekalan kepada
mahasiswa, dan masyarakat dengan rutin melaksanakan kegiatan sosialisasi,
seminar, atau kuliah umum mengenai dampak yang ditimbulkan dari korupsi bagi
bangsa dan negara.
No comments for " LEARNING JOURNAL ANTIKORUPSI"
Post a Comment