Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek: Aspek Manajerial Apotek (Non-klinik) dan Aspek Profesional (Pelayanan Farmasi Klinik)
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek:
Aspek Manajerial Apotek (Non-klinik) dan
Aspek Profesional (Pelayanan Farmasi Klinik)
-Hadi
Kurniawan-
Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009
tentang Kesehatan pasal 108 menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian Obat, pelayanan
Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat serta pengembangan Obat,
bahan Obat dan Obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan
kewenangan pada peraturan
perundang-undangan, Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula
hanya berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan
bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran Obat, pengelolaan Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan
informasi Obat, serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional.
Pekerjaan kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku agar dapat melaksanakan interaksi
langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi Obat dan konseling kepada pasien yang
membutuhkan.
Apotek
adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
Apoteker. Selain itu, apotek merupakan tempat dilakukannya pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan
farmasi, perbekalan kesehatan
lainnya kepada masyarakat. Apoteker
adalah sarana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia. Sediaan farmasi adalah obat,
bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan
yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Alat Kesehatan
adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat
yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) adalah alat kesehatan yang ditujukan
untuk penggunaan sekali pakai (single use)
yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perlengkapan apotek adalah semua
peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi
apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu/kualitas kehidupan pasien. Medication
record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
Informasi
lebih lanjut dapat disimak di PMK No. 73
tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek dan peraturan-peraturan lain yang terkait. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah
tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pengaturan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek bertujuan
untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan
Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi
tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Penyelenggaraan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian (baik berupa sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana) yang berorientasi
kepada keselamatan pasien. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di
Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
Secara umum apotek mempunyai
dua fungsi, yaitu memberikan layanan kesehatan, sekaligus
tempat usaha yang menerapkan prinsip
laba. Sisi pengabdian profesi dalam memberikan pelayanan dan aspek bisnis
adalah dual fungsi apotek yang tak dapat dipisahkan dan saling mendukung serta
dijalankan secara beriringan tanpa meninggalkan salah satunya. Pengelolaan manajemen apotek yang baik
diperlukan agar bisa menjalankan bisnis apotek sebab persaingan untuk
mendapatkan konsumen semakin kompetitif dan sebaran sarana apotek semakin
menjamur. Selain memiliki fungsi bisnis
dan ekonomi yang mengharuskan suatu apotek memperoleh laba untuk
meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga kelangsungan usahanya, maka apotek juga
memiliki fungsi sosial sebagai
tempat pengabdian pengabdian dan pengembangan jasa pelayanan pendistribusian
dan informasi obat dan perbekalan farmasi. Oleh karenanya apoteker memiliki
peran penting sebagai salah satu tenaga kesehatan professional dalam mengelola
apotek tidak hanya dari sisi teknis pekerjaan
kefarmasian tetapi juga sisi manejemen
atau pengelolaan.
Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek meliputi standar:
a. Pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. Pelayanan
farmasi klinik.
Mari kita bahas, satu per satu, tetap
semangat…
Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek pertama:
1. Pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi:
a. Perencanaan;
Dalam
membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan
kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan;
Untuk
menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus
melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penerimaan;
Penerimaan merupakan kegiatan untuk
menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga
yang terteradalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan;
1) Obat/bahan
Obat harus disimpan dalam wadah asli
dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada
wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis
informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal
kadaluwarsa.
2) Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
4) Sistem penyimpanan dilakukan dengan
memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
5) Pengeluaran
Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First
In First Out).
e. Pemusnahan
dan Penarikan;
1) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir 1.
2) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan
cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan
Formulir 2 dan selanjutnya
dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
3) Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Penarikan
sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall)
atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala
BPOM.
5) Penarikan
Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang
izin edarnya dicabut oleh Menteri.
f. Pengendalian; dan
Pengendalian
dilakukan untuk mempertahankan jenis dan
jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan
atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan,
kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.
Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara
manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan,
jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan
dilakukan pada setiap proses pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan)
dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Sementara Pelaporan terdiri dari pelaporan
internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi
keuangan, barang dan laporan lainnya. Sedangkan Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika,
psikotropika dan pelaporan lainnya. Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan
akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
Demikian
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pertama mengenai Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi 7P sebagaimana dijelaskan di
atas.
Mari
kita lanjutkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian kedua, yaitu:
2. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan
farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pelayanan Farmasi Klinik meliputi:
a.
Pengkajian
dan Pelayanan Resep;
Kegiatan
pengkajian Resep meliputi administrasi,
kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
Kajian administratif
meliputi:
1. nama
pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2. nama
dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan
3. tanggal
penulisan Resep.
Kajian kesesuaian farmasetik
meliputi:
1. bentuk
dan kekuatan sediaan;
2. stabilitas;
dan
3. kompatibilitas
(ketercampuran Obat).
Pertimbangan klinis
meliputi:
1. ketepatan
indikasi dan dosis Obat;
2. aturan,
cara dan lama penggunaan Obat;
3. duplikasi
dan/atau polifarmasi;
4. reaksi
Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain);
5. kontra
indikasi; dan
6. interaksi.
Jika
ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis
Resep. Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan
Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap
alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan
terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication
error). Petunjuk teknis mengenai pengkajian dan pelayanan Resep akan diatur
lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
b.
Dispensing;
Dispensing
terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah
melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
1) Menyiapkan Obat sesuai dengan
permintaan Resep:
a.
menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;
b.
mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanandengan memperhatikan nama
Obat, tanggal kadaluwarsa dankeadaan fisik Obat.
2) Melakukan
peracikan Obat bila diperlukan.
3) Memberikan
etiket sekurang-kurangnya meliputi:
a.
warna putih untuk Obat dalam/oral;
b.
warna biru untuk Obat luar dan suntik;
c.
menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
4) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk
Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang
salah.
Setelah
penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:
1) Sebelum Obat diserahkan kepada pasien
harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai
penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian
antara penulisan etiket dengan Resep);
2) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
3) Memeriksa
ulang identitas dan alamat pasien;
4) Menyerahkan
Obat yang disertai pemberian
informasi Obat.
5) Memberikan
informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara
lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek
samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain;
6) Penyerahan
Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan
cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya
tidak stabil;
7) Memastikan
bahwa yang menerima Obat adalah pasien
atau keluarganya;
8) Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep
asli dan diparaf oleh Apoteker
(apabila diperlukan);
9) Menyimpan
Resep pada tempatnya;
10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir 5.
Apoteker
di Apotek juga dapat melayani Obat non
Resep atau pelayanan swamedikasi.
Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan (minor illness) dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
c.
Pelayanan
Informasi Obat (PIO);
Pelayanan Informasi Obat
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi
mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti
terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain,
pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas
dan herbal. Informasi meliputi
dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian,
farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,
ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di
Apotek meliputi:
1) Menjawab
pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
2) Membuat dan menyebarkan
buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan);
3) Memberikan
informasi dan edukasi kepada pasien;
4) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada
mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi;
5) Melakukan
penelitian penggunaan Obat;
6) Membuat atau menyampaikan makalah dalam
forum ilmiah;
7) Melakukan program jaminan mutu.
Pelayanan
Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu
penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan Formulir 6.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat:
1)
Topik Pertanyaan;
2) Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat
diberikan;
3) Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan,
tertulis, lewat telepon);
4) Data pasien (umur, jenis kelamin, berat
badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang
hamil/menyusui, data laboratorium);
5) Uraian pertanyaan;
6) Jawaban pertanyaan;
7) Referensi;
8) Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis,
pertelepon) dan data Apoteker yang memberikan
Pelayanan Informasi Obat;
d.
Konseling;
Konseling
merupakan proses interaktif antara
Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran
dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai
rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health
Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi
bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga
pasien yang perlu diberi konseling:
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal,
ibu hamil dan menyusui);
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS,
epilepsi);
3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tapering down/off);
4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin);
5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima
beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga
termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan
dengan satu jenis Obat;
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling:
1) Membuka
komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
2) Menilai pemahaman pasien tentang
penggunaan Obat melalui Three Prime
Questions, yaitu:
a.
Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
b.
Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang
hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut?
3) Menggali informasi lebih lanjut dengan
memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat;
4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk
menyelesaikan masalah penggunaan Obat;
5) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan
pemahaman pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta
tandatangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan
dalam konseling dengan menggunakan Formulir 7.
e.
Pelayanan
Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
Apoteker
sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian
yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di
rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi :
1) Penilaian/pencarian
(assessment) masalah yang berhubungan
dengan pengobatan;
2)
Identifikasi kepatuhan pasien;
3) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau
alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin;
4) Konsultasi
masalah Obat atau kesehatan secara umum;
5) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan
keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien;
6) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan
Kefarmasian di rumah dengan menggunakan Formulir 8.
f.
Pemantauan
Terapi Obat (PTO); dan
Merupakan
proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang
efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek
samping.
Kriteria pasien:
1) Anak-anak
dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui;
2) Menerima
Obat lebih dari 5 (lima) jenis;
3)
Adanya multidiagnosis;
4) Pasien
dengan gangguan fungsi ginjal atau hati;
5) Menerima
Obat dengan indeks terapi sempit;
6) Menerima
Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
Kegiatan:
1) Memilih
pasien yang memenuhi kriteria;
2) Mengambil data yang dibutuhkan yaitu
riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat
penggunaan Obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau
keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain;
3) Melakukan identifikasi masalah terkait
Obat. Masalah terkait Obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak
diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis
terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak
diinginkan atau terjadinya interaksi Obat;
4) Apoteker menentukan prioritas masalah
sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi
akan terjadi;
5) Memberikan rekomendasi atau rencana tindak
lanjut yang berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi
dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki;
6) Hasil identifikasi masalah terkait Obat
dan rekomendasi yang telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan
tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi;
7) Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan menggunakan Formulir 9.
g.
Monitoring
Efek Samping Obat (MESO).
Merupakan
kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan
terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan:
1) Mengidentifikasi
Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggimengalami efek samping Obat;
2) Mengisi
formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
3) Melaporkan
ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan menggunakan Formulir 10.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1) Kerjasama
dengan tim kesehatan lain;
2) Ketersediaan
formulir Monitoring Efek Samping Obat.
Berdasarkan
Standar Pelayanan Kefarmasian bahwa Pelayanan
Kefarmasian terdiri atas 2 aspek pelayanan yaitu aspek professional (Pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non-klinik).
1.
Aspek Manajerial (Non Klinik) meliputi:
a.
Pengelolaan
Sumber Daya Manusia (SDM);
b.
Pengelolaan
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan;
Apotek merupakan sarana
kesehatan yang berkewajiban mendistribusikan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan yang diperlukan oleh masyarakat. Pengelolaan meliputi perencanaan pengadaan, pemesanan,
penyimpanan/pergudangan, penjualan, kontrol inventori dan pengelolaan obat
rusak/kadaluarsa.
c.
Administrasi/Pendokumentasian
Administrasi diperlukan
untuk menampung seluruh kegiatan di apotek dan mencatat transaksi-transaksi
yang dilakukan, meliputi pembukuan,
pengarsipan dan pelaporan (keuangan);
Administrasi:
buku
pembelian barang, buku penerimaan barang, kartu stok/penyimpanan barang (Sistem
FIFO, FEFO, dsb) dan pelaporan.
Pengarsipan
dan Dokumentasi (misalnya, resep, pencatatan PMR (Patient Medication Record),
laporan-laporan, dll.
Pelaporan,
penyimpanan dan pemusnahan obat narkotika dan psikotropika.
d.
Kegiatan
organisasi, dll.
e.
Aspek
bisnis: pemodalan, studi kelayakan, strategi pengembangan,
analisis keuangan dan perpajakan.
2.
Aspek
Profesional (Farmasi Klinik) yang terdiri dari kegiatan:
Aspek
pekerjaan kefarmasian:
a.
Pelayanan
resep
1) Penerimaan resep, skrining:
administrasi, farmasetik dan klinis, mengentri dalam komputer untuk mengetahui
apakah obat dalam resep tersedia, perhitungan dosis, memberikan harga dan
menginformasikan kepada pelanggan.
2)
Peracikan, penyiapan obat dan etiket/aturan pakai:
(a) Penyiapan obat
berdasarkan resep dokter,
(b) Penyiapan Obat Tanpa
Resep serta perbekalan kesehatan lainnya,
b.
Asuhan
Kefarmasian (Pharmaceutical Care):
1)
Penyerahan,
2)
Komunikasi dan Konseling (Komunikasi, Informasi dan Edukasi/KIE):
(a) Pelayanan Informasi Obat
(PIO);
(b) Konseling;
3)
Pelayanan
residensial (home care);
c.
Evaluasi
Penggunaan Obat (EPO);
d.
Promosi
dan Edukasi;
e.
Pemantauan
dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO);
f.
Monitoring
penggunaan obat (PMR/Patient Medication
Record);
g.
Dll.
Sumber Daya Kefarmasian
Penyelenggaraan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian (baik berupa sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana) yang berorientasi
kepada keselamatan pasien.
A.
Sumber
Daya Manusia
Pelayanan
Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker,
dapat dibantu oleh Apoteker pendamping
dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian
yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
Dalam
melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria:
1. Persyaratan administrasi.
a)
Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi;
b)
Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA);
c)
Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku;
d)
Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA);
2. Menggunakan atribut praktik antara
lain baju praktik, tanda pengenal.
3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing ProfessionalDevelopment (CPD)
dan mampu memberikan pelatihan yang berkesinambungan.
4. Apoteker
harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri, baik melalui
pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
5. Harus
memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar
pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku.
Dalam
melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu:
1)
Pemberi
layanan
Apoteker sebagai pemberi
pelayanan harus berinteraksi dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasikan
pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.
2)
Pengambil
keputusan
Apoteker harus mempunyai
kemampuan dalam mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh sumber daya yang
ada secara efektif dan efisien.
3)
Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi
dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien.
Oleh karena itu, harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
4)
Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki
kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi
keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan
dan mengelola hasil keputusan.
5)
Pengelola
Apoteker harus mampu
mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan informasi secara efektif.
Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi
tentang Obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Obat.
6)
Pembelajar
seumur hidup
Apoteker harus terus
meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan profesi melalui pendidikan
berkelanjutan (ContinuingProfessional
Development/CPD).
7)
Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan
prinsip/kaidah ilmiah dalam mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan
Pelayanan Kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan
Pelayanan Kefarmasian.
B.Sarana dan Prasarana
Apotek
harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek dapat menjamin
mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta
kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.
Sarana
dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek
meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan Resep
Ruang penerimaan Resep
sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan
kursi, serta 1 (satu) set komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian
paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan
(produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan Resep dan
peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi rak Obat sesuai
kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan
peracikan, timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok
Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan
Resep, etiket dan label Obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi
udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).
3. Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat berupa
konter penyerahan Obat yang dapat digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.
4. Ruang konseling
Ruang konseling
sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling, lemari buku,
buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan
konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.
5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus
memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan
untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi
dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin,
lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat
khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.
6. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan
dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu
tertentu.
Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian
Evaluasi
mutu di Apotek dilakukan terhadap:
A.
Mutu
Manajerial
1. Metode Evaluasi
a. Audit
Audit
merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan pengukuran
kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan
dengan standar yang dikehendaki. Oleh karena itu, audit merupakan alat untuk menilai,
mengevaluasi, menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis.
Audit
dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan hasil
pengelolaan.
Contoh:
1. Audit
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai lainnya (stock opname).
2. Audit
kesesuaian SPO.
3. Audit
keuangan (cash flow, neraca, laporan
rugi laba).
b. Review
Review yaitu tinjauan/kajian terhadap
pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Review dilakukan
oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi
dan seluruh sumber daya yang digunakan.
Contoh:
1. Pengkajian
terhadap Obat fast/slow moving.
2. Perbandingan
harga Obat.
c. Observasi
Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan
hasil monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan Sediaan Farmasi.
Contoh:
1. Observasi
terhadap penyimpanan Obat.
2. Proses
transaksi dengan distributor.
3. Ketertiban
dokumentasi.
2. Indikator Evaluasi Mutu
a. kesesuaian proses
terhadap standar
b. efektifitas dan efisiensi
B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
1. Metode Evaluasi Mutu
a. Audit
Audit
dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan hasil
pelayanan farmasi klinik.
Contoh:
1. Audit
penyerahan Obat kepada pasien oleh Apoteker
2. Audit
waktu pelayanan
b. Review
Review
dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pelayanan farmasi
klinik dan seluruh sumber daya yang digunakan.
Contoh:
review terhadap kejadian medication error
c. Survei
Survei
yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Survei dilakukan oleh
Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap mutu pelayanan dengan
menggunakan angket/kuesioner atau wawancara langsung.
Contoh:
tingkat kepuasan pasien.
d. Observasi
Observasi
yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan menggunakan cek list
atau perekaman. Observasi dilakukan oleh berdasarkan hasil monitoring terhadap
seluruh proses pelayanan farmasi klinik.
Contoh
: observasi pelaksanaan SPO pelayanan
2. Indikator Evaluasi Mutu
Indikator
yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:
a. Pelayanan
farmasi klinik diusahakan zero defect
dari medication error;
b. StandarProsedurOperasional (SPO): untuk menjamin
mutu pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;
c. Lama
waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit;
d. Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik
berupa kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit,
pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit.
=======================================
Dokumen-dokumen
administrasi dan pembukuan di Apotek? (pembukuan apotek, kartu
stok, surat pesanan (SP), faktur obat, kertas resep, salinan resep, etiket dan
laporan narkotika psikotropika.
Jenis
Obat dan Alkes yang ada di Apotek?
(Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat Keras, Obat Wajib Apotek (OWA), Narkotik, Psikotropika, Obat-Obat Tertentu (OOT), Prekursor Farmasi)
Metode-metode Penataan dan Penyimpanan Obat?Selamat menyaksikan...
Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108, Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan. Pelayanan Farmasi Klinik meliputi Pengkajian dan Pelayanan Resep; dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO); Konseling; Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care); Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
ReplyDeleteSeanjutnya pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran Obat, pengelolaan Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat, serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional.
Pada Peraturan Mentri kesehtan No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan peraturan-peraturan lain yang terkait. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian (baik berupa sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana) yang berorientasi kepada keselamatan pasien.
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian bahwa Pelayanan Kefarmasian terdiri atas 2 aspek pelayanan yaitu aspek professional (Pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non-klinik) (meliputi Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan)). Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu Pemberi layanan, Pengambil keputusan, Komunikator, Pemimpin, Pengelola, Pembelajar seumur hidup, dan Peneliti.
Evaluasi mutu di Apotek dilakukan terhadap Mutu Manajerial, Audit, Survei, dan Observas. Indikator Evaluasi Mutu se[erti . Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dari medication error; StandarProsedurOperasional (SPO);
Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit; dan Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
ReplyDeleteUU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyatakan bahwa praktik kefarmasian meliputi pengelolaan obat dan pelayanan farmasi klinis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
PP No. 51 Tahun 2000 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan obat yang betujuan untuk pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Berdasarkan PMK No.73 Tahun 2016 tujuan dari standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah:
a. Meningkatkan mutu pelayanan
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional (patient safety)
1. Pengelolaa Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP
a. Perencanaan-> memperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
b. Pengadaan-> harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan untuk menjamin kualitas
c. Penerimaan->berguna menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waaktu penyerahan dan harga antara SP dan barang
d. Penyimpanan-> barang harus disimpan dalam wadah asli, jika harus dipindah maka harus dicegah agar tidak terjadi kontaminasi dan harus tertulis nama, nomor batch, dan ED sediaan. Penyimpanan harus dalam kondisi sesuai untuk menjamin stabilitas, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis. Pengeluaran sediaan berdasarkan FIFO dan FEFO
e. Pemusnahan dan Penarikan-> Barang yang telah kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas kesehatan, sedangkan sediaan lain dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain di apotek yang memeiliki SIP yang dibuktikan dengan berita acara. Resep yang lebih dari 5 tahun dimusnahkan dan dibuat berita acara dengan cara dibakar atau cara lainnya. Penarikan dapat dilakukan secara mandatory recall atau voluntary recall
f. Pengendalian-> bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok
g. Pencatatan dan Pelaporan-> pencatatan meliputi pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.
2. Pelayanan Farmasi Klinik
Deletea. Pengkajian dan pelayanan resep-> Pengkajian resep meliputi skrinign administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis
b. Dispensing-> kegiatan penyiapan, penyerahan, dan pemberian informasi obat.
c. PIO-> kegiatan yang dilakukan apoteker dalam memberikan informasi obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan bukti terbaik. Informasi berupa dosisi, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode pemberian dan lain-lain.
d. Konseling-> proses interaktif antara apoteker dengan pasien atau keluarga pasien untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pasien. Kriteria pasien konseling;
1. Pasien khusus (geriatri, pediatri, gangguan hati, gangguan ginjal, ibu hamil dan menyusui)
2. Pasien dengan terapi jangka panjang (TB, AIDS)
3. Pasien dengan obat instruksi khusus (tappering off obat kortikosteroid)
4. Pasien dengan indeks terapi sempit (digoksin)
5. Pasien dengan polifarmasi
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)-> kunjungan kerumah khusunya untuk pasien lansia dan penyakit kronis
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)-> bertujuan untuk memastikan pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping
g. Monitoring Efek Samping Obat-> pemantauan efek yang merugikan atau yang tidak diharpkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Aspek Pelayanan terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Aspek Manajerial (non klinik)
a. Pengelolaan SDM
b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
c. Administrasi/Pendokumentasian
d. Kegiatan organisasi
e. Aspek bisnis
2. Aspek Profesional
a. Pelayanan resep
b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
d. Promosi dan Edukasi
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record)
Sumber Daya Kefarmasian
A. SDM-> Dilakukan oleh apoteker yang dibantuk oleh apoteker pendamping dan/atau TTK yang memiliki STRA dan SIPA
B. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana diapotek terdiri dari:
1. Ruang penerimaan resep
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan
3. Ruang penyerahan obat
4. Ruang konseling
5. Ruang penyimpanan
6. Ruang arsip
Evaluasi Mutu Pelayanan
A. Mutu Manajerial
1. Metode evaluasi-> Audit, Review, dan observasi
2. Indikator evaluasi-> kesesuaian proses terhadap standar dan efektifitas serta efisiensi
B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
1. Metode Evaluasi-> Audit, review, survei dan observasi
2. Indikator evaluasi-> zero defect dan medication error, SOP sesuai standar, lama waktu pelayanan resep 15-30 menit, dan output pasien seperti kesembuhan pasien
Undang-undang No36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat , pelayanan obat atas resep dokter, PIOan obat, bahan obat dan obat tradisional.
ReplyDeleteApotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat di lakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Apotek merupakan tempat dilkaukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang di perlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
Alkes adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat. BMHP adalah alat kesehatan yang di tujukan untuk penggunaan sekali pakai(single use). Perlengkapam apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
PMK No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
Standar pelayanan kefarasian di apotek meliputi standar :
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis habis pakai
- Perencanaan
- Pengadaan
- penerimaan
- Penyimpanan
- Pemusnahan dan penarikan
- Pengendalian
- Pencatatan dan pelaoran
b. Pelayanan farmasi klinik
- Pengkajian dan penyerahan resep
- Dispensing
- Pelayanan informasi obat
- Konseling
- Pelayanan kefarmasian di rumah
- Pemantauan terapi obat
- Monitoring efek samping obat
Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian bahwa pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek yaitu aspek profesional (pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non klinik)
a. Aspek manajerial(non klinik)
- Pengelolaan sumber daya manusia
- Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
- Administrasi/pendokumentasian
- Kegiatan organisasi dll
- Aspek bisnis
b. Aspek profesional (farmasi klinik)
- Pelayanan resep
- Asuhan kefarmasiaan(pharmaceutical care)
- Evaluasi penggunaan obat
- Promosi dan edukasi
- Pemantauan dan pelaporan efek samping obat(ESO)
- Monitoring penggunaan obat
Sumber daya kefarmasiaan
ReplyDeleteApoteker dapat di bantu oleh apoteker pendamping atau TTK yang memiliki surat tanda registrasi (STRA) dan (SIPA)
Dalamarmasiaan
melakukan pelayanan kefarmasian apoteker harus memenuhi kriteria
a. Persyaratan administrasi
b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik dan tanda mengenal
c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan
d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri
e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang-undangan, sumpah apoteker, standar profesi.
Seorangapoteker harus menjalankan peran
a. Pemberi layanan
b. Pengambilan keputusan
c. Komunikator
d. Pemimpin
e. Pengelola
f. Pembelajar seumur hidup
g. Peneliti
Sarana dan prasarana
a. Ruang penerimaan resep
b. Ruang pelayanan resep dan peracikan
c. Ruang penyerahan obat
d. Ruang konseling
e. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP
f. Ruang arsip
Evaluais mutu pelayanan kefarmasiaan
A. Mutu manajerial
1. Metode evaluasi
- Audit
- Review
- Observasi
2. Indikator evaluasi mutu
- Kesesuaian proses terhadap standar
- Efektifitas dan efisiensi
B. Mutu pelayanan farmasi klinik
1. Metode evaluasi mutu
- Audit
- Review
- Survei
- Observasi
2. Indikator evaluasi mutu
- Pelayanan farmasi klinik
- Standar prosedur operasional
- Lama waktu pelayanan resep 15-30 menit
- Keluhan pelayanan kefarmasian secara klinik
UU nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 dan Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian.
ReplyDeletePelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Permenkes 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek dan peraturan lain yang terkait merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan praktek kefarmasian.
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian bertujuan untuk :
- Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
- Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
- Melindungi passien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)
Fungsi apotek secara umum :
- Memberikan layanan kesehatan
- Tempat usaha
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP
a. Perencanaan; memperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya, dan kemampuan masyarakat
b. Pengadaan; melalui jalur resmi sesuai ketentuan UU
c. Penerimaan; menjamin kesesuaian yang tertera dalam SP dengan kondisi fisik yang diterima
d. Penyimpanan;
e. Pemusnahan dan penarikan
- Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinkes Kab/kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki SIP atau SIK. Pemusnahan dibuktikan dengan BA pemusnahan
- Resep yang disimpan lebih dari 5 tahun dapat dimusnahkan oleh apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara lain yang dibuktikan dengan BA pemusnahan resep dan dilaporkan ke Dinkes kab/kota.
- Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar secara mandatory recall atau voluntary recall
f. Pengendalian; mempertahankan jenis dan jumlah persediaan
g. Pencatatan dan pelaporan; dilakukan pada setiap proses pengelolaan
2. Pelayanan farmasi klinik
Deletea. Pengkajian dan pelayanan resep; administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis
b. Dispensing
c. PIO
d. Konseling
e. Home pharmacy care
f. PTO
g. MESO
Aspek pelayanan kefarmasian:
1. Aspek manajerial (non-klinik), meliputi : pengelolaan SDM, pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan, administrasi/dokumentasi, organisasi dan bisnis
2. Aspek professional (farmasi klinik)/pelayanan kefarmasian, meliputi : pelayanan resep, asuhan kefarmasian (pharmaceutical care), evaluasi penggunaan obat (EPO), promosi dan edukasi, pemantauan dan pelaporan efek samping obat, monitoring penggunaan obat (PMR)
Sumber daya kefarmasian
1. SDM; Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
2. Sarana dan prasarana; penunjang pelayanan kefarmasian di apotek
Evaluasi mutu pelayanan kefarmasian
1. Mutu manajerial; metode audit, review, observasi
Indikator : kesesuaian proses terhadap standar, efektifitas dan efisiensi
2. Mutu pelayanan farmasi klinik, metode audit, review, survei, observasi,
Indikator : zero defect dari medication error, StandarProsedurOperasional (SPO), Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit, Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 108 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat dari resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional dimana harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ReplyDelete Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat dari resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Pekerjaan kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan yaitu Apoteker. Apoteker berperan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan.
Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu/kualitas kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
A. Standar Pelayanan Kefarmasian
Informasi mengenai standar pelayanan kefarmasian di Apotek dapat dilihat pada PMK No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan peraturan-peraturan lain yang terkait.
Tujuan pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian (baik berupa sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana) yang berorientasi kepada keselamatan pasien. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
Fungsi Apotek secara umum adalah memberikan layanan kesehatan dan juga tempat usaha yang menerapkan prinsip laba.
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:
a. Perencanaan berdasarkan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penerimaan yang merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang terteradalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan:
• Disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Wadah harus memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
• Terjamin kemanan dan stabilitasnya
• Tidak terkontaminasi atau bercampur barang lainnya
• Berdasarkan bentuk sediaan dan kelas terapi serta alfabetis
• System FEFO dan FIFO
e. Pemusnahan dan Penarikan berdasarkan jenis dan bentuk sediaan (Narkotika dan Psikotropika dimusnahkan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) serta resep yang sudah lebih dari 5 tahun.
f. Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan
g. Pencatatan dan Pelaporan
Delete• Pencatatan: pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan
• Pelaporan: pelaporan internal (keuangan, baran dan lainnya) dan eksternal (SIPNAP dan lainnya).
2. Pelayanan Farmasi Klinik
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
• Kajian administratif
- Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
- Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf
- Tanggal penulisan Resep.
• Kajian kesesuaian farmasetik
- Bentuk dan kekuatan sediaan
- Stabilitas
- Kompatibilitas (ketercampuran Obat).
• Kajian klinis
- Ketepatan indikasi dan dosis Obat
- Aturan, cara dan lama penggunaan Obat
- Duplikasi dan polifarmasi
- Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain)
- Kontra indikasi
- Interaksi.
b. Dispensing
• Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep
- menghitung jumlah obat sesuai dengan Resep
- mengambil Obat
• Meracik obat
• Memberikan etiket
• Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
• Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
• Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan)
• Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
• Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi
• Melakukan penelitian penggunaan Obat
• Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah
• Melakukan program jaminan mutu.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat:
• Topik Pertanyaan
• Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan
• Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon)
• Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium)
• Uraian pertanyaan
• Jawaban pertanyaan
• Referensi
• Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat
d. Konseling
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
• Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui)
• Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi)
• Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tapering down/off)
• Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin)
• Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat
• Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling:
• Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
• Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, yaitu:
- Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut?
• Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat
• Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat
• Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi :
• Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan
• Identifikasi kepatuhan pasien
• Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
• Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
• Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
• Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
DeleteKriteria pasien:
• Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui
• Menerima Obat lebih dari 5 jenis
• Multidiagnosis
• Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
• Menerima Obat dengan indeks terapi sempit
• Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
Kegiatan:
• Memilih pasien yang memenuhi kriteria
• Mengambil data yang dibutuhkan
• Melakukan identifikasi masalah terkait Obat
• Menentukan prioritas masalah
• Memberikan rekomendasi atau rencana tindak
• Mengomunikasikan rekomendasi dengan tenaga kesehatan terkait
• Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
• Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggimengalami efek samping Obat
• Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
• Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
Faktor yang perlu diperhatikan:
• Kerjasama dengan tim kesehatan lain
• Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
B. Pelayanan Kefarmasian
1. Aspek Manajerial (Non Klinik)
a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)
b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
c. Administrasi/Pendokumentasian
d. Kegiatan organisasi, dll.
e. Aspek bisnis: pemodalan, studi kelayakan, strategi pengembangan, analisis keuangan dan perpajakan.
2. Aspek Profesional (Farmasi Klinik)
a. Pelayanan resep
b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
d. Promosi dan Edukasi
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record)
C. Sumber Daya Kefarmasian
1. Sumber Daya Manusia
a. Persyaratan administrasi
• Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
• Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
• Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
• Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal
c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing ProfessionalDevelopment (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang berkesinambungan
d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri
e. Memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku.
Peran Apoteker
a. Pemberi layanan
b. Pengambil keputusan
c. Komunikator
d. Pemimpin
e. Pengelola
f. Pembelajar seumur hidup
g. Peneliti
2. Sarana dan Prasarana
a. Ruang penerimaan Resep
b. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
c. Ruang penyerahan Obat
d. Ruang konseling
e. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
f. Ruang arsip
D. Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian
1. Mutu Manajerial
a. Metode Evaluasi
• Audit
- Audit Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai lainnya (stock opname)
- Audit kesesuaian SPO
- Audit keuangan (cash flow, neraca, laporan rugi laba).
• Review
- Pengkajian terhadap Obat fast/slow moving
- Perbandingan harga Obat
• Observasi
- Observasi terhadap penyimpanan Obat
- Proses transaksi dengan distributor
- Ketertiban dokumentasi.
b. Indikator Evaluasi Mutu
• Kesesuaian proses terhadap standar
• Efektifitas dan efisiensi
2. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
a. Metode Evaluasi Mutu
• Audit
- Audit penyerahan Obat kepada pasien oleh Apoteker
- Audit waktu pelayanan
• Review
• Survei
• Observasi
b. Indikator Evaluasi Mutu
• Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dari medication error
• Standar Prosedur Operasional (SPO): untuk menjamin mutu pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
• Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit
• Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik
Standart pelayanan kefarmasian di Apotek : Aspek Mnajerial Apotek (Non-klinik) dan aspek profesional (pelayanan farmasi klinik)
ReplyDeleteBerdasarakan UU No. 36 th 2009 tentang kesehatan pasal 108 : bahwa praktik kefarmasiaan meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengendaan, penyimpanan dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan kefarmasian mengalami suatu perubahan yang awal nyan berfokus kepada Pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi :
- Pelayanan obat
- Pelayanan farmasi klinik
Yang bertujuan, meningkatkan kualitas hidup pasien.
Selanjutnya, peraturan Pemerintah No. 51 th 2009 tentang pekerjaan kefarmasiaan adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat dan obat tradisional.
Peran apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk informasi :
- Pemberian informasi obat
- Konseling (kepada pasien yang membutuhkan)
Apotek : sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukak praktik kefarmasian oleh apoteker.
DeleteApoteker : sarana farmasu yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia.
Sediaan farmasi adalah obat , bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
Obat : bahan atau panduan bahan, termasuk produk rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
Perbekalan kesehatan : adalah semua bahan selain dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Alat kesehatan : instrumen, aparatus, mesin dan atau impian yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringkan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia dan atau membentuk struktur dan perbaiki fungsi tubuh.
BMHP : alat kesehatan yang ditunjukan untuk penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Perlengkapan apotek : semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
PMK No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek.
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
Standar pelayanan kefarasian di apotek meliputi standar :
Delete Pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis habis pakai
- Perencanaan
- Pengadaan
- Penerimaan
- Penyimpanan
- Pemusnahan dan penarikan
- Pengendalian
- Pencatatan dan pelaoran
Pelayanan farmasi klinik
- Pengkajian dan penyerahan resep
- Dispensing
- Pelayanan informasi obat
- Konseling
- Pelayanan kefarmasian di rumah
- Pemantauan terapi obat
- Monitoring efek samping obat
Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian bahwa pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek yaitu aspek profesional (pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non klinik)
Aspek manajerial(non klinik)
- Pengelolaan sumber daya manusia
- Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
- Administrasi/pendokumentasian
- Kegiatan organisasi
- Aspek bisnis
Aspek profesional (farmasi klinik)
- Pelayanan resep
- Asuhan kefarmasiaan(pharmaceutical care)
- Evaluasi penggunaan obat
- Promosi dan edukasi
- Pemantauan dan pelaporan efek samping obat(ESO)
- Monitoring penggunaan obat
Sumber daya kefarmasian
1. SDM : Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
2. Sarana dan prasarana : penunjang pelayanan kefarmasian di apotek
Evaluasi mutu pelayanan kefarmasian
• Mutu manajerial : metode audit, review, observasi
Indikator : kesesuaian proses terhadap standar, efektifitas dan efisiensi
• Mutu pelayanan farmasi klinik, metode audit, review, survei, observasi,
Indikator : zero defect dari medication error, StandarProsedurOperasional (SPO), Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit, Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik.
UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ReplyDeletePP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan obat yang betujuan untuk pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Berdasarkan PMK No.73 Tahun 2016 tujuan dari standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah:
a. Meningkatkan mutu pelayanan
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional (patient safety)
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
1. Pengelolaa Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP
a. Perencanaan :yang perlu memperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
b. Pengadaan: harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan
c. Penerimaan: harus dilakukan verifikasi untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga antara SP dan kondisi fisik barang.
d. Penyimpanan: barang harus disimpan dalam wadah asli, jika harus dipindah maka harus dicegah agar tidak terjadi kontaminasi dan harus tertulis nama, nomor batch, dan tanggal Exp sediaan. Penyimpanan harus dalam kondisi sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis. Pengeluaran obat berdasarkan FIFO dan FEFO
e. Pemusnahan dan Penarikan-: Obat yang telah kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas Kesehatan kab/kota, sedangkan sediaan lain dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain di apotek yang memeiliki SIP yang dibuktikan dengan berita acara. Resep yang lebih dari 5 tahun dimusnahkan dan dibuat berita acara dengan cara dibakar atau cara lainnya.Pemusnahahn dan penarikan sediaan farmasi dan BMHP harus sesuai UU. Penarikan dapat dilakukan berdasarkan perintah BPOM/ Inisiasi sukarela pemilik. Penarikan Alkes dan BMPHP dilakukan oleh Mentri
f. Pengendalian: bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan hal ini untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok manual/elektroik
g. Pencatatan dan Pelaporan; pencatatan meliputi setiap proses pengelolaan yaitu pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.
2. Pelayanan Farmasi Klinik
Deletea. Pengkajian dan pelayanan resep: Pengkajian resep meliputi skrinig administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error)
b. Dispensing kegiatan penyiapan, peracikan, memberikan etiket, memasukan ke dalam wadah yang tepat dan terpisah dengan obat yang berbeda penyerahan, dan pemberian informasi obat. Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi
c. PIO :kegiatan yang dilakukan apoteker dalam memberikan pelayanan informasi obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan bukti terbaik. Informasi berupa dosisi, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode pemberian, eso dan lain-lain.
d. Konseling: proses interaktif antara apoteker dengan pasien atau keluarga pasien untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pasien dalam penggunaan oabt. Kriteria pasien konseling;
1. Pasien khusus (geriatri, pediatri, gangguan hati, gangguan ginjal, ibu hamil dan menyusui)
2. Pasien dengan terapi jangka panjang (TB, AIDS, epilepsi)
3. Pasien dengan obat instruksi khusus (penggunaan obat kortikosteroid dengan tapering down/off )
4. Pasien dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin)
5. Pasien dengan polifarmasi
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)-> kunjungan kerumah khusunya untuk pasien lansia dan penyakit kronis
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO): bertujuan untuk memastikan pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping
g. Monitoring Efek Samping Obat: pemantauan efek yang merugikan atau yang tidak diharpkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Aspek Pelayanan terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Aspek Manajerial (non klinik)
a. Pengelolaan SDM
b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
c. Administrasi/Pendokumentasian
d. Kegiatan organisasi
e. Aspek bisnis
2. Aspek Profesional
a. Pelayanan resep
b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
d. Promosi dan Edukasi
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record)
Sumber Daya Kefarmasian
A. SDM: Dilakukan oleh apoteker yang dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau TTK yang memiliki STRA dan SIPA
B. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana diapotek terdiri dari:
1. Ruang penerimaan resep
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan
3. Ruang penyerahan obat
4. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.
5. Ruang penyimpanan
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.
6. Ruang arsip
Evaluasi Mutu Pelayanan
DeleteA. Mutu Manajerial
1. Metode evaluasi: Audit(Sediaan Farmasi dan BMHP, kesesuain SPO, keuangan), Review(tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar), dan observasi( penyimpanan obat, transaksi dengan distributor, ketertiban dokumentasi )
2. Indikator evaluasi:kesesuaian proses terhadap standar dan efektifitas serta efisiensi
B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
1. Metode Evaluasi- :Audit (penyerahan obat oleh apoteker dan waktu pelayanan), review(cth medication error), survei(pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner cth : tingkat kepuasan pasien )dan observasi (observasi pelaksanaan SPO pelayanan)
2. Indikator evaluasi: zero defect dan medication error, SOP sesuai standar, lama waktu pelayanan resep 15-30 menit, dan output pasien seperti kesembuhan pasien, memperlambat penyakit dan pencegahan penyakit atau gejala penyakit.
ReplyDeleteStandar Pelayanan Kefarmasian di Apotek :
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, AlKes, dan BMHP meliputi:
a. Perencanaan:Perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan: Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi
c. Penerimaan: menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
1) disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
2) kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3) tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya
4) bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta alfabetis.
5) FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out).
e. Pemusnahan dan Penarikan
1) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.
2) Resep jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan.
f. Pengendalian : dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik.
g. Pencatatan dan Pelaporan : Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien untuk meningkatkan kualitas hidup
Pelayanan Farmasi Klinik meliputi:
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
- Kajian administratif meliputi:
1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan
3. tanggal penulisan Resep.
- Kajian farmasetik meliputi:
1. bentuk dan kekuatan sediaan;
2. stabilitas
3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).
- Kajian klinis meliputi:
1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;
2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
3. duplikasi dan/atau polifarmasi;
4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain);
5. kontra indikasi; dan
6. interaksi.
b. Dispensing
1) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep.
2) Melakukan peracikan Obat bila diperlukan.
3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
a. warna putih untuk Obat dalam/oral;
b. warna biru untuk Obat luar dan suntik;
c. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
4) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
d. Konseling
Proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1) Pasien kondisi khusus
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/kronis
3) Pasien dengan obat instruksi khusus
4) Obat dengan indeks terapi sempit
5) Pasien dengan polifarmasi
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
Apoteker diharapkan dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
Proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
PMK No.73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek merupakan salah satu peraturan yang dijadikan sebagai standar pelayanan di apotek saat ini, selain itu juga terdapat beberapa peraturan lainnya yang terkait yaitu UU No. 36 tahun 2009, PP No. 51 Tahun 2009, dsb. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
ReplyDeletea. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Secara umum apotek nemiliki dua fungsi yaitu memberikan layanan kesehatan sekaligus tempat usaha yang menerapkan prinsip laba. Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi :
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan
b. Pelayanan farmasi klinik
Pengelolaan sediaan farmasi meliputi :
a. Perencanaan (berdasarkan pola penyakit, konsumsi budaya dan kemampuan masyarakat)
B. Pengadaan
C. Penerimaan
D. Penyimpanan (bisa menggunakan sistem FEFO atau FIFO)
E. Pemusnahan dan penarikan (dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Obat narkotik dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinkes Kota/Kabupaten, sedangkan psikotropika hanya apoteker dan tenaga kefarmasian lain. Resep disimpan selama 5tahun)
F. Pengendalian (dapat dilakukan dengan menggunakan kartu stok)
G. Pencatatan dan Pelaporan ( pelaporan internal meliputi pelaporan keuangan, barang, dll, laporan eksternal meloputi pelaporan obat narkotika dan psikotropika dll)
Pelayan farmasi klinik meliputi :
A. Pengkajian Resep (meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis)
B. Dispensing (terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat, selain itu juga swamedikasi)
C. Pelayanan informasi obat ( meliputi menjawab pertanyaan lisan maupun tulisana, membuat buletin/brosur/leaflet, memberikan informasi dan edukasi ke pasien, memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi, melakukan penelitian penggunaan obat, membuat menyampaikan makalah dalam forum ilmiah, melakukan program jaminan mutu)
D. Konseling ( proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarganya)
E. Pelayanan farmasi di rumah (khususnya untuk pasien lansia dan pasien dengan penyakit kronis)
F. Pemantauan Terapi Obat ( untuk pasien anak atau lansia, ibu hamil dan menyusui, menerima obat lebih dari 5 jenis, adanya multidiagnosis, terdapat gangguan fungsi ginjal atau hati, menerima obat indeks terapi sempit dan obat yang diketahui menyebabkan efek samping)
G. Monitoring efek samping obat ( untuk memantau setiap respons obat yang merugikan)
Pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek:
1. Aspek manajerial (meliputi sdm, penggelolaan sedian farmasi, administrasi, kegiatan organisasi dll)
2. Aspek profesional (pelayanan resep, asuahan kefarmasian, EPO, promosi dan edukasi, pemantauan dan pelaporan ESO, monitoring penggunaaan obat)
Sumber daya kefarmasian : dapat terdiri atas apoteker pendamping, tenaga teknis kefarmasian
Sarana dan prasarana: ruang penerimaan resep, ruang pelayanan resep, ruang penyerahan obat, ruang konseling, ruang penyimpanan, ruang arsip
Evaluasi Mutu pelayanan kefarmasian :
A. Mutu manajerial
1. Metode evaluasi ( audit yaitu dapat meliputi audit sediaan farmasi, alkes, BMHP, audit kesesuaian SPO, audit keuangan; Review dan Observasi)
2. Indikator evaluasi mutu (kesesuaian proses terhadap standar, dan efeketifitas dan efisiensi)
B. Mutu pelayanan farmasi klinik
1. Metode evaluasi (berupa audit penyerahan obat, audit waktu pelayanan, review, observasi, survei)
2.indikator ( pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dan medication error, SPO, lama waktu pelayanan 15-30 menit, keluaran pelayanan farmasi berupa kesembuhan, pengurangan ataj hilangnya gejala, dll)
Nama : Yulnalia Mariella Delavega
ReplyDeleteNIM : I1022181017
Kelompok XII
Undang-Undang_Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian Obat pelayanan Obat atas Resep dokter,_pelayanan informasi Obat serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan _perundang-undangan Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan. begitu pula pada PMK 51 tahun 2009 semakin berfokus pada pelayanan komperhensif,
PMK No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
c melindungi_pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Fungsi apotek secara umum :
- Fungsi bisnis dan ekonomi dengan memperoleh laba dengan peningkatan mutu pelayanan
- Fungsi sosial tempat mengabdi dan pengembangan jasa pelayanan pendistribusian dan informasi obat dan perbekalan farmasi
Standar pelayanan kefarmasian di apotek :
- Pengelolaan sediaan farmasi, al-kes, BMHP
- Pelayanan farmasi klinik
A. Pengelolaan sediaan farmasi, Al-Kes, BMHP
1) Perencanaan : perhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
2) Pengadaan : menjamin kualitas pelayanan, harus melalui jalur resmi sesuai UU
3) Penerimaan : menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, mutu, jumlah, waktu penyerahan dan harga dalam surat pesanan
4) Penyimpanan :
1) Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
2) Semua Obat/bahan Obat harus disimpanpada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk_penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
4) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
5) Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out)
5) Pemusnahan :
1). Obat ED atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan.
Narkotik/psiko dilakukan Aot dan disaksikan DinKes Kab/Kota
Selain narkotik/psiko dilakukan Apt dan disaksikan tenaga kefarmasian lain yang memiliki SIP/SIK dibuktikan dengan berita acara
2). Resep yang >5 tahun
Dilakukan Apt, disaksikan sekurang kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar/pemusnahan lain dan dibuktikan dengan berita acara dilaporkan ke DinKes Kab/Kota
3). Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Delete5) Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
6) Pengendalian
- Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan rpengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
7) Pencatatan dan Pelaporan
- Pencatatan = pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP meliputi pengadaan (sp, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota/strukpenjualan) dan pencatatan lain.
- Pelaporan
Internal = kebutuhan manajemen apotek (keuangan, barang dan laporan lain)
Eksternal = laporan pemenuhan kewajiban sesuai ketentuan UU (pelaporan narkotika, psikotropika, dan laporan lain)
B. Pelayanan Farmasi Klinik
1) Pengkajian dan Pelayanan resep
- Administratif
1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan BB
2. nama dr, SIP, alamt, no.telp dan paraf dr
3. tgl penulisan
- Farmasetik
Bentuk dan kekuatan sediaan
Stabilitas
Kompatibilitas (ketercampuran obat)
- Klinis
Ketepatan indikasi dan dosis
Aturan, cara dan lama penggunaan
Duplikasi/polimerasi
Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, ES,manifestasi klinis)
KI dan I
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan, pemeriksaan, penyerahan dan PIO. Ketidaksesuaian hubungi dr
2) Dispensing (penyiapan, penyerahan, PIO)
- Penyiapan
Menghitung jumlah dan pengambilan obat memperhatikan nama, ED dan kondisi obat
- Peracikan
- Pemberian etiket
Putih = dalam/oral/melewati kerongkongan
Biru = luar/suntik
Label kocok dahulu / habiskan
- Pengemasan ke wadah yang tepat dan terpisah menghindari penggunaan yang salah
- PIO
Periksa kembali ketepatan obat, memanggil nama pasien, memeriksa ulang identitas pasien, menyerahkan obat, PIO terkait nama, manfaat, makanan/minuman yang dihindari, ES, cara penyimpanan, dan penyerahan obat, membuat salinan resep dan paraf Apt (bila perlu), menyimpan resep, mencatat pengobatan pasien
C. PIO
Informasi = dosisi, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute, famakokinetik, farmakologi, alternatif, efikasi, keamanan, ES, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika-kimia
Meliputi :
1. Menjawab pertanyaan lisan / tulisan
2. Membuat dan menyebarkan brosur
3. Memberikan informasi dan edukasi pada pasien
4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan pada mahasiswa praktek profesi
5. Melakukan penelitian penggunaan obat
6. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah
7. Melakukan program jaminan mutu
- Hal yang harus diperhatikan
1. Topik pertanyaan
2. Tgl dan waktu PIO diberikan
3. Metode pelayanan
4. Data pasien
5. Uraian pertanyaan
6. Jawaban pertanyaan
7. Referensi
8. Medote pemberian jawaban
D. Konseling
DeleteKriteria pasien / keluarga perlu diberi konseling
1. Pediatric, geriatric, ggn fs hati dana tau ginjal, bumil dan menyusui
2. Penyakit kronis : TB, DM, AIDS, epilepsy 3. Pasien pakai obat intruksi khusus
4. Obat dengan indeks terapi sempit : digoksin, fenitoin, teofilin.
5. Kepatuhan rendah pasien
6. Pasien dpt obat yg sama
Tahap konseling :
a. Pembuka
b. Three prime questions
1. Apa yang disampaikan dokter tentang obat?
2. Apa yang dijelaskan dokter tentang cara pemakaian obat?
3. Apa yang dijelaskan dokter tentang hasil yang diharapkan setelah menerima terapi?
c. Menggali informai pasien ttg masalah penggunaan obat
d. Memberi penjelasan masalah penggunaan obat
e. Melakukan verifikasi akhir untuk menguji pemahaman pasien. Bukti pasien paham informasi dengan formulir
E. Pelayanan kefarmasian di rumah
1. Penilaian masalah pengobatan
2. Identifikasi kepatuhan pasien
3. Cara pemakaian obat asma, insulin
4. Konsultasi masalah obat dan kesehatan
5. Monitoring
F.Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui;
2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis;
3) Adanya multidiagnosis;
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati;
5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit;
6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
G. Monitoring efek samping obat (MESO)
Kegiatan :
1. Identifikasi obat dan pasien dgn resiko ES tinggi
2. Mengisi formulir MESO
3. Melapor ke pusat MESO nasional
Pelayanan kefarmasian
1. Aspek manajerial (non-klinik)
- pengelolaan SDM
- pengelolaan sediaan farmasi dan perbekelan kesehatan
- administrasi
- kegiatan organisasi
- aspek bisnis
2. aspek profesional (farmasi klinik)
- pelayanan resep (pennerimaan dan dispensing)
- asuhan kefarmasian (konseling, PIO, EPO, ESO, PMR)
Sumber daya kefarmasian :
- SDM (diselenggarakan Apoteker berSIA, dibantu APING, dan TTK yang memiliki STRA dan SIPA
- Sarana dan prasarana
Meliputi ruangpenerimaan , peracikan, penyerahan, konseling, penyimpnan dan arsip
Evaluasi Manajerial
1. Metode Evaluasi
a. audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis. Dilakukan oleh Apoteker berdasarkan monitoring. Contoh audit sediaan, Al-Kes, BMHP, audit kesesuaian SPO, audit keuangan
b. Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Contoh pengkajian obat fast/slow moving, perbandingan harga obat
c. Observasi berdasarkan hasil monitoring seluruh proses pengelolaan. Contoh thd penyimpanan, transaksi dengan distributor, ketertiban dokumentasi
2. indikator evaluasi mutu
a. pelayanan klinik diusahakan zero defect dari medication error
b. SPO menjamin mutu pelayanan sesuai standar
c. lama waktu pelayanan resep 15-30 menit
d. keluaran pelayanan berupa kesembuhan, berkurang/hilangnya gejala, pencegahan dan memperlambat perkembangan penyakit
Nama : Lulu
ReplyDeleteNIM : I1021181016
Kelompok : 12
UU No.36 tahun 2009 pasal 108 tentang praktik kefarmasian. PP No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian. PMK No.73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Tujuan pengaturan standar pelayanan kefarmasian di Apotek:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Fungsi aptek secara umum yaitu memberikan layanan kesehatan sekaligus tempat usaha yang menerapkan prinsip laba. Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi :
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
a. Perencanaan (berdasarkan pola penyakit, konsumsi budaya dan kemampuan masyarakat)
b. Pengadaan (melalui jalur resmi sesuai peraturan perundang-undangan)
c. Penerimaan
d. Penyimpanan (obat harus disimpan pada kondisi yang terjamin stabil dan aman, pengeluaran obat dengan sistem FEFO atau FIFO)
e. Pemusnahan dan penarikan (dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Obat narkotik dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinkes Kota/Kabupaten, sedangkan psikotropika hanya apoteker dan tenaga kefarmasian lain. Resep disimpan selama 5 tahun)
f. Pengendalian (dapat dilakukan dengan menggunakan kartu stok)
g. Pencatatan dan Pelaporan (pelaporan internal: pelaporan keuangan, barang, dll, laporan eksternal: pelaporan obat narkotika dan psikotropika dll)
2. Pelayanan farmasi klinik
a. Pengkajian Resep (administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis)
b. Dispensing (menyiapkan obat, peracikan, memberikan etiket, memeriksa Kembali, menyerahkan dan pemberian informasi obat, dan swamedikasi)
c. Pelayanan informasi obat (menjawab pertanyaan lisan maupun tulisan, membuat buletin/brosur/leaflet, memberikan informasi dan edukasi ke pasien, memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi, melakukan penelitian penggunaan obat, membuat menyampaikan makalah dalam forum ilmiah, melakukan program jaminan mutu)
d. Konseling ( proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarganya)
e. Pelayanan farmasi di rumah/ home pharmacy care (khususnya untuk pasien lansia dan dengan penyakit kronis)
f. Pemantauan Terapi Obat ( untuk pasien anak atau lansia, ibu hamil dan menyusui,dsb)
g. Monitoring efek samping obat (pemantauan setiap respon obat yang merugikan)
Pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek:
1. Aspek manajerial (pengelolaan sdm, penggelolaan sedian farmasi, administrasi, kegiatan organisasi, aspek bisnis)
2. Aspek profesional (pelayanan resep, asuhan kefarmasian, EPO, promosi dan edukasi, pemantauan dan pelaporan ESO, monitoring penggunaaan obat/PMR)
Sumber daya kefarmasian
a. Sumber Daya Manusia: apoteker, apoteker pendamping, tenaga teknis kefarmasian
b. Sarana dan prasarana: ruang penerimaan resep, ruang pelayanan resep dan peracikan, ruang penyerahan obat, ruang konseling, ruang penyimpanan, ruang arsip
Evaluasi Mutu pelayanan kefarmasian :
A. Mutu manajerial
1. Metode evaluasi
a. Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan, contohnya audit sediaan farmasi, alkes, BMHP, audit kesesuaian SPO, audit keuangan
b. Review yaitu tinjauan/ kajian pelaksanaan pelayanan kefarmasian, contohnya pengkajian obat fast/slow moving
c. Observasi contohnya observasi penyimpanan obat, proses transaksi, ketertiban dokumentasi
2. Indikator evaluasi mutu
a. kesesuaian proses terhadap standar
b. efeketifitas dan efisiensi)
B. Mutu pelayanan farmasi klinik
1. Metode evaluasi mutu
a. audit
b. review
c. survey
d. obsevasi
2. Indikator evaluasi mutu
a. pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dan medication error,
b. SPO
c. Lama waktu pelayanan 15-30 menit
d. Keluaran pelayanan farmasi berupa kesembuhan, pengurangan atau hilangnya gejala, dll)
UU NO.35 PASAL 108 TH. 2009 TENTANG KESEHATAN
ReplyDeletePraktik kefarmasian meliputi Pembuatan, Pendistribusian Obat, Pelayanan Obat. Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan, Pelayanan Kefarmasian telah berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
PP NO.51 TH.2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN
Pekerjaan Kefarmasian adalah Pembuatan, Pendistribusian atau penyaluran obat, Pelayanan obat. Pekerjaan Kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga Kesehatan yang yang mempunyai keahlian dan kewenangan. Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk
• Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya oleh apoteker kepada masyarakat.
• Apoteker adalah sarana farmasi yang telah tulus Pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan ketarmasian di Indonesia.
• Sediaan Farmasi adalah obat. Obat adalah bahan atau paduan bahan, yang digunakan untuk penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemuliahn, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
• Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesenatan.
• Alat Kesehatan adalah instrumen apparatus mesin dan/atau implant yang tidak mengandung obat
• Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) adalah alat Kesenatan yang ditujukan untuk penggunan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
• Perlengkapan apotek adalah semua peralatan_yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan_pelayanan kefarmasian di apotek
• Pelayanan Kefarrmasian (Pharmaceutical Care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan
Pertanggung jawab langsung proresi apoteker dalam pekeraan kerarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan farmasi
• Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien
PMK NO. 73 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN
Standar Pelayanan Kefarmasian merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebgai pedoman bagi tenaga kefarmasian.
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di Apotek bertujuan untuk :
a) meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
b) menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan
c) melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien.
Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan SDM, Sediaan Farmasi Alat Kesehatan, dan BMHP yang aman, bermutu, Demantaat, dan terjangkau. Secara umum, Apotek mempunyai dua fungsi yatu memberikan layanan kesehatan sekaligus tempat usaha.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi :
Delete1. Pengelolaan Sediaan Farmasi. Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
a. Perencanaan, perlu diperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
b. Pengadaan, harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan untuk menjamin kualitas
c. Penerimaan, untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga antara SP dan barang yang diterima
d. Penyimpanan, barang harus disimpan dalam wadah asli, dalam kondisi sesuai untuk menjamin stabilitas, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis. Pengeluaran sediaan berdasarkan FIFO dan FEFO
e. Pemusnahan dan Penarikan, Barang yang telah kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 tahun dapat dimusnahkan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas Kesehatan. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan dan Penarikan dilakukan sesuai ketentuan Perundang-undangan.
f. Pengendalian, bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok
g. Pencatatan dan Pelaporan, pencatatan meliputi pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.
2. Pelayanan farmasi kinik.
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep, administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).
b. Dispensing, terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut :
- Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep
- Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
- Memberikan etiket, warna putih untuk Obat dalam/oral; warna biru untuk Obat luar dan suntik; menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi
- Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO), kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
d. Konseling, proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care), melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO), proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO), kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian bahwa Pelayanan Kefarmasian terdiri atas 2 aspek :
Delete1. Aspek Manajerial (Non Klinik) meliputi :
a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM);
b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan; meliputi perencanaan pengadaan,
pemesanan, penyimpanan/pergudangan, penjualan, kontrol inventori dan pengelolaan obat rusak/kadaluarsa.
c. Administrasi/Pendokumentasian, untuk menampung seluruh kegiatan di apotek dan mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan, meliputi pembukuan, pengarsipan dan pelaporan (keuangan);
d. Kegiatan organisasi, dll.
e. Aspek bisnis: pemodalan, studi kelayakan, strategi pengembangan, analisis keuangan dan perpajakan.
2. Aspek Profesional (Farmasi Klinik) yang terdiri dari kegiatan :
a. Pelayanan resep
b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) : Penyerahan, Komunikasi dan Konseling (Komunikasi, Informasi dan Edukasi/KIE), Pelayanan residensial (home care);
c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
d. Promosi dan Edukasi
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record)
SUMBER DAYA KEFARMASIAN
A. Sumber Daya Manusia
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria :
1. Persyaratan administrasi : memiliki ijazah yang terakreditasi, STRA, Sertifikat Kompetensi, SIPA
2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing ProfessionalDevelopment (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang berkesinambungan.
4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi yang berlaku.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu Pemberi layanan, Pengambil keputusan, Komunikator, Pemimpin, Pengelola, Pembelajar seumur hidup, Peneliti
B. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi Ruang penerimaan Resep, Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas), Ruang penyerahan Obat, Ruang konseling, Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, Ruang arsip.
EVALUAIS MUTU PELAYANAN KEFARMASIAAN
A. Mutu manajerial
1. Metode evaluasi : Audit, Review, Observasi
2. Indikator evaluasi mutu : Kesesuaian proses terhadap standar dan Efektifitas dan efisiensi
B. Mutu pelayanan farmasi klinik
1. Metode evaluasi mutu : Audit, Review, Survei, Observasi
2. Indikator evaluasi mutu : Pelayanan farmasi klinik, Standar prosedur operasional, Lama waktu pelayanan resep 15-30 menit, Keluhan pelayanan kefarmasian secara klinik
Review factor nonklinis dan klinis
ReplyDeleteUU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan – pasal 108 – praktek kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamatan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan atas resep dokter, PIO serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional – tenaga ahli kesehatansesuai perundang undangan – sama bunyinya dengan Permenkes No. 51 tahun 2009
Pelayanan kefarmasian – pelayanan komprehensif meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik – meningkatkan kualitas hidup pasien
Peran apoteker – dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keteramplan dan perilaku – interaksi langsung dengan pasien – PIO dan konseling
Apotek – tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker; penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lain kepada masyarakat
Apoteker – sarjana farmasi yang telah lulus profesi dan mengucapkan sumpah jabatan apoteker
Sediaan obat - obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika
Obat – bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologi atau keadaan patologi – diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi
Perbekalan kesehatan – semua bahan selain bahan obat dan peralatan yang diperlukan dalam mnyelenggarakan upaya kesehatan
Alat kesehatan – instrument, apparatus, mesin dan/atau implant tidak mengandung obat – mencegah, mendiagnosa, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh
BMHP – alkes sekali pakai (single use) – daftar produk diatur peraturan perundang undangan
Perlengkapan apotek – semua peralatan pakai untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek
Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) – pelayanan langsung dan bertanggng jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil - meningkatkan mutu/kualitas hidup pasien
Medication record – catatan pengobatan setiap pasien
PMK No. 73 Than 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek
Standar pelayanan kefarmasian – tolok ukur – pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang mana bertujuan untuk :
- Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
- Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
- Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (pasient safety)
*penyelenggaraan terseut harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian dan menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alkes, BMHP yang aman, bermutu, bermanfaat dan terjangkau– tujuan keselamatan pasien
DeleteFungsi apotek secara umum adalah memberikan layanan kesehatan dan sebagai tempat usaha (laba)
Selain fungsi bisnis dan ekonomi, juga memiliki fungsisosial – tempat pengapdian dan pengembangan jasa pelayanan pendistribusian dan informasi obat serta perbekalan farmasi – sisi teknis pekerjaan kefarmasian dan menegemen atau pengelolaan
Pengelolaan sediaan farmasi – permenkes no 73 tahun 2016 – perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian serta pencatatan dan pelaporan
Perencanaan – pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan daya beli
Pengadaan – jalur resmi – PBF
Tahapan proses pengadaan SF – stok yang hampir habis ditulis dibuku defecta -- apoteker menulis obat yang dipesan pada surat pesanan – srat pesanan dikirim ke pbf
*jenis surat pesanan – biasa, narkotika, psikotrropika dan precursor
Isi surat pesanan – nama sarans, no. izin , alamat lengkap, nama pemasok/ pbf serta alamat lengkap, no urut, nama kota dan tanggal penulisan, nama, bentuk dan kekuatan sediaan obat
Penerimaan – pencocokan barang dengan faktur dan surat pesanan – jumlah obat, kondisi obat, batch dan exp. date dan suhu (untuk vaksin)
Yang berhak menerima obat dari PBF – APA, Apoteker pendamping dan TTK
*syarat : Apoteker pendamping – SIPA; TTK – SIKTTK; memiliki surat delegasi dari APA
Penyimpanan – obat atau bahan obat pada wadah asli pabrik, kecuali keadaan darurat (syarat memberi informasi yang jelas- name,batch dan exp.); disusun alfabetis, bentuk sediaan dan suhu penyimpanan kelas terapi; penyimpanan terpisah dengan barang lain; tidak boleh bersentuhan langsung dengan lantai; pengeluaran berdasarkan FEFO/FIFO; look sound alike; disimpan ditempat yang aman; penyimpanan khusus harus disertai thermometer dan dicatat minimal tiga kali dalam 24 jam
Pemusnahan – obat kadaluarsa ataupun rusak atau dicabut izin edar; obat selain narkotik dan psikotropik – dimusnahkan APA dan disaksikan TK lain; untuk narkotik dan psikotropik – oleh APA dan disaksikan Dinkes daerah
*membuat berita acara
Pengendalian – agar tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan sediaan obat – pencatatan kartu stok – mengetahui sisa sediaan, menelusuri jumlah obat yang diterima, mengetahui jumlah obat yang dikeluarkan, hilang/rusak/kadaluarsa serta jangka waktu kekosongan sediaan
*melakukan stock opname palingsedikit 6 bulan (untk narkotika dan psikotropika minimal sebulan sekali)
Pencatatan dan pelaporan – secara manual atau elektronik – pengadaan (SP dan faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (struk penjualan) serta pengarsipan resep
Pelaporan – *Internal – laporan keuangan (pemasokan, pengeluaran, stock opname dan laba-rugi pertahun); * Eksternal – pelaporan penggunaan narkotik dan psikotropika secara online – sipnap 1 bulan sekali (paling lambat setiap tanggal 10 setelah ganti bulan)
Farmasi klinik – pengkajian resep *skrining administrative, farmasetis dan klinik; dispensing *penyiapan (menghitung kebutuhan jumlah obat dan teliti pengambilan obat; penataan rak; etiket; problema wadah), penyerahan dan pemberian informasi obat; Konseling – proses interaktif apoteker langsung dengan pasient umumnya tatap muka (face to face dan bersifat lisan seperti mentor dan menti) atau elektronik - three prime questions - tujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan pasien – informasi standar; PIO – bersifat edukatif kompleks terhadap audiens – dengan berbagai bentuk dari lisan secara langsung didepan public (masyarakat ataupun sesame rekan kerja), kertas hingga elektronik; Home care – kunjungan rumah; pemantauan terapi obat – geriatric; pediatric dan pasien – pasien khusus lainnya; monitoring side effect drug – pelaporan pasien selama terapi
-
DeleteUndang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 108 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat dari resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional dimana harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ReplyDeletePeraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat dari resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Pekerjaan kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan yaitu Apoteker. Apoteker berperan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan.
Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu/kualitas kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
PMK No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
Standar pelayanan kefarasian di apotek meliputi standar :
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:
a. Perencanaan berdasarkan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penerimaan yang merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang terteradalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan:
• Disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Wadah harus memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
• Terjamin kemanan dan stabilitasnya
• Tidak terkontaminasi atau bercampur barang lainnya
• Berdasarkan bentuk sediaan dan kelas terapi serta alfabetis
• System FEFO dan FIFO
e. Pemusnahan dan Penarikan berdasarkan jenis dan bentuk sediaan (Narkotika dan Psikotropika dimusnahkan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) serta resep yang sudah lebih dari 5 tahun.
f. Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan
g. Pencatatan dan Pelaporan
• Pencatatan: pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan
• Pelaporan: pelaporan internal (keuangan, baran dan lainnya) dan eksternal (SIPNAP dan lainnya).
2. Pelayanan Farmasi Klinik
ReplyDeletePelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pelayanan Farmasi Klinik meliputi:
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep;
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi:
1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan
3. tanggal penulisan Resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1. bentuk dan kekuatan sediaan;
2. stabilitas; dan
3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).
Pertimbangan klinis meliputi:
1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;
2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
3. duplikasi dan/atau polifarmasi;
4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain);
5. kontra indikasi; dan
6. interaksi.
b. Dispensing;
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
Pelayanan Informasi Obat (PIO);
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
e. Konseling;
ReplyDeleteKonseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui);
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi);
3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tapering down/off);
4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin);
5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat;
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui;
2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis;
3) Adanya multidiagnosis;
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati;
5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit;
6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Sumber Daya Kefarmasian
A. SDM-> Dilakukan oleh apoteker yang dibantuk oleh apoteker pendamping dan/atau TTK yang memiliki STRA dan SIPA
B. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana diapotek terdiri dari:
1. Ruang penerimaan resep
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan
3. Ruang penyerahan obat
4. Ruang konseling
5. Ruang penyimpanan
6. Ruang arsip
Evaluasi Mutu Pelayanan
A. Mutu Manajerial
1. Metode evaluasi-> Audit, Review, dan observasi
2. Indikator evaluasi-> kesesuaian proses terhadap standar dan efektifitas serta efisiensi
B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
1. Metode Evaluasi-> Audit, review, survei dan observasi
2. Indikator evaluasi-> zero defect dan medication error, SOP sesuai standar, lama waktu pelayanan resep 15-30 menit, dan output pasien seperti kesembuhan pasien
NAMA: LAILA QADARIAH
ReplyDeleteNIM: I4041202012
Resume Materi
A. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk
1. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
2. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
3. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
B. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai -> meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, serta pencatatan dan pelaporan
2. Pelayanan farmasi klinik -> meliputi Pengkajian dan pelayanan resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
C. Aspek Pelayanan dalam Pelayanan Kefarmasian
1. Aspek Manajerial (Non Klinik) meliputi:
a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)
b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
c. Administrasi/Pendokumentasian
d. Kegiatan organisasi, dll
e. Aspek bisnis
2. Aspek Profesional (Farmasi Klinik) meliputi:
a. Pelayanan resep -> penerimaan resep, peracikan, penyiapan obat
b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) -> penyerahan, Komunikasi dan Konseling (Komunikasi, Informasi dan Edukasi/KIE), pelayanan residensial (home care)
c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
d. Promosi dan Edukasi
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record), dll
D. Sumber Daya Manusia
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
1. Kriteria Apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian:
a. Persyaratan administrasi -> memiliki ijazah, STRA, sertifikat kompetensi, dan SIPA
b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal
c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan
d. Mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri
e. Memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi yang berlaku
2. Peran Apoteker dalam pelayanan kefarmasian:
a. Pemberi layanan/Care giver
b. Pengambil keputusan/Decision maker
c. Komunikator/Communicator
d. Pemimpin/Leader
e. Pengelola/Manager
f. Pembelajar seumur hidup/Long life learner
g. Peneliti/Researcher
E. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan Resep
2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan
3. Ruang penyerahan Obat
4. Ruang konseling
5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
6. Ruang arsip
F. Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian
1. Mutu Manajerial
a. Metode evaluasi -> audit, review, observasi
b. Indikator Evaluasi Mutu -> 1)kesesuaian proses terhadap standar, 2)efektifitas dan efisiensi
2. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
a. Metode evaluasi -> audit, review, survei, observasi
b. Indikator Evaluasi Mutu -> 1)Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dari medication error; 2)StandarProsedurOperasional (SPO); 3)Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit; 4)Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit.
Terima Kasih, Semoga Bermanfaat
NABILA OKTAFIA
ReplyDeleteI4041202005
• Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP:
A. Perencanaan
Perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
B. Pengadaan
C. Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi
Penerimaan: menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
D. Penyimpanan
1) disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
2) kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3) tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya
4) bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta alfabetis.
5) FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out).
E. Pemusnahan dan Penarikan
berdasarkan jenis dan bentuk sediaan (Narkotika dan Psikotropika dimusnahkan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) serta resep yang sudah lebih dari 5 tahun.
F. Pengendalian
Dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.
G. Pencatatan dan Pelaporan
- Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
- Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Sedangkan Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.
2. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
1) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:
a. menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;
b. mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanandengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dankeadaan fisik Obat.
2) Melakukan peracikan Obat bila diperlukan.
3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
a. warna putih untuk Obat dalam/oral;
b. warna biru untuk Obat luar dan suntik;
c. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
4) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yangberbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:
1) Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep);
2) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
3) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;
4) Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat.
5) Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain;
6) Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil;
3. Pelayanan Informasi Obat
DeletePelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
1) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
2) Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan);
3) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
4) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi;
5) Melakukan penelitian penggunaan Obat;
6) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
7) Melakukan program jaminan mutu.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat:
1) Topik Pertanyaan;
2) Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;
3) Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);
4) Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium);
5) Uraian pertanyaan;
6) Jawaban pertanyaan;
7) Referensi;
8) Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.
4. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui);
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi);
3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tapering down/off);
4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin);
5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat;
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling:
1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
2) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, yaitu:
a. Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut?
3) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat;
4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat;
5) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tandatangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan:
1) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggimengalami efek samping Obat;
2) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
3) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
Faktor yang perlu diperhatikan:
1) Kerjasama dengan tim kesehatan lain;
2) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian bahwa Pelayanan Kefarmasian terdiri atas 2 aspek pelayanan yaitu aspek professional (Pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non-klinik).
Delete1. Aspek Manajerial (Non Klinik) meliputi:
a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM);
b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan;
Apotek merupakan sarana kesehatan yang berkewajiban mendistribusikan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang diperlukan oleh masyarakat. Pengelolaan meliputi perencanaan pengadaan, pemesanan, penyimpanan/pergudangan, penjualan, kontrol inventori dan pengelolaan obat rusak/kadaluarsa.
c. Administrasi/Pendokumentasian
Administrasi diperlukan untuk menampung seluruh kegiatan di apotek dan mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan, meliputi pembukuan, pengarsipan dan pelaporan (keuangan);
Administrasi: buku pembelian barang, buku penerimaan barang, kartu stok/penyimpanan barang (Sistem FIFO, FEFO, dsb) dan pelaporan.
Pengarsipan dan Dokumentasi (misalnya, resep, pencatatan PMR (Patient Medication Record), laporan-laporan, dll.
Pelaporan, penyimpanan dan pemusnahan obat narkotika dan psikotropika.
d. Kegiatan organisasi, dll.
e. Aspek bisnis: pemodalan, studi kelayakan, strategi pengembangan, analisis keuangan dan perpajakan.
Aspek Profesional (Farmasi Klinik) yang terdiri dari kegiatan:
Aspek pekerjaan kefarmasian:
a. Pelayanan resep
1) Penerimaan resep, skrining: administrasi, farmasetik dan klinis, mengentri dalam komputer untuk mengetahui apakah obat dalam resep tersedia, perhitungan dosis, memberikan harga dan menginformasikan kepada pelanggan.
2) Peracikan, penyiapan obat dan etiket/aturan pakai:
(a) Penyiapan obat berdasarkan resep dokter,
(b) Penyiapan Obat Tanpa Resep serta perbekalan kesehatan lainnya,
b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care):
1) Penyerahan,
2) Komunikasi dan Konseling (Komunikasi, Informasi dan Edukasi/KIE):
(a) Pelayanan Informasi Obat (PIO);
(b) Konseling;
3) Pelayanan residensial (home care);
c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
d. Promosi dan Edukasi;
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO);
f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record);
g. Dll.
5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
DeleteApoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi :
1) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan;
2) Identifikasi kepatuhan pasien;
3) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin;
4) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum;
5) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien;
6) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan menggunakan Formulir.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui;
2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis;
3) Adanya multidiagnosis;
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati;
5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit;
6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan:
1) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggimengalami efek samping Obat;
2) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
3) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan menggunakan Formulir
• Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan Resep
2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan
3. Ruang penyerahan Obat
4. Ruang konseling
5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
6. Ruang arsip.
Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian
A. Mutu manajerial
• Metode evaluasi
1. Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Oleh karena itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis.
2. Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi dan seluruh sumber daya yang digunakan.
3. Observasi
Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan Sediaan Farmasi.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 108 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat dari resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional dimana harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ReplyDeletePermenkes 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek dan peraturan lain yang terkait merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan praktek kefarmasian.
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian bertujuan untuk :
-Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
- Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
- Melindungi passien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan
1. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
2. Pengelolaa Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP
a. Perencanaan :yang perlu memperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
b. Pengadaan: harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan
c. Penerimaan: harus dilakukan verifikasi untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga antara SP dan kondisi fisik barang.
d. Penyimpanan: barang harus disimpan dalam wadah asli, jika harus dipindah maka harus dicegah agar tidak terjadi kontaminasi dan harus tertulis nama, nomor batch, dan tanggal Exp sediaan. Penyimpanan harus dalam kondisi sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis. Pengeluaran obat berdasarkan FIFO dan FEFO
e. Pemusnahan dan Penarikan: Obat yang telah kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas Kesehatan kab/kota, sedangkan sediaan lain dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain di apotek yang memeiliki SIP yang dibuktikan dengan berita acara. Resep yang lebih dari 5 tahun dimusnahkan dan dibuat berita acara dengan cara dibakar atau cara lainnya.Pemusnahahn dan penarikan sediaan farmasi dan BMHP harus sesuai UU. Penarikan dapat dilakukan berdasarkan perintah BPOM/ Inisiasi sukarela pemilik. Penarikan Alkes dan BMPHP dilakukan oleh Mentri
Deletef. Pengendalian: bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan hal ini untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok manual/elektroik
g. Pencatatan dan Pelaporan; pencatatan meliputi setiap proses pengelolaan yaitu pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.
2. Pelayanan Farmasi Klinik
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
Kajian administratif meliputi:
1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan
3. tanggal penulisan Resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1. bentuk dan kekuatan sediaan;
2. stabilitas
3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).
Pertimbangan klinis meliputi:
1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;
2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
3. duplikasi dan/atau polifarmasi;
4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain);
5. kontra indikasi; dan
6. interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).
Deleteb. Dispensing;
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
1) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:
a. menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;
b. mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanandengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dankeadaan fisik Obat.
2) Melakukan peracikan Obat bila diperlukan.
3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
a. warna putih untuk Obat dalam/oral;
b. warna biru untuk Obat luar dan suntik;
c. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
4) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.
b. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
d. Konseling;
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui);
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi);
3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tapering down/off);
4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin);
5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat;
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi :
1) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan;
2) Identifikasi kepatuhan pasien;
3) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin;
4) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
5) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
Delete6) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui;
2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis;
3) Adanya multidiagnosis;
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati;
5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit;
6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan:
1) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggimengalami efek samping Obat;
2) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
3) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian bahwa Pelayanan Kefarmasian terdiri atas 2 aspek pelayanan yaitu aspek professional (Pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non-klinik).
1. Aspek Manajerial (Non Klinik) meliputi:
a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM);
b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan;
c. Administrasi/Pendokumentasiand
d. Kegiatan organisasi, dll.
e. Aspek bisnis
2. Aspek Profesional (Farmasi Klinik) yang terdiri dari kegiatan:
Aspek pekerjaan kefarmasian:
a. Pelayanan resep
b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
d. Promosi dan Edukasi;
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO);
f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record);
Sumber Daya Manusia
a. Sumber Daya Kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
b. Sarana dan Prasarana
Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan Resep
2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
3. Ruang penyerahan Obat
4. Ruang konseling
5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
6. Ruang arsip
Evaluasi Mutu Pelayanan
A. Mutu Manajerial
1. Metode evaluasi
- Audit
-Review
-observasi
2. Indikator evaluasi
a. kesesuaian proses terhadap standar
b. efektifitas serta efisiensi
B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
1. Metode Evaluasi
-Audit
-review
-survei
-observasi
2. Indikator evaluasi
a. zero defect dan medication error
b. SOP sesuai standar
c. lama waktu pelayanan resep 15-30 menit
d. Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteNAMA :REREN SALWA S
ReplyDeleteNIM :I4041202031
Menurut UU no.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 108 tentang praktik kefarmasian
menjelaskan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian Obat pelayanan Obat atas resep dokter, pelayanan informasi Obat serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Menurut PMK no. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Menjelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan obat yang betujuan untuk pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional semakin berfokus pada pelayanan komperhensif,
Peran Apoteker dituntut untuk interaksi langsung dengan pasien serta meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta perilaku.
Menurut PMK No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
c melindungi_pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Fungsi apotek secara umum :
1. Fungsi bisnis dan ekonomi dengan memperoleh laba dengan peningkatan mutu pelayanan
2. Fungsi sosial tempat mengabdi dan pengembangan jasa pelayanan pendistribusian dan informasi obat dan perbekalan farmasi
Standar pelayanan kefarmasian di apotek :
1.Pengelolaan sediaan farmasi, alke dan BMHP
2.Pelayanan farmasi klinik
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi :
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
a. Perencanaan (dengan menggunakan metode : konsumsi/ pola penyakit/kemampuan tingkat ekonomi masyarakat)
b. Pengadaan (dengan melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan untuk menjamin kualitas serta kuantitas drsediaan)
c. Penerimaan (dengan cara memeriksa serta teliti agar menjamin kesesuaian jenis,spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga antara SP dan barang yang diterima)
d. Penyimpanan (barang harus disimpan dalam wadah asli, dalam kondisi sesuai untuk menjamin stabilitas, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis)
Pengeluaran sediaan berdasarkan sistem FIFO dan FEFO
e. Pemusnahan dan Penarikan barang maupun sediaan (Barang yang telah kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 tahun dapat dimusnahkan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas Kesehatan. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan dan Penarikan dilakukan sesuai ketentuan Perundang-undangan.)
f. Pengendalian (bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan untuk menghindari overstock, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok
g. Pencatatan dan Pelaporan (pencatatan meliputi pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok dan kartu stock elektronik), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain.
Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.
nama: reren salwa s
Deletenim : I4041202031
2. Pelayanan farmasi kinik.
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep, administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya ketidak sesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi:
1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf
3. tanggal penulisan Resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1. bentuk dan kekuatan sediaan;
2. stabilitas
3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).
Pertimbangan klinis meliputi:
1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;
2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
3. duplikasi dan polifarmasi;
4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain)
5. kontra indikasi
6. interaksi.
b. Dispensing
terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut :
1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep
2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
3. Memberikan etiket sesuai dengan bentuk sediaan etiket berwarna putih untuk Obat dalam/oral sedangkan untuk etiket warna biru untuk Obat luar dan suntik serta menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi dan juga emulsi.
4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
PIO merupakan pemberian informasi obat dari apoteker/TTK ke pasien yang bersifat 1 arah, Dimana biasanya untuk PIO sendiri menginformasikan obat yang di beli dengan cara resep ataupun non.resep
d. Konseling merupakan proses pemberiaan informasi secara interaktif antara apoteker dengan pasien atau keluarga pasien dengan kondisis tertentu (komunikasi 2 arah), biasanya konseling ini dimana membahas tentang keadaan pasien dalam jangka waktu lama serta pemberian obat yang banyak jumlahnya, karna harus selalu di monitoring.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui);
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi);
3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tapering down/off);
4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin);
5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat;
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care) merupakan pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis biasanya homecare ini di lakukan dimana ingin melihat perkembangan pasien dan juga melihat tingkat kepatuhan pasien yang sedang dimonitoring dan pasien yang tidak dapat berobat sendiri ke apotek, di era covid seperti sekarang homecare tidak di gunakan akan tetapi di ganti dengan telefarmasi
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan proses memastikan bahwa pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
NAMA: REREN SALWA S
DeleteNIM :I4041202031
Kriteria pasien yang dapat melakukan PTO:
1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui;
2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis;
3) Adanya multidiagnosis;
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati;
5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit;
6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan yang dilakukan selama MESO :
1) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggimengalami efek samping Obat;
2) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
3) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
Faktor-faktor yang harus diperhatikan agar kegiatan tetap berjalan dengan lancar:
1) Kerjasama dengan tim kesehatan lain
2) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian bahwa Pelayanan Kefarmasian terdiri atas 2 aspek pelayanan yaitu aspek professional (Pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non-klinik).
1. Aspek Manajerial (Non Klinik) meliputi:
a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) (apoteker,aping,ttk dan staff)
b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
c. Administrasi/Pendokumentasian
d. Kegiatan organisasi, dll.
e. Aspek bisnis
2. Aspek Profesional (Farmasi Klinik) yang terdiri dari kegiatan:
Aspek pekerjaan kefarmasian:
a. Pelayanan resep
b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
d. Promosi dan Edukasi
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record)
Sumber Daya Manusia
a. Sumber Daya Kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
b. Sarana dan Prasarana
Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan Resep
2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
3. Ruang penyerahan Obat
4. Ruang konseling
5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
6. Ruang arsip
Evaluasi Mutu Pelayanan
A. Mutu Manajerial
1. Metode evaluasi
- Audit
-Review
-observasi
2. Indikator evaluasi
a. kesesuaian proses terhadap standar
b. efektifitas serta efisiensi
B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
1. Metode Evaluasi
-Audit
-review
-survei
-observasi
2. Indikator evaluasi
a. zero defect dan medication error
b. SOP sesuai standar
c. lama waktu pelayanan resep 15-30 menit
d. Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit
NAMA : RIZKY HUSAIN
ReplyDeleteNIM : I4041202016
PRAKTIK KEFARMASIAN
Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (UU No.36 Tahun 2009).
PEKERJAAN KEFARMASIAN
Pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan obat yang betujuan untuk pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (PP No. 51 Tahun 2009).
PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN BMHP
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan (PMK 73 Tahun 2016).
A. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
B. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
D. Penyimpanan
1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
5. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out)
NAMA : RIZKY HUSAIN
DeleteNIM : I404202016
LANJUTAN
E. Pemusnahan dan penarikan
1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
3. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
5. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
F. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.
G. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
PELAYANAN FARMASI KLINIK
Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (PMK 73 Tahun 2016).
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. pengkajian dan pelayanan Resep;
2. dispensing;
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
4. konseling;
5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
SUMBER DAYA MANUSIA
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria:
1. Persyaratan administrasi
1. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
2. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
3. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
4. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang berkesinambungan.
4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu:
1. Pemberi layanan
2. Pengambil keputusan
3. Komunikator
4. Pemimpin
5. Pengelola
6. Pembelajar seumur hidup
7. Peneliti
NAMA : RIZKY HUSAIN
DeleteNIM : I4041202016
LANJUTAN
EVALUASI MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN
A. Mutu Manajerial
1. Metode Evaluasi
a. Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Oleh karena itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis.
Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan hasil pengelolaan.
b. Review
Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi dan
seluruh sumber daya yang digunakan.
c. Observasi
Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan Sediaan Farmasi.
2. Indikator Evaluasi Mutu
a. kesesuaian proses terhadap standar
b. efektifitas dan efisiensi
B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
1. Metode Evaluasi Mutu
a. Audit
Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan hasil pelayanan farmasi klinik.
b. Review
Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pelayanan farmasi klinik dan seluruh sumber daya yang digunakan.
c. Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Survei dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap mutu pelayanan dengan menggunakan angket/kuesioner atau wawancara langsung
d. Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan menggunakan cek list atau perekaman. Observasi dilakukan oleh berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pelayanan farmasi klinik.
2. Indikator Evaluasi Mutu
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:
a. Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero deffect dari
medication error;
b. Standar Prosedur Operasional (SPO): untuk menjamin mutu pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
c. Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit.
d. Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit.
Restian Rony Saragi ( I4041202020)
ReplyDeleteStandar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pertama: 1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi: a. Perencanaan; b. Pengadaan; c. Penerimaan; d. Penyimpanan; 1) Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain. Wadah memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. 2) Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya. 3) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi. 4) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis. 5) Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO dan FIFO. e. Pemusnahan dan Penarikan; Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. f. Pengendalian Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan. g. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, AlKes dan BMHP meliputi pengadaan, penyimpanan, penyerahan dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. 2. Pelayanan Farmasi Klinik Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan Farmasi Klinik meliputi: a. Pengkajian dan Pelayanan Resep Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi: 1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat bada 2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf 3. tanggal penulisan Resep. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi 1. bentuk dan kekuatan sediaan 2. stabilitas 3. kompatibilitas (ketercampuran Obat). Pertimbangan klinis meliputi: 1. ketepatan indikasi dan dosis Obat 2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat 3. duplikasi dan/atau polifarmasi 4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain); 5. kontra indikasi 6. interaksi. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. b. Dispensing; Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut: 1) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep: a. menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep b. mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanandengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dankeadaan fisik Obat. 2) Melakukan peracikan Obat bila diperlukan. 3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi a. warna putih untuk Obat dalam/oral b. warna biru untuk Obat luar dan suntik c. menempelkan
label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi. 4) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah. Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut: 1) Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep) 2) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien 3) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien 4) Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat. 5) Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain 6) Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil 7) Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya; 8) Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan) 9) Menyimpan Resep pada tempatnya; 10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien c. Pelayanan Informasi Obat (PIO); Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi: 1) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan 2) Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan) 3) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien 4) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi; 5) Melakukan penelitian penggunaan Obat 6) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah 7) Melakukan program jaminan mutu.
Deleted. Konseling; Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling: 1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui) 2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi) 3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tapering down/off) 4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin) 5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat; 6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah. Tahap kegiatan konseling: 1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien 2) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, yaitu: a. Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda? b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda? c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut? 3) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat 4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tandatangan pasien sebagai bukti e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care); Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi : 1) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan 2) Identifikasi kepatuhan pasien 3) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin 4) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum 5) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien 6) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian
DeleteMuhammad Rifky
ReplyDeleteStandar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyatakan bahwa praktik kefarmasian meliputi pengelolaan obat dan pelayanan farmasi klinis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
PP No. 51 Tahun 2000 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan obat yang bertujuan untuk pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Berdasarkan PMK No.73 Tahun 2016 tujuan dari standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah:
a. Meningkatkan mutu pelayanan
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional (patient safety)
1. Pengelolaan Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP
a. Perencanaan-> memperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
b. Pengadaan-> harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan untuk menjamin kualitas
c. Penerimaan->berguna menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga antara SP dan barang
d. Penyimpanan-> barang harus disimpan dalam wadah asli, jika harus dipindah maka harus dicegah agar tidak terjadi kontaminasi dan harus tertulis nama, nomor batch, dan ED sediaan. Penyimpanan harus dalam kondisi sesuai untuk menjamin stabilitas, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis. Pengeluaran sediaan berdasarkan FIFO dan FEFO
e. Pemusnahan dan Penarikan-> Barang yang telah kedaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas kesehatan, sedangkan sediaan lain dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain di apotek yang memiliki SIP yang dibuktikan dengan berita acara. Resep yang lebih dari 5 tahun dimusnahkan dan dibuat berita acara dengan cara dibakar atau cara lainnya. Penarikan dapat dilakukan secara mandatory recall atau voluntary recall
f. Pengendalian-> bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok
g. Pencatatan dan Pelaporan-> pencatatan meliputi pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.
Muhammad Rifky
Delete2. Pelayanan Farmasi Klinik
a. Pengkajian dan pelayanan resep-> Pengkajian resep meliputi skrining administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis
b. Dispensing-> kegiatan penyiapan, penyerahan, dan pemberian informasi obat.
c. PIO-> kegiatan yang dilakukan apoteker dalam memberikan informasi obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan bukti terbaik. Informasi berupa dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode pemberian dan lain-lain.
d. Konseling-> proses interaktif antara apoteker dengan pasien atau keluarga pasien untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pasien. Kriteria pasien konseling;
1. Pasien khusus (geriatri, pediatri, gangguan hati, gangguan ginjal, ibu hamil dan menyusui)
2. Pasien dengan terapi jangka panjang (TB, AIDS)
3. Pasien dengan obat instruksi khusus (tappering off obat kortikosteroid)
4. Pasien dengan indeks terapi sempit (digoksin)
5. Pasien dengan polifarmasi
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)-> kunjungan kerumah khususnya untuk pasien lansia dan penyakit kronis
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)-> bertujuan untuk memastikan pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping
g. Monitoring Efek Samping Obat-> pemantauan efek yang merugikan atau yang tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Aspek Pelayanan terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Aspek Manajerial (non klinik)
a. Pengelolaan SDM
b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
c. Administrasi/Pendokumentasian
d. Kegiatan organisasi
e. Aspek bisnis
2. Aspek Profesional
a. Pelayanan resep
b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
d. Promosi dan Edukasi
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record)
Sumber Daya Kefarmasian
A. SDM-> Dilakukan oleh apoteker yang dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau TTK yang memiliki STRA dan SIPA
B. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana di apotek terdiri dari:
1. Ruang penerimaan resep
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan
3. Ruang penyerahan obat
4. Ruang konseling
5. Ruang penyimpanan
6. Ruang arsip
Evaluasi Mutu Pelayanan
A. Mutu Manajerial
1. Metode evaluasi-> Audit, Review, dan observasi
2. Indikator evaluasi-> kesesuaian proses terhadap standar dan efektifitas serta efisiensi
B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
1. Metode Evaluasi-> Audit, review, survei dan observasi
2. Indikator evaluasi-> zero defect dan medication error, SOP sesuai standar, lama waktu pelayanan resep 15-30 menit, dan output pasien seperti kesembuhan pasien
Erwansyah I4041202045
ReplyDeleteberdasarkan Undang-undang No36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 :
bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat , pelayanan obat atas resep dokter, PIOan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat di lakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Apotek merupakan tempat dilkaukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang di perlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
Alkes adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat. BMHP adalah alat kesehatan yang di tujukan untuk penggunaan sekali pakai(single use). Perlengkapam apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
PMK No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek.
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
Standar pelayanan kefarasian di apotek meliputi standar :
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis habis pakai
- Perencanaan
- Pengadaan
- penerimaan
- Penyimpanan
- Pemusnahan dan penarikan
- Pengendalian
- Pencatatan dan pelaoran
b. Pelayanan farmasi klinik
- Pengkajian dan penyerahan resep
- Dispensing
- Pelayanan informasi obat
- Konseling
- Pelayanan kefarmasian di rumah
- Pemantauan terapi obat
- Monitoring efek samping obat
Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian bahwa pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek yaitu aspek profesional (pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non klinik)
a. Aspek manajerial(non klinik)
- Pengelolaan sumber daya manusia
- Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
- Administrasi/pendokumentasian
- Kegiatan organisasi dll
- Aspek bisnis
b. Aspek profesional (farmasi klinik)
- Pelayanan resep
- Asuhan kefarmasiaan(pharmaceutical care)
- Evaluasi penggunaan obat
- Promosi dan edukasi
- Pemantauan dan pelaporan efek samping obat(ESO)
- Monitoring penggunaan obat
Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat , pelayanan obat atas resep dokter, PIOan obat, bahan obat dan obat tradisional.
ReplyDeletePermenkes 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek dan peraturan lain yang terkait merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan praktek kefarmasian.
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian bertujuan untuk :
- Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
- Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
- Melindungi passien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)
Fungsi apotek secara umum :
- Memberikan layanan kesehatan
- Tempat usaha
Alkes adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat. BMHP adalah alat kesehatan yang di tujukan untuk penggunaan sekali pakai(single use). Perlengkapam apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
PMK No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
Standar pelayanan kefarasian di apotek meliputi standar :
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis habis pakai
- Perencanaan
- Pengadaan
- penerimaan
- Penyimpanan
- Pemusnahan dan penarikan
- Pengendalian
- Pencatatan dan pelaoran
b. Pelayanan farmasi klinik
- Pengkajian dan penyerahan resep
- Dispensing
- PIO (Pelayanan informasi obat)
- Konseling
- Pelayanan kefarmasian di rumah
- PTO (Pemantauan terapi obat)
- MESO (Monitoring efek samping obat)
Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian bahwa pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek yaitu aspek profesional (pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non klinik)
a. Aspek manajerial(non klinik) yaitu :
- Pengelolaan sumber daya manusia
- Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
- Administrasi/pendokumentasian
- Kegiatan organisasi dll
- Aspek bisnis
b. Aspek profesional (farmasi klinik) yaitu :
- Pelayanan resep
- Asuhan kefarmasiaan(pharmaceutical care)
- Evaluasi penggunaan obat
- Promosi dan edukasi
- Pemantauan dan pelaporan efek samping obat(ESO)
- Monitoring penggunaan obat
Sumber daya kefarmasian
1. SDM; Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
2. Sarana dan prasarana; penunjang pelayanan kefarmasian di apotek
Evaluasi mutu pelayanan kefarmasian
1. Mutu manajerial; metode audit, review, observasi
Indikator : kesesuaian proses terhadap standar, efektifitas dan efisiensi
2. Mutu pelayanan farmasi klinik, metode audit, review, survei, observasi,
Indikator : zero defect dari medication error, StandarProsedurOperasional (SPO), Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit, Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik
PMK No.73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek merupakan salah satu peraturan yang dijadikan sebagai standar pelayanan di apotek saat ini, serta UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyatakan bahwa praktik kefarmasian meliputi pengelolaan obat dan pelayanan farmasi klinis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.PP No. 51 Tahun 2000 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan obat yang betujuan untuk pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
ReplyDeleteBerdasarkan PMK No.73 Tahun 2016 tujuan dari standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Secara umum apotek nemiliki dua fungsi yaitu memberikan layanan kesehatan sekaligus tempat usaha yang menerapkan prinsip laba. Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi :
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan
b. Pelayanan farmasi klinik
Pengelolaan sediaan farmasi meliputi :
a. Perencanaan-> memperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
b. Pengadaan-> harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan untuk menjamin kualitas
c. Penerimaan->berguna menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waaktu penyerahan dan harga antara SP dan barang
d. Penyimpanan-> barang harus disimpan dalam wadah asli, jika harus dipindah maka harus dicegah agar tidak terjadi kontaminasi dan harus tertulis nama, nomor batch, dan ED sediaan. Penyimpanan harus dalam kondisi sesuai untuk menjamin stabilitas, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis. Pengeluaran sediaan berdasarkan FIFO dan FEFO
e. Pemusnahan dan Penarikan-> Barang yang telah kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas kesehatan, sedangkan sediaan lain dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain di apotek yang memeiliki SIP yang dibuktikan dengan berita acara. Resep yang lebih dari 5 tahun dimusnahkan dan dibuat berita acara dengan cara dibakar atau cara lainnya. Penarikan dapat dilakukan secara mandatory recall atau voluntary recall
f. Pengendalian-> bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok
g. Pencatatan dan Pelaporan-> pencatatan meliputi pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.
Pelayan farmasi klinik meliputi :
Deletea. Pengkajian Resep (meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis)
b. Dispensing (terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat, selain itu juga swamedikasi)
c. Pelayanan informasi obat ( meliputi menjawab pertanyaan lisan maupun tulisana, membuat buletin/brosur/leaflet, memberikan informasi dan edukasi ke pasien, memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi, melakukan penelitian penggunaan obat, membuat menyampaikan makalah dalam forum ilmiah, melakukan program jaminan mutu)
d. Konseling ( proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarganya)
e. Pelayanan farmasi di rumah (khususnya untuk pasien lansia dan pasien dengan penyakit kronis)
f. Pemantauan Terapi Obat ( untuk pasien anak atau lansia, ibu hamil dan menyusui, menerima obat lebih dari 5 jenis, adanya multidiagnosis, terdapat gangguan fungsi ginjal atau hati, menerima obat indeks terapi sempit dan obat yang diketahui menyebabkan efek samping)
g. Monitoring efek samping obat ( untuk memantau setiap respons obat yang merugikan)
Pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek:
1. Aspek manajerial (meliputi sdm, penggelolaan sedian farmasi, administrasi, kegiatan organisasi dll)
2. Aspek profesional (pelayanan resep, asuahan kefarmasian, EPO, promosi dan edukasi, pemantauan dan pelaporan ESO, monitoring penggunaaan obat)
Sumber daya kefarmasian : dapat terdiri atas apoteker pendamping, tenaga teknis kefarmasian
Sarana dan prasarana: ruang penerimaan resep, ruang pelayanan resep, ruang penyerahan obat, ruang konseling, ruang penyimpanan, ruang arsip
Evaluasi Mutu pelayanan kefarmasian :
A. Mutu Manajerial
1. Metode evaluasi-> Audit, Review, dan observasi
2. Indikator evaluasi-> kesesuaian proses terhadap standar dan efektifitas serta efisiensi
B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
1. Metode Evaluasi-> Audit, review, survei dan observasi
2. Indikator evaluasi-> zero defect dan medication error, SOP sesuai standar, lama waktu pelayanan resep 15-30 menit, dan output pasien seperti kesembuhan pasien
UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 : praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat , pelayanan obat atas resep dokter, PIOan obat, bahan obat dan obat tradisional.
ReplyDeleteApotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat di lakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Apotek merupakan tempat dilkaukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang di perlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
Alkes merupakan instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat. BMHP adalah alat kesehatan yang di tujukan untuk penggunaan sekali pakai(single use). Perlengkapam apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
PMK No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
Standar pelayanan kefarasian di apotek meliputi standar :
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis habis pakai
- Perencanaan
- Pengadaan
- penerimaan
- Penyimpanan
- Pemusnahan dan penarikan
- Pengendalian
- Pencatatan dan pelaoran
b. Pelayanan farmasi klinik
- Pengkajian dan penyerahan resep
- Dispensing
- Pelayanan informasi obat
- Konseling
- Pelayanan kefarmasian di rumah
- Pemantauan terapi obat
- Monitoring efek samping obat
Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian bahwa pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek yaitu aspek profesional (pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non klinik)
a. Aspek manajerial(non klinik)
- Pengelolaan sumber daya manusia
- Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
- Administrasi/pendokumentasian
- Kegiatan organisasi dll
- Aspek bisnis
b. Aspek profesional (farmasi klinik)
- Pelayanan resep
- Asuhan kefarmasiaan(pharmaceutical care)
- Evaluasi penggunaan obat
- Promosi dan edukasi
- Pemantauan dan pelaporan efek samping obat(ESO)
- Monitoring penggunaan obat
SDM :
DeleteApoteker dapat di bantu oleh apoteker pendamping atau TTK yang memiliki surat tanda registrasi (STRA) dan (SIPA)
Dalamarmasiaan
melakukan pelayanan kefarmasian apoteker harus memenuhi kriteria
a. Persyaratan administrasi
b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik dan tanda mengenal
c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan
d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri
e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang-undangan, sumpah apoteker, standar profesi.
Seorangapoteker harus menjalankan peran
a. Pemberi layanan
b. Pengambilan keputusan
c. Komunikator
d. Pemimpin
e. Pengelola
f. Pembelajar seumur hidup
g. Peneliti
Sarana dan prasarana
a. Ruang penerimaan resep
b. Ruang pelayanan resep dan peracikan
c. Ruang penyerahan obat
d. Ruang konseling
e. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP
f. Ruang arsip
Evaluais mutu pelayanan kefarmasiaan
A. Mutu manajerial
1. Metode evaluasi
- Audit
- Review
- Observasi
2. Indikator evaluasi mutu
- Kesesuaian proses terhadap standar
- Efektifitas dan efisiensi
B. Mutu pelayanan farmasi klinik
1. Metode evaluasi mutu
- Audit
- Review
- Survei
- Observasi
2. Indikator evaluasi mutu
- Pelayanan farmasi klinik
- Standar prosedur operasional
- Lama waktu pelayanan resep 15-30 menit
- Keluhan pelayanan kefarmasian secara klinik
Nama : Clara Maretta Halim
ReplyDeleteNIM : I4041222047
Kelompok 8
UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat , pelayanan obat atas resep dokter, PIOan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat di lakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Apotek merupakan tempat dilkaukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang di perlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
Alkes adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat. BMHP adalah alat kesehatan yang di tujukan untuk penggunaan sekali pakai(single use). Perlengkapam apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
PMK No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi standar:
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
- Perencanaan (berdasarkan pola penyakit, konsumsi budaya dan kemampuan masyarakat)
- Pengadaan (melalui jalur resmi sesuai peraturan perundang-undangan)
- Penerimaan
- Penyimpanan (obat harus disimpan pada kondisi yang terjamin stabil dan aman, pengeluaran obat dengan sistem FEFO atau FIFO)
- Pemusnahan dan penarikan (dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Obat narkotik dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinkes Kota/Kabupaten, sedangkan psikotropika hanya apoteker dan tenaga kefarmasian lain. Resep disimpan selama 5 tahun)
- Pengendalian (dapat dilakukan dengan menggunakan kartu stok)
- Pencatatan dan Pelaporan (pelaporan internal: pelaporan keuangan, barang, dll, laporan eksternal: pelaporan obat narkotika dan psikotropika dll)
2. Pelayanan farmasi klinik
- Pengkajian Resep (administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis)
- Dispensing (menyiapkan obat, peracikan, memberikan etiket, memeriksa Kembali, menyerahkan dan pemberian informasi obat, dan swamedikasi)
- Pelayanan informasi obat (menjawab pertanyaan lisan maupun tulisan, membuat buletin/brosur/leaflet, memberikan informasi dan edukasi ke pasien, memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi, melakukan penelitian penggunaan obat, membuat menyampaikan makalah dalam forum ilmiah, melakukan program jaminan mutu)
- Konseling ( proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarganya)
- Pelayanan farmasi di rumah/ home pharmacy care (khususnya untuk pasien lansia dan dengan penyakit kronis)
- Pemantauan Terapi Obat ( untuk pasien anak atau lansia, ibu hamil dan menyusui,dsb)
- Monitoring efek samping obat (pemantauan setiap respon obat yang merugikan)
Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian bahwa pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek yaitu:
Delete1. Aspek manajerial (non klinik)
- pengelolaan SDM
- penggelolaan sediaan farmasi dan perbekalan keseharan
- administrasi
- kegiatan organisasi
- aspek bisnis
2. Aspek profesional (farmasi klinik)
- pelayanan resep
- asuhan kefarmasian
- evaluasi penggunaan obat (EPO)
- promosi dan edukasi
- pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO)
- monitoring penggunaaan obat/PMR
Sumber daya kefarmasian
a. Sumber Daya Manusia: apoteker, apoteker pendamping, tenaga teknis kefarmasian
b. Sarana dan prasarana: ruang penerimaan resep, ruang pelayanan resep dan peracikan, ruang penyerahan obat, ruang konseling, ruang penyimpanan, ruang arsip
Evaluasi Mutu pelayanan kefarmasian :
A. Mutu manajerial
1. Metode evaluasi
- Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan, contohnya audit sediaan farmasi, alkes, BMHP, audit kesesuaian SPO, audit keuangan
- Review yaitu tinjauan/ kajian pelaksanaan pelayanan kefarmasian, contohnya pengkajian obat fast/slow moving
- Observasi contohnya observasi penyimpanan obat, proses transaksi, ketertiban dokumentasi
2. Indikator evaluasi mutu
- kesesuaian proses terhadap standar
- efeketifitas dan efisiensi)
B. Mutu pelayanan farmasi klinik
1. Metode evaluasi mutu
- audit
- review
- survey
- obsevasi
2. Indikator evaluasi mutu
- pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dan medication error,
- SPO
- Lama waktu pelayanan 15-30 menit
- Keluaran pelayanan farmasi berupa kesembuhan, pengurangan atau hilangnya gejala, dll)
Nama : Danang Sigit Widianto
ReplyDeleteNIM : I4041222032
PMK No.73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek merupakan salah satu peraturan yang dijadikan sebagai standar pelayanan di apotek saat ini, serta UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyatakan bahwa praktik kefarmasian meliputi pengelolaan obat dan pelayanan farmasi klinis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.PP No. 51 Tahun 2000 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan obat yang betujuan untuk pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Berdasarkan PMK No.73 Tahun 2016 tujuan dari standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Secara umum apotek nemiliki dua fungsi yaitu memberikan layanan kesehatan sekaligus tempat usaha yang menerapkan prinsip laba. Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi :
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan
b. Pelayanan farmasi klinik
Pengelolaan sediaan farmasi meliputi :
a. Perencanaan-> memperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
b. Pengadaan-> harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan untuk menjamin kualitas
c. Penerimaan->berguna menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waaktu penyerahan dan harga antara SP dan barang
d. Penyimpanan-> barang harus disimpan dalam wadah asli, jika harus dipindah maka harus dicegah agar tidak terjadi kontaminasi dan harus tertulis nama, nomor batch, dan ED sediaan. Penyimpanan harus dalam kondisi sesuai untuk menjamin stabilitas, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis. Pengeluaran sediaan berdasarkan FIFO dan FEFO
e. Pemusnahan dan Penarikan-> Barang yang telah kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas kesehatan, sedangkan sediaan lain dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain di apotek yang memeiliki SIP yang dibuktikan dengan berita acara. Resep yang lebih dari 5 tahun dimusnahkan dan dibuat berita acara dengan cara dibakar atau cara lainnya. Penarikan dapat dilakukan secara mandatory recall atau voluntary recall
f. Pengendalian-> bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok
g. Pencatatan dan Pelaporan-> pencatatan meliputi pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.
Livia
ReplyDeleteI4041222027
UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyatakan bahwa praktek kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan farmasi klinis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
PP No. 51 tahun 2000 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian meliputi pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Peran apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksinya yaitu PIO dan konseling.
PMK No.73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Tujuan pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek yaitu: meningkatkan mutu pelayanan, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional (patient safety).
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes, dan BMHP
a. Perencanaan: memperhatikan pola konsumsi, penyakit, budaya dan kemampuan masyarakat
b. Pengadaan: harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan untuk menjamin kualitas
c. Penerimaan: untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga antara SP dan fisik barang
d. Penyimpanan: harus disimpan dalam wadah asli, jika harus dipindah maka harus dicegah agar tidak terjadi kontaminasi dan harus tertulis nama, nomor batch, dan ED sediaan. Penyimpanan harus pada kondisi yang sesuai untuk menjamin keamanan dan stabilitas, sistem penyimpanan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi serta disusun alfabetis. Pengeluaran obat menggunakan sistem FEFO dan FIFO
e. Pemusnahan dan Penarikan: Obat kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan. Narkotika dan psikotropika harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan Dinkes Kab/Kota, sedangkan selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain di apotek yang memiliki SIP/SIK serta dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
Resep yang >5 tahun dapat dimusnahkan dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain, yang dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek serta dibuktikan dengan berita acara. Pemusnahan resep dilaporkan kepada Dinkes Kab/Kota. Penarikan sediaan farmasi dapat dilakukan secara mandatory recall (perintah penarikan oleh BPOM) atau voluntary recall (penarikan oleh pemilik izin edar). Penarikan Alkes dan BMHP dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
f. Pengendalian: untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, dan kehilangan sediaan dengan menggunakan kartu stok dengan cara manual atau elektronik.
g. Pencatatan dan Pelaporan: pencatatan meliputi pengadaan (SP, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lain. Pelaporan meliputi internal dan eksternal. Pelaporan internal meliputi keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal meliputi pelaporan narkotika dan psikotropika.
Nama : Harli Frimana (I4041222028)
ReplyDeleteKelompok 4
Berdasarkan UU No.36 tahun 2009 pasal 108 Praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat , pelayanan obat atas resep dokter, PIO obat, bahan obat dan obat tradisional.
Apotek merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya.
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang di perlukan untuk menyelenggarakan upaya Kesehatan
Alkes adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat.
BMHP adalah alat kesehatan yang di tujukan untuk penggunaan sekali pakai(single use). Perlengkapam apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Berdasarkan PMK No 73 tahun 2016 pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan :
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi standar:
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, yang meliputi : Perencanaan; Pengadaan; Penerimaan; Penyimpanan; Pemusnahan dan penarikan; Pengendalian; Pencatatan dan Pelaporan
2. Pelayanan farmasi klinik, meliputi : Pengkajian Resep; Pelayanan informasi obat; Konseling; Pelayanan farmasi di rumah/ home pharmacy care; Pemantauan Terapi Obat; Monitoring efek samping obat
Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian bahwa pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek yaitu:
1. Aspek manajerial (non klinik), meliputi : pengelolaan SDM; penggelolaan sediaan farmasi dan perbekalan keseharan; administrasi; kegiatan organisasi; aspek bisnis
2. Aspek profesional (farmasi klinik) meliputi : pelayanan resep; asuhan kefarmasian; evaluasi penggunaan obat (EPO); promosi dan edukasi; pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO); monitoring penggunaaan obat/PMR
Sumber daya kefarmasian
a. Sumber Daya Manusia: apoteker, apoteker pendamping, tenaga teknis kefarmasian
b. Sarana dan prasarana: ruang penerimaan resep, ruang pelayanan resep dan peracikan, ruang penyerahan obat, ruang konseling, ruang penyimpanan, ruang arsip
Evaluasi Mutu pelayanan kefarmasian :
A. Mutu manajerial
1. Metode evaluasi, terdiri dari : Audit; Review; dan Observasi
2. Indikator evaluasi mutu, terdiri dari : kesesuaian proses terhadap standar; efeketifitas dan efisiensi
B. Mutu pelayanan farmasi klinik
1. Metode evaluasi mutu, terdiri dari : audit; review; survey; dan obsevasi
2. Indikator evaluasi mutu
- pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dan medication error,
- Sesuai SPO
- Lama waktu pelayanan 15-30 menit
- Keluaran pelayanan farmasi berupa kesembuhan, pengurangan atau hilangnya gejala, dll)
Nama : Inka Christi Willia
ReplyDeleteNIM : I4041222026
Kelompok : 4
UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PMK No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
3. Melindungi_pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Pengelolahan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP meliputi;
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
5. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out)
e. Pemusnahan dan penarikan
1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.
2. Resep disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
3. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
5. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
f. Pengendalian
Pengendalian sedaan farmasi, Alkes, dan BMHP dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes, dan BMHP meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
Nama : Umi Khairiyah (I4041222030)
ReplyDeleteKelompok : 4
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran Obat, pengelolaan Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat, serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien.
PMK No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan peraturan-peraturan lain yang terkait. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian (baik berupa sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana) yang berorientasi kepada keselamatan pasien. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
Secara umum apotek mempunyai dua fungsi, yaitu memberikan layanan kesehatan, sekaligus tempat usaha yang menerapkan prinsip laba
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
b. Pelayanan farmasi klinik.
PMK No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan peraturan-peraturan lain yang terkait. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Secara umum apotek mempunyai dua fungsi, yaitu memberikan layanan kesehatan, sekaligus tempat usaha yang menerapkan prinsip laba.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:
a. Perencanaan
b. Pengadaan
c. Penerimaan
d. Penyimpanan
e. Pemusnahan dan Penarikan
f. Pengendalian
g. Pencatatan dan Pelaporan
2. Pelayanan Farmasi Klinik
Deletea. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
b. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
d. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian bahwa Pelayanan Kefarmasian terdiri atas :
1. Aspek Manajerial (Non Klinik) meliputi:
a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM);
b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan;
c. Administrasi/Pendokumentasian
d. Kegiatan organisasi, dll.
e. Aspek bisnis
2. Aspek Profesional (Farmasi Klinik) yang terdiri dari kegiatan:
Aspek pekerjaan kefarmasian:
a. Pelayanan resep
b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care):
c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
d. Promosi dan Edukasi;
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO);
f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record);
g. Dll.
A. Sumber Daya Manusia
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
B.Sarana dan Prasarana
Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan Resep
2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan
3. Ruang penyerahan Obat
4. Ruang konseling
5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
6. Ruang arsip
Evaluasi mutu di Apotek dilakukan terhadap:
A. Mutu Manajerial
1. Metode Evaluasi
a. Audit
b. Review
c. Observasi
2. Indikator Evaluasi Mutu
B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
1. Metode Evaluasi Mutu
a. Audit
b. Review
c. Survei
d. Observasi
2. Indikator Evaluasi Mutu