Widget HTML Atas

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek: Aspek Manajerial Apotek (Non-klinik) dan Aspek Profesional (Pelayanan Farmasi Klinik)

 

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek:

Aspek Manajerial Apotek (Non-klinik) dan Aspek Profesional (Pelayanan Farmasi Klinik)

-Hadi Kurniawan-


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan, Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran Obat, pengelolaan Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat, serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi Obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan.

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Selain itu, apotek merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Apoteker adalah sarana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.

Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.

Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu/kualitas kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.

Informasi lebih lanjut dapat disimak di PMK No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan peraturan-peraturan lain yang terkait. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:

a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;

b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan

c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).


Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian (baik berupa sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana) yang berorientasi kepada keselamatan pasien. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.

Secara umum apotek mempunyai dua fungsi, yaitu memberikan layanan kesehatan, sekaligus tempat usaha yang menerapkan prinsip laba. Sisi pengabdian profesi dalam memberikan pelayanan dan aspek bisnis adalah dual fungsi apotek yang tak dapat dipisahkan dan saling mendukung serta dijalankan secara beriringan tanpa meninggalkan salah satunya. Pengelolaan manajemen apotek yang baik diperlukan agar bisa menjalankan bisnis apotek sebab persaingan untuk mendapatkan konsumen semakin kompetitif dan sebaran sarana apotek semakin menjamur. Selain memiliki fungsi bisnis dan ekonomi yang mengharuskan suatu apotek memperoleh laba untuk meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga kelangsungan usahanya, maka apotek juga memiliki fungsi sosial sebagai tempat pengabdian pengabdian dan pengembangan jasa pelayanan pendistribusian dan informasi obat dan perbekalan farmasi. Oleh karenanya apoteker memiliki peran penting sebagai salah satu tenaga kesehatan professional dalam mengelola apotek tidak hanya dari sisi teknis pekerjaan kefarmasian tetapi juga sisi manejemen atau pengelolaan.

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:

a.    Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan

b.    Pelayanan farmasi klinik.


Mari kita bahas, satu per satu, tetap semangat…


Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pertama:

1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:

a. Perencanaan;

Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

b. Pengadaan;

Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

c.  Penerimaan;

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang terteradalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

d. Penyimpanan;

1) Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.

2) Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.

3) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.

4) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.

5) Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out).

e. Pemusnahan dan Penarikan;

1) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir 1.



2) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.


3) Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4) Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.

5) Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.

f.  Pengendalian; dan

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

g. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Sementara Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Sedangkan Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya. Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.



Demikian Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pertama mengenai Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi 7P sebagaimana dijelaskan di atas.


Mari kita lanjutkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian kedua, yaitu:

2. Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pelayanan Farmasi Klinik meliputi:

a.    Pengkajian dan Pelayanan Resep;

Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.

Kajian administratif meliputi:

1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;

2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan

3. tanggal penulisan Resep.

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

1. bentuk dan kekuatan sediaan;

2. stabilitas; dan

3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).

Pertimbangan klinis meliputi:

1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;

2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;

3. duplikasi dan/atau polifarmasi;

4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain);

5. kontra indikasi; dan

6. interaksi.

 

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error). Petunjuk teknis mengenai pengkajian dan pelayanan Resep akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

 

b.    Dispensing;

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:

1) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:

a. menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;

b. mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanandengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dankeadaan fisik Obat.

2) Melakukan peracikan Obat bila diperlukan.

3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:

a. warna putih untuk Obat dalam/oral;

b. warna biru untuk Obat luar dan suntik;

c. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.

4) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:

1) Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep);

2)  Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;

3) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;

4) Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat.

5) Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain;

6) Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil;

7) Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya;

8) Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan);

9) Menyimpan Resep pada tempatnya;

10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir 5.


Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan (minor illness) dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

 

c.    Pelayanan Informasi Obat (PIO);

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:

1) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;

2) Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan);

3) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;

4) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi;

5) Melakukan penelitian penggunaan Obat;

6) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;

7) Melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan Formulir 6.


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat: 

1)  Topik Pertanyaan;

2)  Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;

3)  Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);

4) Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium);

5) Uraian pertanyaan;

6) Jawaban pertanyaan;

7) Referensi;

8) Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker yang  memberikan Pelayanan Informasi Obat;

 

d.    Konseling;

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.

Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui);

2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi);

3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tapering down/off);

4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin);

5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat;

6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Tahap kegiatan konseling:

1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;

2) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, yaitu:

a. Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?

b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?

c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut?

3) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat;

4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat;

5) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tandatangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan Formulir 7.


 

e.    Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi :

1) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan;

2) Identifikasi kepatuhan pasien;

3) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin;

4) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum;

5) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien;

6) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan menggunakan Formulir 8.


 

f.     Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien:

1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui;

2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis;

3) Adanya multidiagnosis;

4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati;

5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit;

6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.

Kegiatan:

1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria;

2) Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain;

3) Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat;

4) Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi;

5) Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki;

6) Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi;

7) Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan menggunakan Formulir 9.


 

g.    Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

Kegiatan:

1)    Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggimengalami efek samping Obat;

2)    Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

3)    Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan menggunakan Formulir 10.


 

Faktor yang perlu diperhatikan:

1)    Kerjasama dengan tim kesehatan lain;

2)    Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

 

Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian bahwa Pelayanan Kefarmasian terdiri atas 2 aspek pelayanan yaitu aspek professional (Pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non-klinik).

         1.     Aspek Manajerial (Non Klinik) meliputi:

a.    Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM);

b.    Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan;

Apotek merupakan sarana kesehatan yang berkewajiban mendistribusikan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang diperlukan oleh masyarakat. Pengelolaan meliputi perencanaan pengadaan, pemesanan, penyimpanan/pergudangan, penjualan, kontrol inventori dan pengelolaan obat rusak/kadaluarsa.

c.    Administrasi/Pendokumentasian

Administrasi diperlukan untuk menampung seluruh kegiatan di apotek dan mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan, meliputi pembukuan, pengarsipan dan pelaporan (keuangan);

Administrasi: buku pembelian barang, buku penerimaan barang, kartu stok/penyimpanan barang (Sistem FIFO, FEFO, dsb) dan pelaporan.

Pengarsipan dan Dokumentasi (misalnya, resep, pencatatan PMR (Patient Medication Record), laporan-laporan, dll.

Pelaporan, penyimpanan dan pemusnahan obat narkotika dan psikotropika.

d.    Kegiatan organisasi, dll.

e.    Aspek bisnis: pemodalan, studi kelayakan, strategi pengembangan, analisis keuangan dan perpajakan.

         2.    Aspek Profesional (Farmasi Klinik) yang terdiri dari kegiatan:

Aspek pekerjaan kefarmasian:

a.    Pelayanan resep

1) Penerimaan resep, skrining: administrasi, farmasetik dan klinis, mengentri dalam komputer untuk mengetahui apakah obat dalam resep tersedia, perhitungan dosis, memberikan harga dan menginformasikan kepada pelanggan.

2) Peracikan, penyiapan obat dan etiket/aturan pakai:

(a) Penyiapan obat berdasarkan resep dokter,

(b) Penyiapan Obat Tanpa Resep serta perbekalan kesehatan lainnya,

b.    Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care):

1) Penyerahan,

2) Komunikasi dan Konseling (Komunikasi, Informasi dan Edukasi/KIE):

(a) Pelayanan Informasi Obat (PIO);

(b) Konseling;

3)    Pelayanan residensial (home care);

c.    Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

d.    Promosi dan Edukasi;

e.    Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO);

f.     Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record);

g.    Dll.

 

Sumber Daya Kefarmasian

Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian (baik berupa sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana) yang berorientasi kepada keselamatan pasien.

A.   Sumber Daya Manusia

Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria:

1. Persyaratan administrasi.

a) Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi;

b) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA);

c) Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku;

d) Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA);

2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.

3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing ProfessionalDevelopment (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang berkesinambungan.

4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri.

5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku.

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu:

1)    Pemberi layanan

Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.

2)    Pengambil keputusan

Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.

3)    Komunikator

Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu, harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.

4)    Pemimpin

Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.

5)    Pengelola

Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Obat.

6)    Pembelajar seumur hidup

Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (ContinuingProfessional Development/CPD).

7)    Peneliti

Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian.

 

B.Sarana dan Prasarana

Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.

Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:

1.    Ruang penerimaan Resep

Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.

2.    Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan Resep, etiket dan label Obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).

3.    Ruang penyerahan Obat

Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat yang dapat digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.

4.    Ruang konseling

Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.

5.    Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.

6.    Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.

 

 

Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian

Evaluasi mutu di Apotek dilakukan terhadap:

    A.   Mutu Manajerial

1. Metode Evaluasi

a. Audit

Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Oleh karena itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis.

Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan hasil pengelolaan.

Contoh:

1.    Audit Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai lainnya (stock opname).

2.    Audit kesesuaian SPO.

3.    Audit keuangan (cash flow, neraca, laporan rugi laba).

b. Review

Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi dan seluruh sumber daya yang digunakan.

Contoh:

1.    Pengkajian terhadap Obat fast/slow moving.

2.    Perbandingan harga Obat.

c. Observasi

Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan Sediaan Farmasi.

Contoh:

1.    Observasi terhadap penyimpanan Obat.

2.    Proses transaksi dengan distributor.

3.    Ketertiban dokumentasi.

 

2. Indikator Evaluasi Mutu

a. kesesuaian proses terhadap standar

b. efektifitas dan efisiensi

 

B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik

1. Metode Evaluasi Mutu

a. Audit

Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan hasil pelayanan farmasi klinik.

Contoh:

1. Audit penyerahan Obat kepada pasien oleh Apoteker

2. Audit waktu pelayanan

b. Review

Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pelayanan farmasi klinik dan seluruh sumber daya yang digunakan.

Contoh: review terhadap kejadian medication error

c. Survei

Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Survei dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap mutu pelayanan dengan menggunakan angket/kuesioner atau wawancara langsung.

Contoh: tingkat kepuasan pasien.

d. Observasi

Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan menggunakan cek list atau perekaman. Observasi dilakukan oleh berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pelayanan farmasi klinik.

Contoh : observasi pelaksanaan SPO pelayanan

2. Indikator Evaluasi Mutu

Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:

a. Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dari medication error;

b. StandarProsedurOperasional (SPO): untuk menjamin mutu pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;

c. Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit;

d. Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit.

 

=======================================

 


Dokumen-dokumen administrasi dan pembukuan di Apotek? (pembukuan apotek, kartu stok, surat pesanan (SP), faktur obat, kertas resep, salinan resep, etiket dan laporan narkotika psikotropika.

Jenis Obat dan Alkes yang ada di Apotek?

(Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat Keras, Obat Wajib Apotek (OWA), Narkotik, Psikotropika, Obat-Obat Tertentu (OOT), Prekursor Farmasi)

Metode-metode Penataan dan Penyimpanan Obat?

Silahkan simak video berikut ini...


=======================================


Selanjutnya Aspek Manajerial di Apotek kali ini akan dibahas pengelolan Narkotika, Psikotropika, Prekursor Farmasi (NPPF) dan Obat-Obat Tertentu (OOT) hingga pengawasannya.

Berdasarkan Permenkes No. 3 tahun 2015 bagaimana Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan NPPF?

Bagaimana Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, NPPF di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Peraturan Badan POM No. 4 tahun 2018?

Bagaimana Pengelolaan OOT (Pengadaan, Penyimpanan, Pembuatan, Penyaluran, Penyerahan, Penanganan Obat Kembalian, Penarikan Kembali Obat, Pemusnahan, Pencatatan dan Pelaporan) berdasarkan PerkaBPOM No. 10 tahun 2019?

Selamat menyaksikan...


_by: HK_

Hadi Kurniawan Apt
Hadi Kurniawan Apt Just Cool Just Smile

67 comments for "Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek: Aspek Manajerial Apotek (Non-klinik) dan Aspek Profesional (Pelayanan Farmasi Klinik)"

  1. Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108, Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan. Pelayanan Farmasi Klinik meliputi Pengkajian dan Pelayanan Resep; dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO); Konseling; Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care); Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
    Seanjutnya pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran Obat, pengelolaan Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat, serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional.
    Pada Peraturan Mentri kesehtan No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan peraturan-peraturan lain yang terkait. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian (baik berupa sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana) yang berorientasi kepada keselamatan pasien.
    Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian bahwa Pelayanan Kefarmasian terdiri atas 2 aspek pelayanan yaitu aspek professional (Pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non-klinik) (meliputi Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan)). Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu Pemberi layanan, Pengambil keputusan, Komunikator, Pemimpin, Pengelola, Pembelajar seumur hidup, dan Peneliti.
    Evaluasi mutu di Apotek dilakukan terhadap Mutu Manajerial, Audit, Survei, dan Observas. Indikator Evaluasi Mutu se[erti . Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dari medication error; StandarProsedurOperasional (SPO);
    Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit; dan Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit.

    ReplyDelete
  2. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
    UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyatakan bahwa praktik kefarmasian meliputi pengelolaan obat dan pelayanan farmasi klinis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
    PP No. 51 Tahun 2000 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan obat yang betujuan untuk pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
    Berdasarkan PMK No.73 Tahun 2016 tujuan dari standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah:
    a. Meningkatkan mutu pelayanan
    b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional (patient safety)

    1. Pengelolaa Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP
    a. Perencanaan-> memperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
    b. Pengadaan-> harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan untuk menjamin kualitas
    c. Penerimaan->berguna menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waaktu penyerahan dan harga antara SP dan barang
    d. Penyimpanan-> barang harus disimpan dalam wadah asli, jika harus dipindah maka harus dicegah agar tidak terjadi kontaminasi dan harus tertulis nama, nomor batch, dan ED sediaan. Penyimpanan harus dalam kondisi sesuai untuk menjamin stabilitas, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis. Pengeluaran sediaan berdasarkan FIFO dan FEFO
    e. Pemusnahan dan Penarikan-> Barang yang telah kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas kesehatan, sedangkan sediaan lain dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain di apotek yang memeiliki SIP yang dibuktikan dengan berita acara. Resep yang lebih dari 5 tahun dimusnahkan dan dibuat berita acara dengan cara dibakar atau cara lainnya. Penarikan dapat dilakukan secara mandatory recall atau voluntary recall
    f. Pengendalian-> bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok
    g. Pencatatan dan Pelaporan-> pencatatan meliputi pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.

    ReplyDelete
    Replies
    1. 2. Pelayanan Farmasi Klinik
      a. Pengkajian dan pelayanan resep-> Pengkajian resep meliputi skrinign administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis
      b. Dispensing-> kegiatan penyiapan, penyerahan, dan pemberian informasi obat.
      c. PIO-> kegiatan yang dilakukan apoteker dalam memberikan informasi obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan bukti terbaik. Informasi berupa dosisi, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode pemberian dan lain-lain.
      d. Konseling-> proses interaktif antara apoteker dengan pasien atau keluarga pasien untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pasien. Kriteria pasien konseling;
      1. Pasien khusus (geriatri, pediatri, gangguan hati, gangguan ginjal, ibu hamil dan menyusui)
      2. Pasien dengan terapi jangka panjang (TB, AIDS)
      3. Pasien dengan obat instruksi khusus (tappering off obat kortikosteroid)
      4. Pasien dengan indeks terapi sempit (digoksin)
      5. Pasien dengan polifarmasi
      6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah
      e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)-> kunjungan kerumah khusunya untuk pasien lansia dan penyakit kronis
      f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)-> bertujuan untuk memastikan pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping
      g. Monitoring Efek Samping Obat-> pemantauan efek yang merugikan atau yang tidak diharpkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.

      Aspek Pelayanan terbagi menjadi 2, yaitu:
      1. Aspek Manajerial (non klinik)
      a. Pengelolaan SDM
      b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
      c. Administrasi/Pendokumentasian
      d. Kegiatan organisasi
      e. Aspek bisnis
      2. Aspek Profesional
      a. Pelayanan resep
      b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
      c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
      d. Promosi dan Edukasi
      e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
      f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record)

      Sumber Daya Kefarmasian
      A. SDM-> Dilakukan oleh apoteker yang dibantuk oleh apoteker pendamping dan/atau TTK yang memiliki STRA dan SIPA
      B. Sarana dan Prasarana
      Sarana dan prasarana diapotek terdiri dari:
      1. Ruang penerimaan resep
      2. Ruang pelayanan resep dan peracikan
      3. Ruang penyerahan obat
      4. Ruang konseling
      5. Ruang penyimpanan
      6. Ruang arsip

      Evaluasi Mutu Pelayanan
      A. Mutu Manajerial
      1. Metode evaluasi-> Audit, Review, dan observasi
      2. Indikator evaluasi-> kesesuaian proses terhadap standar dan efektifitas serta efisiensi
      B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
      1. Metode Evaluasi-> Audit, review, survei dan observasi
      2. Indikator evaluasi-> zero defect dan medication error, SOP sesuai standar, lama waktu pelayanan resep 15-30 menit, dan output pasien seperti kesembuhan pasien

      Delete
  3. Undang-undang No36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat , pelayanan obat atas resep dokter, PIOan obat, bahan obat dan obat tradisional.
    Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat di lakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Apotek merupakan tempat dilkaukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang di perlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
    Alkes adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat. BMHP adalah alat kesehatan yang di tujukan untuk penggunaan sekali pakai(single use). Perlengkapam apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
    Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
    PMK No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
    a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
    b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
    Standar pelayanan kefarasian di apotek meliputi standar :
    a. Pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis habis pakai
    - Perencanaan
    - Pengadaan
    - penerimaan
    - Penyimpanan
    - Pemusnahan dan penarikan
    - Pengendalian
    - Pencatatan dan pelaoran
    b. Pelayanan farmasi klinik
    - Pengkajian dan penyerahan resep
    - Dispensing
    - Pelayanan informasi obat
    - Konseling
    - Pelayanan kefarmasian di rumah
    - Pemantauan terapi obat
    - Monitoring efek samping obat

    Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian bahwa pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek yaitu aspek profesional (pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non klinik)
    a. Aspek manajerial(non klinik)
    - Pengelolaan sumber daya manusia
    - Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
    - Administrasi/pendokumentasian
    - Kegiatan organisasi dll
    - Aspek bisnis
    b. Aspek profesional (farmasi klinik)
    - Pelayanan resep
    - Asuhan kefarmasiaan(pharmaceutical care)
    - Evaluasi penggunaan obat
    - Promosi dan edukasi
    - Pemantauan dan pelaporan efek samping obat(ESO)
    - Monitoring penggunaan obat

    ReplyDelete
  4. Sumber daya kefarmasiaan
    Apoteker dapat di bantu oleh apoteker pendamping atau TTK yang memiliki surat tanda registrasi (STRA) dan (SIPA)
    Dalamarmasiaan
    melakukan pelayanan kefarmasian apoteker harus memenuhi kriteria
    a. Persyaratan administrasi
    b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik dan tanda mengenal
    c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan
    d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri
    e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang-undangan, sumpah apoteker, standar profesi.

    Seorangapoteker harus menjalankan peran
    a. Pemberi layanan
    b. Pengambilan keputusan
    c. Komunikator
    d. Pemimpin
    e. Pengelola
    f. Pembelajar seumur hidup
    g. Peneliti
    Sarana dan prasarana
    a. Ruang penerimaan resep
    b. Ruang pelayanan resep dan peracikan
    c. Ruang penyerahan obat
    d. Ruang konseling
    e. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP
    f. Ruang arsip

    Evaluais mutu pelayanan kefarmasiaan
    A. Mutu manajerial
    1. Metode evaluasi
    - Audit
    - Review
    - Observasi
    2. Indikator evaluasi mutu
    - Kesesuaian proses terhadap standar
    - Efektifitas dan efisiensi
    B. Mutu pelayanan farmasi klinik
    1. Metode evaluasi mutu
    - Audit
    - Review
    - Survei
    - Observasi
    2. Indikator evaluasi mutu
    - Pelayanan farmasi klinik
    - Standar prosedur operasional
    - Lama waktu pelayanan resep 15-30 menit
    - Keluhan pelayanan kefarmasian secara klinik







    ReplyDelete
  5. UU nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 dan Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian.
    Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
    Permenkes 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek dan peraturan lain yang terkait merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan praktek kefarmasian.
    Pengaturan standar pelayanan kefarmasian bertujuan untuk :
    - Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
    - Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    - Melindungi passien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)
    Fungsi apotek secara umum :
    - Memberikan layanan kesehatan
    - Tempat usaha
    Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
    1. Pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP
    a. Perencanaan; memperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya, dan kemampuan masyarakat
    b. Pengadaan; melalui jalur resmi sesuai ketentuan UU
    c. Penerimaan; menjamin kesesuaian yang tertera dalam SP dengan kondisi fisik yang diterima
    d. Penyimpanan;
    e. Pemusnahan dan penarikan
    - Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinkes Kab/kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki SIP atau SIK. Pemusnahan dibuktikan dengan BA pemusnahan
    - Resep yang disimpan lebih dari 5 tahun dapat dimusnahkan oleh apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara lain yang dibuktikan dengan BA pemusnahan resep dan dilaporkan ke Dinkes kab/kota.
    - Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar secara mandatory recall atau voluntary recall
    f. Pengendalian; mempertahankan jenis dan jumlah persediaan
    g. Pencatatan dan pelaporan; dilakukan pada setiap proses pengelolaan

    ReplyDelete
    Replies
    1. 2. Pelayanan farmasi klinik
      a. Pengkajian dan pelayanan resep; administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis
      b. Dispensing
      c. PIO
      d. Konseling
      e. Home pharmacy care
      f. PTO
      g. MESO
      Aspek pelayanan kefarmasian:
      1. Aspek manajerial (non-klinik), meliputi : pengelolaan SDM, pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan, administrasi/dokumentasi, organisasi dan bisnis
      2. Aspek professional (farmasi klinik)/pelayanan kefarmasian, meliputi : pelayanan resep, asuhan kefarmasian (pharmaceutical care), evaluasi penggunaan obat (EPO), promosi dan edukasi, pemantauan dan pelaporan efek samping obat, monitoring penggunaan obat (PMR)
      Sumber daya kefarmasian
      1. SDM; Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
      2. Sarana dan prasarana; penunjang pelayanan kefarmasian di apotek
      Evaluasi mutu pelayanan kefarmasian
      1. Mutu manajerial; metode audit, review, observasi
      Indikator : kesesuaian proses terhadap standar, efektifitas dan efisiensi
      2. Mutu pelayanan farmasi klinik, metode audit, review, survei, observasi,
      Indikator : zero defect dari medication error, StandarProsedurOperasional (SPO), Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit, Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik.

      Delete
  6.  Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 108 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat dari resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional dimana harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat dari resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
     Pekerjaan kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan yaitu Apoteker. Apoteker berperan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan.
     Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu/kualitas kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.

    A. Standar Pelayanan Kefarmasian
    Informasi mengenai standar pelayanan kefarmasian di Apotek dapat dilihat pada PMK No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan peraturan-peraturan lain yang terkait.
    Tujuan pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
    a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
    b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
    Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian (baik berupa sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana) yang berorientasi kepada keselamatan pasien. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
    Fungsi Apotek secara umum adalah memberikan layanan kesehatan dan juga tempat usaha yang menerapkan prinsip laba.
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:
    a. Perencanaan berdasarkan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
    b. Pengadaan harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
    c. Penerimaan yang merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang terteradalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
    d. Penyimpanan:
    • Disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Wadah harus memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
    • Terjamin kemanan dan stabilitasnya
    • Tidak terkontaminasi atau bercampur barang lainnya
    • Berdasarkan bentuk sediaan dan kelas terapi serta alfabetis
    • System FEFO dan FIFO
    e. Pemusnahan dan Penarikan berdasarkan jenis dan bentuk sediaan (Narkotika dan Psikotropika dimusnahkan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) serta resep yang sudah lebih dari 5 tahun.
    f. Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan

    ReplyDelete
    Replies
    1. g. Pencatatan dan Pelaporan
      • Pencatatan: pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan
      • Pelaporan: pelaporan internal (keuangan, baran dan lainnya) dan eksternal (SIPNAP dan lainnya).

      2. Pelayanan Farmasi Klinik
      a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
      • Kajian administratif
      - Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
      - Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf
      - Tanggal penulisan Resep.
      • Kajian kesesuaian farmasetik
      - Bentuk dan kekuatan sediaan
      - Stabilitas
      - Kompatibilitas (ketercampuran Obat).
      • Kajian klinis
      - Ketepatan indikasi dan dosis Obat
      - Aturan, cara dan lama penggunaan Obat
      - Duplikasi dan polifarmasi
      - Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain)
      - Kontra indikasi
      - Interaksi.
      b. Dispensing
      • Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep
      - menghitung jumlah obat sesuai dengan Resep
      - mengambil Obat
      • Meracik obat
      • Memberikan etiket
      • Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat
      c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
      • Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
      • Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan)
      • Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
      • Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi
      • Melakukan penelitian penggunaan Obat
      • Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah
      • Melakukan program jaminan mutu.
      Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat:
      • Topik Pertanyaan
      • Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan
      • Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon)
      • Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium)
      • Uraian pertanyaan
      • Jawaban pertanyaan
      • Referensi
      • Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat
      d. Konseling
      Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
      • Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui)
      • Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi)
      • Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tapering down/off)
      • Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin)
      • Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat
      • Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
      Tahap kegiatan konseling:
      • Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
      • Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, yaitu:
      - Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
      - Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
      - Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut?
      • Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat
      • Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat
      • Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman
      e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
      Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi :
      • Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan
      • Identifikasi kepatuhan pasien
      • Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
      • Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
      • Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
      • Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah

      Delete
    2. f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
      Kriteria pasien:
      • Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui
      • Menerima Obat lebih dari 5 jenis
      • Multidiagnosis
      • Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
      • Menerima Obat dengan indeks terapi sempit
      • Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
      Kegiatan:
      • Memilih pasien yang memenuhi kriteria
      • Mengambil data yang dibutuhkan
      • Melakukan identifikasi masalah terkait Obat
      • Menentukan prioritas masalah
      • Memberikan rekomendasi atau rencana tindak
      • Mengomunikasikan rekomendasi dengan tenaga kesehatan terkait
      • Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat
      g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
      • Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggimengalami efek samping Obat
      • Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
      • Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
      Faktor yang perlu diperhatikan:
      • Kerjasama dengan tim kesehatan lain
      • Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

      B. Pelayanan Kefarmasian
      1. Aspek Manajerial (Non Klinik)
      a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)
      b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
      c. Administrasi/Pendokumentasian
      d. Kegiatan organisasi, dll.
      e. Aspek bisnis: pemodalan, studi kelayakan, strategi pengembangan, analisis keuangan dan perpajakan.
      2. Aspek Profesional (Farmasi Klinik)
      a. Pelayanan resep
      b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
      c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
      d. Promosi dan Edukasi
      e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
      f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record)
      C. Sumber Daya Kefarmasian
      1. Sumber Daya Manusia
      a. Persyaratan administrasi
      • Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
      • Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
      • Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
      • Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
      b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal
      c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing ProfessionalDevelopment (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang berkesinambungan
      d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri
      e. Memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku.
      Peran Apoteker
      a. Pemberi layanan
      b. Pengambil keputusan
      c. Komunikator
      d. Pemimpin
      e. Pengelola
      f. Pembelajar seumur hidup
      g. Peneliti
      2. Sarana dan Prasarana
      a. Ruang penerimaan Resep
      b. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
      c. Ruang penyerahan Obat
      d. Ruang konseling
      e. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
      f. Ruang arsip

      D. Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian
      1. Mutu Manajerial
      a. Metode Evaluasi
      • Audit
      - Audit Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai lainnya (stock opname)
      - Audit kesesuaian SPO
      - Audit keuangan (cash flow, neraca, laporan rugi laba).
      • Review
      - Pengkajian terhadap Obat fast/slow moving
      - Perbandingan harga Obat
      • Observasi
      - Observasi terhadap penyimpanan Obat
      - Proses transaksi dengan distributor
      - Ketertiban dokumentasi.
      b. Indikator Evaluasi Mutu
      • Kesesuaian proses terhadap standar
      • Efektifitas dan efisiensi
      2. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
      a. Metode Evaluasi Mutu
      • Audit
      - Audit penyerahan Obat kepada pasien oleh Apoteker
      - Audit waktu pelayanan
      • Review
      • Survei
      • Observasi
      b. Indikator Evaluasi Mutu
      • Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dari medication error
      • Standar Prosedur Operasional (SPO): untuk menjamin mutu pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
      • Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit
      • Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik

      Delete
  7. Standart pelayanan kefarmasian di Apotek : Aspek Mnajerial Apotek (Non-klinik) dan aspek profesional (pelayanan farmasi klinik)
    Berdasarakan UU No. 36 th 2009 tentang kesehatan pasal 108 : bahwa praktik kefarmasiaan meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengendaan, penyimpanan dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Pelayanan kefarmasian mengalami suatu perubahan yang awal nyan berfokus kepada Pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi :
    - Pelayanan obat
    - Pelayanan farmasi klinik
    Yang bertujuan, meningkatkan kualitas hidup pasien.
    Selanjutnya, peraturan Pemerintah No. 51 th 2009 tentang pekerjaan kefarmasiaan adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat dan obat tradisional.
    Peran apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk informasi :
    - Pemberian informasi obat
    - Konseling (kepada pasien yang membutuhkan)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apotek : sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukak praktik kefarmasian oleh apoteker.
      Apoteker : sarana farmasu yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia.
      Sediaan farmasi adalah obat , bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
      Obat : bahan atau panduan bahan, termasuk produk rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
      Perbekalan kesehatan : adalah semua bahan selain dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
      Alat kesehatan : instrumen, aparatus, mesin dan atau impian yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringkan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia dan atau membentuk struktur dan perbaiki fungsi tubuh.
      BMHP : alat kesehatan yang ditunjukan untuk penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
      Perlengkapan apotek : semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
      Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
      PMK No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek.
      Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
       Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
       Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
       Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien

      Delete
    2. Standar pelayanan kefarasian di apotek meliputi standar :
       Pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis habis pakai
      - Perencanaan
      - Pengadaan
      - Penerimaan
      - Penyimpanan
      - Pemusnahan dan penarikan
      - Pengendalian
      - Pencatatan dan pelaoran
       Pelayanan farmasi klinik
      - Pengkajian dan penyerahan resep
      - Dispensing
      - Pelayanan informasi obat
      - Konseling
      - Pelayanan kefarmasian di rumah
      - Pemantauan terapi obat
      - Monitoring efek samping obat
      Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian bahwa pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek yaitu aspek profesional (pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non klinik)
       Aspek manajerial(non klinik)
      - Pengelolaan sumber daya manusia
      - Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
      - Administrasi/pendokumentasian
      - Kegiatan organisasi
      - Aspek bisnis
       Aspek profesional (farmasi klinik)
      - Pelayanan resep
      - Asuhan kefarmasiaan(pharmaceutical care)
      - Evaluasi penggunaan obat
      - Promosi dan edukasi
      - Pemantauan dan pelaporan efek samping obat(ESO)
      - Monitoring penggunaan obat
      Sumber daya kefarmasian
      1. SDM : Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
      2. Sarana dan prasarana : penunjang pelayanan kefarmasian di apotek
      Evaluasi mutu pelayanan kefarmasian
      • Mutu manajerial : metode audit, review, observasi
      Indikator : kesesuaian proses terhadap standar, efektifitas dan efisiensi
      • Mutu pelayanan farmasi klinik, metode audit, review, survei, observasi,
      Indikator : zero defect dari medication error, StandarProsedurOperasional (SPO), Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit, Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik.

      Delete
  8. UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan obat yang betujuan untuk pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
    Berdasarkan PMK No.73 Tahun 2016 tujuan dari standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah:
    a. Meningkatkan mutu pelayanan
    b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional (patient safety)
    Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
    Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
    1. Pengelolaa Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP
    a. Perencanaan :yang perlu memperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
    b. Pengadaan: harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan
    c. Penerimaan: harus dilakukan verifikasi untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga antara SP dan kondisi fisik barang.
    d. Penyimpanan: barang harus disimpan dalam wadah asli, jika harus dipindah maka harus dicegah agar tidak terjadi kontaminasi dan harus tertulis nama, nomor batch, dan tanggal Exp sediaan. Penyimpanan harus dalam kondisi sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis. Pengeluaran obat berdasarkan FIFO dan FEFO
    e. Pemusnahan dan Penarikan-: Obat yang telah kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas Kesehatan kab/kota, sedangkan sediaan lain dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain di apotek yang memeiliki SIP yang dibuktikan dengan berita acara. Resep yang lebih dari 5 tahun dimusnahkan dan dibuat berita acara dengan cara dibakar atau cara lainnya.Pemusnahahn dan penarikan sediaan farmasi dan BMHP harus sesuai UU. Penarikan dapat dilakukan berdasarkan perintah BPOM/ Inisiasi sukarela pemilik. Penarikan Alkes dan BMPHP dilakukan oleh Mentri
    f. Pengendalian: bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan hal ini untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok manual/elektroik
    g. Pencatatan dan Pelaporan; pencatatan meliputi setiap proses pengelolaan yaitu pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.

    ReplyDelete
    Replies
    1. 2. Pelayanan Farmasi Klinik
      a. Pengkajian dan pelayanan resep: Pengkajian resep meliputi skrinig administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error)
      b. Dispensing kegiatan penyiapan, peracikan, memberikan etiket, memasukan ke dalam wadah yang tepat dan terpisah dengan obat yang berbeda penyerahan, dan pemberian informasi obat. Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi
      c. PIO :kegiatan yang dilakukan apoteker dalam memberikan pelayanan informasi obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan bukti terbaik. Informasi berupa dosisi, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode pemberian, eso dan lain-lain.
      d. Konseling: proses interaktif antara apoteker dengan pasien atau keluarga pasien untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pasien dalam penggunaan oabt. Kriteria pasien konseling;
      1. Pasien khusus (geriatri, pediatri, gangguan hati, gangguan ginjal, ibu hamil dan menyusui)
      2. Pasien dengan terapi jangka panjang (TB, AIDS, epilepsi)
      3. Pasien dengan obat instruksi khusus (penggunaan obat kortikosteroid dengan tapering down/off )
      4. Pasien dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin)
      5. Pasien dengan polifarmasi
      6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah
      e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)-> kunjungan kerumah khusunya untuk pasien lansia dan penyakit kronis
      f. Pemantauan Terapi Obat (PTO): bertujuan untuk memastikan pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping
      g. Monitoring Efek Samping Obat: pemantauan efek yang merugikan atau yang tidak diharpkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.

      Aspek Pelayanan terbagi menjadi 2, yaitu:
      1. Aspek Manajerial (non klinik)
      a. Pengelolaan SDM
      b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
      c. Administrasi/Pendokumentasian
      d. Kegiatan organisasi
      e. Aspek bisnis
      2. Aspek Profesional
      a. Pelayanan resep
      b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
      c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
      d. Promosi dan Edukasi
      e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
      f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record)

      Sumber Daya Kefarmasian
      A. SDM: Dilakukan oleh apoteker yang dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau TTK yang memiliki STRA dan SIPA
      B. Sarana dan Prasarana
      Sarana dan prasarana diapotek terdiri dari:
      1. Ruang penerimaan resep
      2. Ruang pelayanan resep dan peracikan
      3. Ruang penyerahan obat
      4. Ruang konseling
      Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.
      5. Ruang penyimpanan
      Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.
      6. Ruang arsip

      Delete
    2. Evaluasi Mutu Pelayanan
      A. Mutu Manajerial
      1. Metode evaluasi: Audit(Sediaan Farmasi dan BMHP, kesesuain SPO, keuangan), Review(tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar), dan observasi( penyimpanan obat, transaksi dengan distributor, ketertiban dokumentasi )
      2. Indikator evaluasi:kesesuaian proses terhadap standar dan efektifitas serta efisiensi
      B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
      1. Metode Evaluasi- :Audit (penyerahan obat oleh apoteker dan waktu pelayanan), review(cth medication error), survei(pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner cth : tingkat kepuasan pasien )dan observasi (observasi pelaksanaan SPO pelayanan)
      2. Indikator evaluasi: zero defect dan medication error, SOP sesuai standar, lama waktu pelayanan resep 15-30 menit, dan output pasien seperti kesembuhan pasien, memperlambat penyakit dan pencegahan penyakit atau gejala penyakit.

      Delete

  9. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek :

    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, AlKes, dan BMHP meliputi:

    a. Perencanaan:Perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

    b. Pengadaan: Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi

    c. Penerimaan: menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

    d. Penyimpanan
    1) disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
    2) kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
    3) tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya
    4) bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta alfabetis.
    5) FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out).

    e. Pemusnahan dan Penarikan
    1) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.
    2) Resep jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan.

    f. Pengendalian : dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik.

    g. Pencatatan dan Pelaporan : Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

    2. Pelayanan Farmasi Klinik

    Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien untuk meningkatkan kualitas hidup

    Pelayanan Farmasi Klinik meliputi:

    a. Pengkajian dan Pelayanan Resep

    - Kajian administratif meliputi:

    1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;

    2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan

    3. tanggal penulisan Resep.

    - Kajian farmasetik meliputi:
    1. bentuk dan kekuatan sediaan;

    2. stabilitas

    3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).

    - Kajian klinis meliputi:

    1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;

    2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;

    3. duplikasi dan/atau polifarmasi;

    4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain);

    5. kontra indikasi; dan

    6. interaksi.

    b. Dispensing

    1) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep.

    2) Melakukan peracikan Obat bila diperlukan.

    3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:

    a. warna putih untuk Obat dalam/oral;

    b. warna biru untuk Obat luar dan suntik;

    c. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.

    4) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.

    c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

    Merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.

    d. Konseling

    Proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan.
    Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

    1) Pasien kondisi khusus
    2) Pasien dengan terapi jangka panjang/kronis
    3) Pasien dengan obat instruksi khusus
    4) Obat dengan indeks terapi sempit
    5) Pasien dengan polifarmasi

    e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);

    Apoteker diharapkan dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.

    f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan

    Proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

    g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

    Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

    ReplyDelete
  10. PMK No.73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek merupakan salah satu peraturan yang dijadikan sebagai standar pelayanan di apotek saat ini, selain itu juga terdapat beberapa peraturan lainnya yang terkait yaitu UU No. 36 tahun 2009, PP No. 51 Tahun 2009, dsb. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
    a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
    b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
    c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
    Secara umum apotek nemiliki dua fungsi yaitu memberikan layanan kesehatan sekaligus tempat usaha yang menerapkan prinsip laba. Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi :
    a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan
    b. Pelayanan farmasi klinik

    Pengelolaan sediaan farmasi meliputi :
    a. Perencanaan (berdasarkan pola penyakit, konsumsi budaya dan kemampuan masyarakat)
    B. Pengadaan
    C. Penerimaan
    D. Penyimpanan (bisa menggunakan sistem FEFO atau FIFO)
    E. Pemusnahan dan penarikan (dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Obat narkotik dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinkes Kota/Kabupaten, sedangkan psikotropika hanya apoteker dan tenaga kefarmasian lain. Resep disimpan selama 5tahun)
    F. Pengendalian (dapat dilakukan dengan menggunakan kartu stok)
    G. Pencatatan dan Pelaporan ( pelaporan internal meliputi pelaporan keuangan, barang, dll, laporan eksternal meloputi pelaporan obat narkotika dan psikotropika dll)

    Pelayan farmasi klinik meliputi :
    A. Pengkajian Resep (meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis)
    B. Dispensing (terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat, selain itu juga swamedikasi)
    C. Pelayanan informasi obat ( meliputi menjawab pertanyaan lisan maupun tulisana, membuat buletin/brosur/leaflet, memberikan informasi dan edukasi ke pasien, memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi, melakukan penelitian penggunaan obat, membuat menyampaikan makalah dalam forum ilmiah, melakukan program jaminan mutu)
    D. Konseling ( proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarganya)
    E. Pelayanan farmasi di rumah (khususnya untuk pasien lansia dan pasien dengan penyakit kronis)
    F. Pemantauan Terapi Obat ( untuk pasien anak atau lansia, ibu hamil dan menyusui, menerima obat lebih dari 5 jenis, adanya multidiagnosis, terdapat gangguan fungsi ginjal atau hati, menerima obat indeks terapi sempit dan obat yang diketahui menyebabkan efek samping)
    G. Monitoring efek samping obat ( untuk memantau setiap respons obat yang merugikan)

    Pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek:
    1. Aspek manajerial (meliputi sdm, penggelolaan sedian farmasi, administrasi, kegiatan organisasi dll)
    2. Aspek profesional (pelayanan resep, asuahan kefarmasian, EPO, promosi dan edukasi, pemantauan dan pelaporan ESO, monitoring penggunaaan obat)

    Sumber daya kefarmasian : dapat terdiri atas apoteker pendamping, tenaga teknis kefarmasian
    Sarana dan prasarana: ruang penerimaan resep, ruang pelayanan resep, ruang penyerahan obat, ruang konseling, ruang penyimpanan, ruang arsip
    Evaluasi Mutu pelayanan kefarmasian :
    A. Mutu manajerial
    1. Metode evaluasi ( audit yaitu dapat meliputi audit sediaan farmasi, alkes, BMHP, audit kesesuaian SPO, audit keuangan; Review dan Observasi)
    2. Indikator evaluasi mutu (kesesuaian proses terhadap standar, dan efeketifitas dan efisiensi)

    B. Mutu pelayanan farmasi klinik
    1. Metode evaluasi (berupa audit penyerahan obat, audit waktu pelayanan, review, observasi, survei)
    2.indikator ( pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dan medication error, SPO, lama waktu pelayanan 15-30 menit, keluaran pelayanan farmasi berupa kesembuhan, pengurangan ataj hilangnya gejala, dll)

    ReplyDelete
  11. Nama : Yulnalia Mariella Delavega
    NIM : I1022181017
    Kelompok XII

    Undang-Undang_Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian Obat pelayanan Obat atas Resep dokter,_pelayanan informasi Obat serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan _perundang-undangan Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan. begitu pula pada PMK 51 tahun 2009 semakin berfokus pada pelayanan komperhensif,

    PMK No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
    Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
    a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
    b menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
    c melindungi_pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

    Fungsi apotek secara umum :
    - Fungsi bisnis dan ekonomi dengan memperoleh laba dengan peningkatan mutu pelayanan
    - Fungsi sosial tempat mengabdi dan pengembangan jasa pelayanan pendistribusian dan informasi obat dan perbekalan farmasi
    Standar pelayanan kefarmasian di apotek :
    - Pengelolaan sediaan farmasi, al-kes, BMHP
    - Pelayanan farmasi klinik

    A. Pengelolaan sediaan farmasi, Al-Kes, BMHP
    1) Perencanaan : perhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
    2) Pengadaan : menjamin kualitas pelayanan, harus melalui jalur resmi sesuai UU
    3) Penerimaan : menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, mutu, jumlah, waktu penyerahan dan harga dalam surat pesanan
    4) Penyimpanan :
    1) Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
    2) Semua Obat/bahan Obat harus disimpanpada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
    3) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk_penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
    4) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
    5) Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out)
    5) Pemusnahan :
    1). Obat ED atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan.
    Narkotik/psiko dilakukan Aot dan disaksikan DinKes Kab/Kota
    Selain narkotik/psiko dilakukan Apt dan disaksikan tenaga kefarmasian lain yang memiliki SIP/SIK dibuktikan dengan berita acara
    2). Resep yang >5 tahun
    Dilakukan Apt, disaksikan sekurang kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar/pemusnahan lain dan dibuktikan dengan berita acara dilaporkan ke DinKes Kab/Kota
    3). Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. 4) Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
      5) Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
      6) Pengendalian
      - Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan rpengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

      7) Pencatatan dan Pelaporan
      - Pencatatan = pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP meliputi pengadaan (sp, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota/strukpenjualan) dan pencatatan lain.
      - Pelaporan
      Internal = kebutuhan manajemen apotek (keuangan, barang dan laporan lain)
      Eksternal = laporan pemenuhan kewajiban sesuai ketentuan UU (pelaporan narkotika, psikotropika, dan laporan lain)

      B. Pelayanan Farmasi Klinik
      1) Pengkajian dan Pelayanan resep
      - Administratif
      1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan BB
      2. nama dr, SIP, alamt, no.telp dan paraf dr
      3. tgl penulisan

      - Farmasetik
      Bentuk dan kekuatan sediaan
      Stabilitas
      Kompatibilitas (ketercampuran obat)

      - Klinis
      Ketepatan indikasi dan dosis
      Aturan, cara dan lama penggunaan
      Duplikasi/polimerasi
      Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, ES,manifestasi klinis)
      KI dan I

      Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan, pemeriksaan, penyerahan dan PIO. Ketidaksesuaian hubungi dr
      2) Dispensing (penyiapan, penyerahan, PIO)
      - Penyiapan
      Menghitung jumlah dan pengambilan obat memperhatikan nama, ED dan kondisi obat
      - Peracikan
      - Pemberian etiket
      Putih = dalam/oral/melewati kerongkongan
      Biru = luar/suntik
      Label kocok dahulu / habiskan
      - Pengemasan ke wadah yang tepat dan terpisah menghindari penggunaan yang salah
      - PIO
      Periksa kembali ketepatan obat, memanggil nama pasien, memeriksa ulang identitas pasien, menyerahkan obat, PIO terkait nama, manfaat, makanan/minuman yang dihindari, ES, cara penyimpanan, dan penyerahan obat, membuat salinan resep dan paraf Apt (bila perlu), menyimpan resep, mencatat pengobatan pasien
      C. PIO
      Informasi = dosisi, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute, famakokinetik, farmakologi, alternatif, efikasi, keamanan, ES, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika-kimia
      Meliputi :
      1. Menjawab pertanyaan lisan / tulisan
      2. Membuat dan menyebarkan brosur
      3. Memberikan informasi dan edukasi pada pasien
      4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan pada mahasiswa praktek profesi
      5. Melakukan penelitian penggunaan obat
      6. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah
      7. Melakukan program jaminan mutu
      - Hal yang harus diperhatikan
      1. Topik pertanyaan
      2. Tgl dan waktu PIO diberikan
      3. Metode pelayanan
      4. Data pasien
      5. Uraian pertanyaan
      6. Jawaban pertanyaan
      7. Referensi
      8. Medote pemberian jawaban

      Delete
    2. D. Konseling
      Kriteria pasien / keluarga perlu diberi konseling
      1. Pediatric, geriatric, ggn fs hati dana tau ginjal, bumil dan menyusui
      2. Penyakit kronis : TB, DM, AIDS, epilepsy 3. Pasien pakai obat intruksi khusus
      4. Obat dengan indeks terapi sempit : digoksin, fenitoin, teofilin.
      5. Kepatuhan rendah pasien
      6. Pasien dpt obat yg sama
      Tahap konseling :
      a. Pembuka
      b. Three prime questions
      1. Apa yang disampaikan dokter tentang obat?
      2. Apa yang dijelaskan dokter tentang cara pemakaian obat?
      3. Apa yang dijelaskan dokter tentang hasil yang diharapkan setelah menerima terapi?
      c. Menggali informai pasien ttg masalah penggunaan obat
      d. Memberi penjelasan masalah penggunaan obat
      e. Melakukan verifikasi akhir untuk menguji pemahaman pasien. Bukti pasien paham informasi dengan formulir
      E. Pelayanan kefarmasian di rumah
      1. Penilaian masalah pengobatan
      2. Identifikasi kepatuhan pasien
      3. Cara pemakaian obat asma, insulin
      4. Konsultasi masalah obat dan kesehatan
      5. Monitoring
      F.Pemantauan Terapi Obat (PTO)
      Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
      Kriteria pasien:
      1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui;
      2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis;
      3) Adanya multidiagnosis;
      4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati;
      5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit;
      6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
      G. Monitoring efek samping obat (MESO)
      Kegiatan :
      1. Identifikasi obat dan pasien dgn resiko ES tinggi
      2. Mengisi formulir MESO
      3. Melapor ke pusat MESO nasional
      Pelayanan kefarmasian
      1. Aspek manajerial (non-klinik)
      - pengelolaan SDM
      - pengelolaan sediaan farmasi dan perbekelan kesehatan
      - administrasi
      - kegiatan organisasi
      - aspek bisnis
      2. aspek profesional (farmasi klinik)
      - pelayanan resep (pennerimaan dan dispensing)
      - asuhan kefarmasian (konseling, PIO, EPO, ESO, PMR)
      Sumber daya kefarmasian :
      - SDM (diselenggarakan Apoteker berSIA, dibantu APING, dan TTK yang memiliki STRA dan SIPA
      - Sarana dan prasarana
      Meliputi ruangpenerimaan , peracikan, penyerahan, konseling, penyimpnan dan arsip
      Evaluasi Manajerial
      1. Metode Evaluasi
      a. audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis. Dilakukan oleh Apoteker berdasarkan monitoring. Contoh audit sediaan, Al-Kes, BMHP, audit kesesuaian SPO, audit keuangan
      b. Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Contoh pengkajian obat fast/slow moving, perbandingan harga obat
      c. Observasi berdasarkan hasil monitoring seluruh proses pengelolaan. Contoh thd penyimpanan, transaksi dengan distributor, ketertiban dokumentasi
      2. indikator evaluasi mutu
      a. pelayanan klinik diusahakan zero defect dari medication error
      b. SPO menjamin mutu pelayanan sesuai standar
      c. lama waktu pelayanan resep 15-30 menit
      d. keluaran pelayanan berupa kesembuhan, berkurang/hilangnya gejala, pencegahan dan memperlambat perkembangan penyakit

      Delete
  12. Nama : Lulu
    NIM : I1021181016
    Kelompok : 12
    UU No.36 tahun 2009 pasal 108 tentang praktik kefarmasian. PP No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian. PMK No.73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Tujuan pengaturan standar pelayanan kefarmasian di Apotek:
    a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
    b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
    c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

    Fungsi aptek secara umum yaitu memberikan layanan kesehatan sekaligus tempat usaha yang menerapkan prinsip laba. Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi :
    1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
    a. Perencanaan (berdasarkan pola penyakit, konsumsi budaya dan kemampuan masyarakat)
    b. Pengadaan (melalui jalur resmi sesuai peraturan perundang-undangan)
    c. Penerimaan
    d. Penyimpanan (obat harus disimpan pada kondisi yang terjamin stabil dan aman, pengeluaran obat dengan sistem FEFO atau FIFO)
    e. Pemusnahan dan penarikan (dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Obat narkotik dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinkes Kota/Kabupaten, sedangkan psikotropika hanya apoteker dan tenaga kefarmasian lain. Resep disimpan selama 5 tahun)
    f. Pengendalian (dapat dilakukan dengan menggunakan kartu stok)
    g. Pencatatan dan Pelaporan (pelaporan internal: pelaporan keuangan, barang, dll, laporan eksternal: pelaporan obat narkotika dan psikotropika dll)

    2. Pelayanan farmasi klinik
    a. Pengkajian Resep (administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis)
    b. Dispensing (menyiapkan obat, peracikan, memberikan etiket, memeriksa Kembali, menyerahkan dan pemberian informasi obat, dan swamedikasi)
    c. Pelayanan informasi obat (menjawab pertanyaan lisan maupun tulisan, membuat buletin/brosur/leaflet, memberikan informasi dan edukasi ke pasien, memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi, melakukan penelitian penggunaan obat, membuat menyampaikan makalah dalam forum ilmiah, melakukan program jaminan mutu)
    d. Konseling ( proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarganya)
    e. Pelayanan farmasi di rumah/ home pharmacy care (khususnya untuk pasien lansia dan dengan penyakit kronis)
    f. Pemantauan Terapi Obat ( untuk pasien anak atau lansia, ibu hamil dan menyusui,dsb)
    g. Monitoring efek samping obat (pemantauan setiap respon obat yang merugikan)

    Pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek:
    1. Aspek manajerial (pengelolaan sdm, penggelolaan sedian farmasi, administrasi, kegiatan organisasi, aspek bisnis)
    2. Aspek profesional (pelayanan resep, asuhan kefarmasian, EPO, promosi dan edukasi, pemantauan dan pelaporan ESO, monitoring penggunaaan obat/PMR)

    Sumber daya kefarmasian
    a. Sumber Daya Manusia: apoteker, apoteker pendamping, tenaga teknis kefarmasian
    b. Sarana dan prasarana: ruang penerimaan resep, ruang pelayanan resep dan peracikan, ruang penyerahan obat, ruang konseling, ruang penyimpanan, ruang arsip
    Evaluasi Mutu pelayanan kefarmasian :
    A. Mutu manajerial
    1. Metode evaluasi
    a. Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan, contohnya audit sediaan farmasi, alkes, BMHP, audit kesesuaian SPO, audit keuangan
    b. Review yaitu tinjauan/ kajian pelaksanaan pelayanan kefarmasian, contohnya pengkajian obat fast/slow moving
    c. Observasi contohnya observasi penyimpanan obat, proses transaksi, ketertiban dokumentasi

    2. Indikator evaluasi mutu
    a. kesesuaian proses terhadap standar
    b. efeketifitas dan efisiensi)

    B. Mutu pelayanan farmasi klinik
    1. Metode evaluasi mutu
    a. audit
    b. review
    c. survey
    d. obsevasi

    2. Indikator evaluasi mutu
    a. pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dan medication error,
    b. SPO
    c. Lama waktu pelayanan 15-30 menit
    d. Keluaran pelayanan farmasi berupa kesembuhan, pengurangan atau hilangnya gejala, dll)

    ReplyDelete
  13. UU NO.35 PASAL 108 TH. 2009 TENTANG KESEHATAN
    Praktik kefarmasian meliputi Pembuatan, Pendistribusian Obat, Pelayanan Obat. Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan, Pelayanan Kefarmasian telah berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

    PP NO.51 TH.2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN
    Pekerjaan Kefarmasian adalah Pembuatan, Pendistribusian atau penyaluran obat, Pelayanan obat. Pekerjaan Kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga Kesehatan yang yang mempunyai keahlian dan kewenangan. Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk

    • Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya oleh apoteker kepada masyarakat.
    • Apoteker adalah sarana farmasi yang telah tulus Pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan ketarmasian di Indonesia.
    • Sediaan Farmasi adalah obat. Obat adalah bahan atau paduan bahan, yang digunakan untuk penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemuliahn, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
    • Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesenatan.
    • Alat Kesehatan adalah instrumen apparatus mesin dan/atau implant yang tidak mengandung obat
    • Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) adalah alat Kesenatan yang ditujukan untuk penggunan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
    • Perlengkapan apotek adalah semua peralatan_yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan_pelayanan kefarmasian di apotek
    • Pelayanan Kefarrmasian (Pharmaceutical Care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan
    Pertanggung jawab langsung proresi apoteker dalam pekeraan kerarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan farmasi
    • Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien

    PMK NO. 73 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN
    Standar Pelayanan Kefarmasian merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebgai pedoman bagi tenaga kefarmasian.
    Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di Apotek bertujuan untuk :
    a) meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
    b) menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan
    c) melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka
    keselamatan pasien.
    Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan SDM, Sediaan Farmasi Alat Kesehatan, dan BMHP yang aman, bermutu, Demantaat, dan terjangkau. Secara umum, Apotek mempunyai dua fungsi yatu memberikan layanan kesehatan sekaligus tempat usaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi :
      1. Pengelolaan Sediaan Farmasi. Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
      a. Perencanaan, perlu diperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
      b. Pengadaan, harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan untuk menjamin kualitas
      c. Penerimaan, untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga antara SP dan barang yang diterima
      d. Penyimpanan, barang harus disimpan dalam wadah asli, dalam kondisi sesuai untuk menjamin stabilitas, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis. Pengeluaran sediaan berdasarkan FIFO dan FEFO
      e. Pemusnahan dan Penarikan, Barang yang telah kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 tahun dapat dimusnahkan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas Kesehatan. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan dan Penarikan dilakukan sesuai ketentuan Perundang-undangan.
      f. Pengendalian, bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok
      g. Pencatatan dan Pelaporan, pencatatan meliputi pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.
      2. Pelayanan farmasi kinik.
      a. Pengkajian dan Pelayanan Resep, administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).
      b. Dispensing, terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut :
      - Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep
      - Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
      - Memberikan etiket, warna putih untuk Obat dalam/oral; warna biru untuk Obat luar dan suntik; menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi
      - Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.
      c. Pelayanan Informasi Obat (PIO), kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
      d. Konseling, proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
      e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care), melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
      f. Pemantauan Terapi Obat (PTO), proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
      g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO), kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

      Delete
    2. Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian bahwa Pelayanan Kefarmasian terdiri atas 2 aspek :
      1. Aspek Manajerial (Non Klinik) meliputi :
      a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM);
      b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan; meliputi perencanaan pengadaan,
      pemesanan, penyimpanan/pergudangan, penjualan, kontrol inventori dan pengelolaan obat rusak/kadaluarsa.
      c. Administrasi/Pendokumentasian, untuk menampung seluruh kegiatan di apotek dan mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan, meliputi pembukuan, pengarsipan dan pelaporan (keuangan);
      d. Kegiatan organisasi, dll.
      e. Aspek bisnis: pemodalan, studi kelayakan, strategi pengembangan, analisis keuangan dan perpajakan.
      2. Aspek Profesional (Farmasi Klinik) yang terdiri dari kegiatan :
      a. Pelayanan resep
      b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) : Penyerahan, Komunikasi dan Konseling (Komunikasi, Informasi dan Edukasi/KIE), Pelayanan residensial (home care);
      c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
      d. Promosi dan Edukasi
      e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
      f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record)
      SUMBER DAYA KEFARMASIAN
      A. Sumber Daya Manusia
      Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria :
      1. Persyaratan administrasi : memiliki ijazah yang terakreditasi, STRA, Sertifikat Kompetensi, SIPA
      2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
      3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing ProfessionalDevelopment (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang berkesinambungan.
      4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
      5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi yang berlaku.
      Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu Pemberi layanan, Pengambil keputusan, Komunikator, Pemimpin, Pengelola, Pembelajar seumur hidup, Peneliti
      B. Sarana dan Prasarana
      Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi Ruang penerimaan Resep, Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas), Ruang penyerahan Obat, Ruang konseling, Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, Ruang arsip.
      EVALUAIS MUTU PELAYANAN KEFARMASIAAN
      A. Mutu manajerial
      1. Metode evaluasi : Audit, Review, Observasi
      2. Indikator evaluasi mutu : Kesesuaian proses terhadap standar dan Efektifitas dan efisiensi
      B. Mutu pelayanan farmasi klinik
      1. Metode evaluasi mutu : Audit, Review, Survei, Observasi
      2. Indikator evaluasi mutu : Pelayanan farmasi klinik, Standar prosedur operasional, Lama waktu pelayanan resep 15-30 menit, Keluhan pelayanan kefarmasian secara klinik

      Delete
  14. Review factor nonklinis dan klinis
    UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan – pasal 108 – praktek kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamatan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan atas resep dokter, PIO serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional – tenaga ahli kesehatansesuai perundang undangan – sama bunyinya dengan Permenkes No. 51 tahun 2009
    Pelayanan kefarmasian – pelayanan komprehensif meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik – meningkatkan kualitas hidup pasien
    Peran apoteker – dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keteramplan dan perilaku – interaksi langsung dengan pasien – PIO dan konseling
    Apotek – tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker; penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lain kepada masyarakat
    Apoteker – sarjana farmasi yang telah lulus profesi dan mengucapkan sumpah jabatan apoteker
    Sediaan obat - obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika
    Obat – bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologi atau keadaan patologi – diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi
    Perbekalan kesehatan – semua bahan selain bahan obat dan peralatan yang diperlukan dalam mnyelenggarakan upaya kesehatan
    Alat kesehatan – instrument, apparatus, mesin dan/atau implant tidak mengandung obat – mencegah, mendiagnosa, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh
    BMHP – alkes sekali pakai (single use) – daftar produk diatur peraturan perundang undangan
    Perlengkapan apotek – semua peralatan pakai untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek
    Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) – pelayanan langsung dan bertanggng jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil - meningkatkan mutu/kualitas hidup pasien
    Medication record – catatan pengobatan setiap pasien
    PMK No. 73 Than 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek
    Standar pelayanan kefarmasian – tolok ukur – pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang mana bertujuan untuk :
    - Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
    - Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    - Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (pasient safety)




    ReplyDelete
    Replies
    1. *penyelenggaraan terseut harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian dan menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alkes, BMHP yang aman, bermutu, bermanfaat dan terjangkau– tujuan keselamatan pasien
      Fungsi apotek secara umum adalah memberikan layanan kesehatan dan sebagai tempat usaha (laba)
      Selain fungsi bisnis dan ekonomi, juga memiliki fungsisosial – tempat pengapdian dan pengembangan jasa pelayanan pendistribusian dan informasi obat serta perbekalan farmasi – sisi teknis pekerjaan kefarmasian dan menegemen atau pengelolaan
      Pengelolaan sediaan farmasi – permenkes no 73 tahun 2016 – perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian serta pencatatan dan pelaporan
      Perencanaan – pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan daya beli
      Pengadaan – jalur resmi – PBF
      Tahapan proses pengadaan SF – stok yang hampir habis ditulis dibuku defecta -- apoteker menulis obat yang dipesan pada surat pesanan – srat pesanan dikirim ke pbf
      *jenis surat pesanan – biasa, narkotika, psikotrropika dan precursor
      Isi surat pesanan – nama sarans, no. izin , alamat lengkap, nama pemasok/ pbf serta alamat lengkap, no urut, nama kota dan tanggal penulisan, nama, bentuk dan kekuatan sediaan obat
      Penerimaan – pencocokan barang dengan faktur dan surat pesanan – jumlah obat, kondisi obat, batch dan exp. date dan suhu (untuk vaksin)
      Yang berhak menerima obat dari PBF – APA, Apoteker pendamping dan TTK
      *syarat : Apoteker pendamping – SIPA; TTK – SIKTTK; memiliki surat delegasi dari APA
      Penyimpanan – obat atau bahan obat pada wadah asli pabrik, kecuali keadaan darurat (syarat memberi informasi yang jelas- name,batch dan exp.); disusun alfabetis, bentuk sediaan dan suhu penyimpanan kelas terapi; penyimpanan terpisah dengan barang lain; tidak boleh bersentuhan langsung dengan lantai; pengeluaran berdasarkan FEFO/FIFO; look sound alike; disimpan ditempat yang aman; penyimpanan khusus harus disertai thermometer dan dicatat minimal tiga kali dalam 24 jam
      Pemusnahan – obat kadaluarsa ataupun rusak atau dicabut izin edar; obat selain narkotik dan psikotropik – dimusnahkan APA dan disaksikan TK lain; untuk narkotik dan psikotropik – oleh APA dan disaksikan Dinkes daerah
      *membuat berita acara
      Pengendalian – agar tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan sediaan obat – pencatatan kartu stok – mengetahui sisa sediaan, menelusuri jumlah obat yang diterima, mengetahui jumlah obat yang dikeluarkan, hilang/rusak/kadaluarsa serta jangka waktu kekosongan sediaan
      *melakukan stock opname palingsedikit 6 bulan (untk narkotika dan psikotropika minimal sebulan sekali)
      Pencatatan dan pelaporan – secara manual atau elektronik – pengadaan (SP dan faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (struk penjualan) serta pengarsipan resep
      Pelaporan – *Internal – laporan keuangan (pemasokan, pengeluaran, stock opname dan laba-rugi pertahun); * Eksternal – pelaporan penggunaan narkotik dan psikotropika secara online – sipnap 1 bulan sekali (paling lambat setiap tanggal 10 setelah ganti bulan)
      Farmasi klinik – pengkajian resep *skrining administrative, farmasetis dan klinik; dispensing *penyiapan (menghitung kebutuhan jumlah obat dan teliti pengambilan obat; penataan rak; etiket; problema wadah), penyerahan dan pemberian informasi obat; Konseling – proses interaktif apoteker langsung dengan pasient umumnya tatap muka (face to face dan bersifat lisan seperti mentor dan menti) atau elektronik - three prime questions - tujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan pasien – informasi standar; PIO – bersifat edukatif kompleks terhadap audiens – dengan berbagai bentuk dari lisan secara langsung didepan public (masyarakat ataupun sesame rekan kerja), kertas hingga elektronik; Home care – kunjungan rumah; pemantauan terapi obat – geriatric; pediatric dan pasien – pasien khusus lainnya; monitoring side effect drug – pelaporan pasien selama terapi

      Delete
  15. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 108 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat dari resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional dimana harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat dari resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
    Pekerjaan kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan yaitu Apoteker. Apoteker berperan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan.
    Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu/kualitas kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
    PMK No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
    a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
    b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
    Standar pelayanan kefarasian di apotek meliputi standar :
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:
    a. Perencanaan berdasarkan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
    b. Pengadaan harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
    c. Penerimaan yang merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang terteradalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
    d. Penyimpanan:
    • Disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Wadah harus memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
    • Terjamin kemanan dan stabilitasnya
    • Tidak terkontaminasi atau bercampur barang lainnya
    • Berdasarkan bentuk sediaan dan kelas terapi serta alfabetis
    • System FEFO dan FIFO
    e. Pemusnahan dan Penarikan berdasarkan jenis dan bentuk sediaan (Narkotika dan Psikotropika dimusnahkan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) serta resep yang sudah lebih dari 5 tahun.
    f. Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan
    g. Pencatatan dan Pelaporan
    • Pencatatan: pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan
    • Pelaporan: pelaporan internal (keuangan, baran dan lainnya) dan eksternal (SIPNAP dan lainnya).

    ReplyDelete
  16. 2. Pelayanan Farmasi Klinik
    Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
    Pelayanan Farmasi Klinik meliputi:
    a. Pengkajian dan Pelayanan Resep;
    Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi:
    1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
    2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan
    3. tanggal penulisan Resep.
    Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
    1. bentuk dan kekuatan sediaan;
    2. stabilitas; dan
    3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).
    Pertimbangan klinis meliputi:
    1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;
    2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
    3. duplikasi dan/atau polifarmasi;
    4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain);
    5. kontra indikasi; dan
    6. interaksi.
    b. Dispensing;
    Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
    Pelayanan Informasi Obat (PIO);
    Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.


    ReplyDelete
  17. e. Konseling;
    Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions.
    Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
    1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui);
    2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi);
    3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tapering down/off);
    4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin);
    5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat;
    6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
    e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
    Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
    f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
    Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
    Kriteria pasien:
    1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui;
    2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis;
    3) Adanya multidiagnosis;
    4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati;
    5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit;
    6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
    g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
    Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
    Sumber Daya Kefarmasian
    A. SDM-> Dilakukan oleh apoteker yang dibantuk oleh apoteker pendamping dan/atau TTK yang memiliki STRA dan SIPA
    B. Sarana dan Prasarana
    Sarana dan prasarana diapotek terdiri dari:
    1. Ruang penerimaan resep
    2. Ruang pelayanan resep dan peracikan
    3. Ruang penyerahan obat
    4. Ruang konseling
    5. Ruang penyimpanan
    6. Ruang arsip

    Evaluasi Mutu Pelayanan
    A. Mutu Manajerial
    1. Metode evaluasi-> Audit, Review, dan observasi
    2. Indikator evaluasi-> kesesuaian proses terhadap standar dan efektifitas serta efisiensi
    B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
    1. Metode Evaluasi-> Audit, review, survei dan observasi
    2. Indikator evaluasi-> zero defect dan medication error, SOP sesuai standar, lama waktu pelayanan resep 15-30 menit, dan output pasien seperti kesembuhan pasien

    ReplyDelete
  18. NAMA: LAILA QADARIAH
    NIM: I4041202012

    Resume Materi

    A. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk
    1. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
    2. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    3. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

    B. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai -> meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, serta pencatatan dan pelaporan
    2. Pelayanan farmasi klinik -> meliputi Pengkajian dan pelayanan resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

    C. Aspek Pelayanan dalam Pelayanan Kefarmasian
    1. Aspek Manajerial (Non Klinik) meliputi:
    a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)
    b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
    c. Administrasi/Pendokumentasian
    d. Kegiatan organisasi, dll
    e. Aspek bisnis
    2. Aspek Profesional (Farmasi Klinik) meliputi:
    a. Pelayanan resep -> penerimaan resep, peracikan, penyiapan obat
    b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) -> penyerahan, Komunikasi dan Konseling (Komunikasi, Informasi dan Edukasi/KIE), pelayanan residensial (home care)
    c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
    d. Promosi dan Edukasi
    e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
    f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record), dll

    D. Sumber Daya Manusia
    Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
    1. Kriteria Apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian:
    a. Persyaratan administrasi -> memiliki ijazah, STRA, sertifikat kompetensi, dan SIPA
    b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal
    c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan
    d. Mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri
    e. Memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi yang berlaku
    2. Peran Apoteker dalam pelayanan kefarmasian:
    a. Pemberi layanan/Care giver
    b. Pengambil keputusan/Decision maker
    c. Komunikator/Communicator
    d. Pemimpin/Leader
    e. Pengelola/Manager
    f. Pembelajar seumur hidup/Long life learner
    g. Peneliti/Researcher

    E. Sarana dan Prasarana
    Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
    1. Ruang penerimaan Resep
    2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan
    3. Ruang penyerahan Obat
    4. Ruang konseling
    5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
    6. Ruang arsip

    F. Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian
    1. Mutu Manajerial
    a. Metode evaluasi -> audit, review, observasi
    b. Indikator Evaluasi Mutu -> 1)kesesuaian proses terhadap standar, 2)efektifitas dan efisiensi
    2. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
    a. Metode evaluasi -> audit, review, survei, observasi
    b. Indikator Evaluasi Mutu -> 1)Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dari medication error; 2)StandarProsedurOperasional (SPO); 3)Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit; 4)Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit.

    Terima Kasih, Semoga Bermanfaat

    ReplyDelete
  19. NABILA OKTAFIA
    I4041202005

    • Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek:
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP:
    A. Perencanaan
    Perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
    B. Pengadaan
    C. Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi
    Penerimaan: menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
    D. Penyimpanan
    1) disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
    2) kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
    3) tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya
    4) bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta alfabetis.
    5) FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out).
    E. Pemusnahan dan Penarikan
    berdasarkan jenis dan bentuk sediaan (Narkotika dan Psikotropika dimusnahkan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) serta resep yang sudah lebih dari 5 tahun.
    F. Pengendalian
    Dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.
    G. Pencatatan dan Pelaporan
    - Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
    - Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Sedangkan Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.

    2. Dispensing
    Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
    1) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:
    a. menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;
    b. mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanandengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dankeadaan fisik Obat.
    2) Melakukan peracikan Obat bila diperlukan.
    3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
    a. warna putih untuk Obat dalam/oral;
    b. warna biru untuk Obat luar dan suntik;
    c. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
    4) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yangberbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.
    Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:
    1) Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep);
    2) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
    3) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;
    4) Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat.
    5) Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain;
    6) Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil;

    ReplyDelete
    Replies
    1. 3. Pelayanan Informasi Obat
      Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
      Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
      1) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
      2) Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan);
      3) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
      4) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi;
      5) Melakukan penelitian penggunaan Obat;
      6) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
      7) Melakukan program jaminan mutu.
      Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat:
      1) Topik Pertanyaan;
      2) Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;
      3) Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);
      4) Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium);
      5) Uraian pertanyaan;
      6) Jawaban pertanyaan;
      7) Referensi;
      8) Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.

      4. Konseling
      Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.
      Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
      1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui);
      2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi);
      3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tapering down/off);
      4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin);
      5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat;
      6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
      Tahap kegiatan konseling:
      1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
      2) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, yaitu:
      a. Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
      b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
      c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut?
      3) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat;
      4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat;
      5) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tandatangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan
      g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
      Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
      Kegiatan:
      1) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggimengalami efek samping Obat;
      2) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
      3) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
      Faktor yang perlu diperhatikan:
      1) Kerjasama dengan tim kesehatan lain;
      2) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

      Delete
    2. Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian bahwa Pelayanan Kefarmasian terdiri atas 2 aspek pelayanan yaitu aspek professional (Pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non-klinik).
      1. Aspek Manajerial (Non Klinik) meliputi:
      a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM);
      b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan;
      Apotek merupakan sarana kesehatan yang berkewajiban mendistribusikan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang diperlukan oleh masyarakat. Pengelolaan meliputi perencanaan pengadaan, pemesanan, penyimpanan/pergudangan, penjualan, kontrol inventori dan pengelolaan obat rusak/kadaluarsa.
      c. Administrasi/Pendokumentasian
      Administrasi diperlukan untuk menampung seluruh kegiatan di apotek dan mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan, meliputi pembukuan, pengarsipan dan pelaporan (keuangan);
      Administrasi: buku pembelian barang, buku penerimaan barang, kartu stok/penyimpanan barang (Sistem FIFO, FEFO, dsb) dan pelaporan.
      Pengarsipan dan Dokumentasi (misalnya, resep, pencatatan PMR (Patient Medication Record), laporan-laporan, dll.
      Pelaporan, penyimpanan dan pemusnahan obat narkotika dan psikotropika.
      d. Kegiatan organisasi, dll.
      e. Aspek bisnis: pemodalan, studi kelayakan, strategi pengembangan, analisis keuangan dan perpajakan.
      Aspek Profesional (Farmasi Klinik) yang terdiri dari kegiatan:
      Aspek pekerjaan kefarmasian:
      a. Pelayanan resep
      1) Penerimaan resep, skrining: administrasi, farmasetik dan klinis, mengentri dalam komputer untuk mengetahui apakah obat dalam resep tersedia, perhitungan dosis, memberikan harga dan menginformasikan kepada pelanggan.
      2) Peracikan, penyiapan obat dan etiket/aturan pakai:
      (a) Penyiapan obat berdasarkan resep dokter,
      (b) Penyiapan Obat Tanpa Resep serta perbekalan kesehatan lainnya,
      b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care):
      1) Penyerahan,
      2) Komunikasi dan Konseling (Komunikasi, Informasi dan Edukasi/KIE):
      (a) Pelayanan Informasi Obat (PIO);
      (b) Konseling;
      3) Pelayanan residensial (home care);
      c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
      d. Promosi dan Edukasi;
      e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO);
      f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record);
      g. Dll.

      Delete
    3. 5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
      Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi :
      1) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan;
      2) Identifikasi kepatuhan pasien;
      3) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin;
      4) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum;
      5) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien;
      6) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan menggunakan Formulir.
      6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
      Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
      Kriteria pasien:
      1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui;
      2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis;
      3) Adanya multidiagnosis;
      4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati;
      5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit;
      6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
      7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
      Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
      Kegiatan:
      1) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggimengalami efek samping Obat;
      2) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
      3) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan menggunakan Formulir
      • Sarana dan Prasarana
      Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
      1. Ruang penerimaan Resep
      2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan
      3. Ruang penyerahan Obat
      4. Ruang konseling
      5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
      6. Ruang arsip.
      Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian
      A. Mutu manajerial
      • Metode evaluasi
      1. Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Oleh karena itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis.
      2. Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi dan seluruh sumber daya yang digunakan.
      3. Observasi
      Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan Sediaan Farmasi.

      Delete
  20. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 108 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat dari resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional dimana harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Permenkes 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek dan peraturan lain yang terkait merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan praktek kefarmasian.
    Pengaturan standar pelayanan kefarmasian bertujuan untuk :
    -Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
    - Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    - Melindungi passien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan
    1. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
    2. Pengelolaa Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP
    a. Perencanaan :yang perlu memperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
    b. Pengadaan: harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan
    c. Penerimaan: harus dilakukan verifikasi untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga antara SP dan kondisi fisik barang.
    d. Penyimpanan: barang harus disimpan dalam wadah asli, jika harus dipindah maka harus dicegah agar tidak terjadi kontaminasi dan harus tertulis nama, nomor batch, dan tanggal Exp sediaan. Penyimpanan harus dalam kondisi sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis. Pengeluaran obat berdasarkan FIFO dan FEFO


    ReplyDelete
    Replies
    1. e. Pemusnahan dan Penarikan: Obat yang telah kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas Kesehatan kab/kota, sedangkan sediaan lain dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain di apotek yang memeiliki SIP yang dibuktikan dengan berita acara. Resep yang lebih dari 5 tahun dimusnahkan dan dibuat berita acara dengan cara dibakar atau cara lainnya.Pemusnahahn dan penarikan sediaan farmasi dan BMHP harus sesuai UU. Penarikan dapat dilakukan berdasarkan perintah BPOM/ Inisiasi sukarela pemilik. Penarikan Alkes dan BMPHP dilakukan oleh Mentri
      f. Pengendalian: bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan hal ini untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok manual/elektroik
      g. Pencatatan dan Pelaporan; pencatatan meliputi setiap proses pengelolaan yaitu pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.
      2. Pelayanan Farmasi Klinik
      a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
      Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
      Kajian administratif meliputi:
      1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
      2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan
      3. tanggal penulisan Resep.
      Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
      1. bentuk dan kekuatan sediaan;
      2. stabilitas
      3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).
      Pertimbangan klinis meliputi:
      1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;
      2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
      3. duplikasi dan/atau polifarmasi;
      4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain);
      5. kontra indikasi; dan
      6. interaksi.

      Delete
    2. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).
      b. Dispensing;
      Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
      1) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:
      a. menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;
      b. mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanandengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dankeadaan fisik Obat.
      2) Melakukan peracikan Obat bila diperlukan.
      3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
      a. warna putih untuk Obat dalam/oral;
      b. warna biru untuk Obat luar dan suntik;
      c. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
      4) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.
      b. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
      Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
      d. Konseling;
      Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions.
      Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
      1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui);
      2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi);
      3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tapering down/off);
      4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin);
      5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat;
      6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
      e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
      Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi :
      1) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan;
      2) Identifikasi kepatuhan pasien;
      3) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin;
      4) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum

      Delete
    3. 5) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
      6) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah
      f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
      Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
      Kriteria pasien:
      1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui;
      2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis;
      3) Adanya multidiagnosis;
      4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati;
      5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit;
      6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
      g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
      Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
      Kegiatan:
      1) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggimengalami efek samping Obat;
      2) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
      3) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
      berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian bahwa Pelayanan Kefarmasian terdiri atas 2 aspek pelayanan yaitu aspek professional (Pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non-klinik).
      1. Aspek Manajerial (Non Klinik) meliputi:
      a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM);
      b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan;
      c. Administrasi/Pendokumentasiand
      d. Kegiatan organisasi, dll.
      e. Aspek bisnis
      2. Aspek Profesional (Farmasi Klinik) yang terdiri dari kegiatan:
      Aspek pekerjaan kefarmasian:
      a. Pelayanan resep
      b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
      c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
      d. Promosi dan Edukasi;
      e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO);
      f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record);
      Sumber Daya Manusia
      a. Sumber Daya Kefarmasian
      Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
      b. Sarana dan Prasarana
      Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.
      Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
      1. Ruang penerimaan Resep
      2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
      3. Ruang penyerahan Obat
      4. Ruang konseling
      5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
      6. Ruang arsip
      Evaluasi Mutu Pelayanan
      A. Mutu Manajerial
      1. Metode evaluasi
      - Audit
      -Review
      -observasi
      2. Indikator evaluasi
      a. kesesuaian proses terhadap standar
      b. efektifitas serta efisiensi
      B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
      1. Metode Evaluasi
      -Audit
      -review
      -survei
      -observasi
      2. Indikator evaluasi
      a. zero defect dan medication error
      b. SOP sesuai standar
      c. lama waktu pelayanan resep 15-30 menit
      d. Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit

      Delete
  21. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
  22. NAMA :REREN SALWA S
    NIM :I4041202031
    Menurut UU no.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 108 tentang praktik kefarmasian
    menjelaskan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian Obat pelayanan Obat atas resep dokter, pelayanan informasi Obat serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
    Menurut PMK no. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
    Menjelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan obat yang betujuan untuk pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional semakin berfokus pada pelayanan komperhensif,
    Peran Apoteker dituntut untuk interaksi langsung dengan pasien serta meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta perilaku.
    Menurut PMK No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
    Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
    a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
    b menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
    c melindungi_pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
    Fungsi apotek secara umum :
    1. Fungsi bisnis dan ekonomi dengan memperoleh laba dengan peningkatan mutu pelayanan
    2. Fungsi sosial tempat mengabdi dan pengembangan jasa pelayanan pendistribusian dan informasi obat dan perbekalan farmasi
    Standar pelayanan kefarmasian di apotek :
    1.Pengelolaan sediaan farmasi, alke dan BMHP
    2.Pelayanan farmasi klinik
    Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi :
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
    a. Perencanaan (dengan menggunakan metode : konsumsi/ pola penyakit/kemampuan tingkat ekonomi masyarakat)
    b. Pengadaan (dengan melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan untuk menjamin kualitas serta kuantitas drsediaan)
    c. Penerimaan (dengan cara memeriksa serta teliti agar menjamin kesesuaian jenis,spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga antara SP dan barang yang diterima)
    d. Penyimpanan (barang harus disimpan dalam wadah asli, dalam kondisi sesuai untuk menjamin stabilitas, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis)
    Pengeluaran sediaan berdasarkan sistem FIFO dan FEFO
    e. Pemusnahan dan Penarikan barang maupun sediaan (Barang yang telah kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 tahun dapat dimusnahkan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas Kesehatan. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan dan Penarikan dilakukan sesuai ketentuan Perundang-undangan.)
    f. Pengendalian (bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan untuk menghindari overstock, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok
    g. Pencatatan dan Pelaporan (pencatatan meliputi pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok dan kartu stock elektronik), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain.
    Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.

    ReplyDelete
    Replies
    1. nama: reren salwa s
      nim : I4041202031

      2. Pelayanan farmasi kinik.
      a. Pengkajian dan Pelayanan Resep, administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya ketidak sesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.
      Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi:
      1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
      2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf
      3. tanggal penulisan Resep.
      Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
      1. bentuk dan kekuatan sediaan;
      2. stabilitas
      3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).
      Pertimbangan klinis meliputi:
      1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;
      2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
      3. duplikasi dan polifarmasi;
      4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain)
      5. kontra indikasi
      6. interaksi.
      b. Dispensing
      terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut :
      1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep
      2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
      3. Memberikan etiket sesuai dengan bentuk sediaan etiket berwarna putih untuk Obat dalam/oral sedangkan untuk etiket warna biru untuk Obat luar dan suntik serta menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi dan juga emulsi.
      4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.
      c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
      PIO merupakan pemberian informasi obat dari apoteker/TTK ke pasien yang bersifat 1 arah, Dimana biasanya untuk PIO sendiri menginformasikan obat yang di beli dengan cara resep ataupun non.resep

      d. Konseling merupakan proses pemberiaan informasi secara interaktif antara apoteker dengan pasien atau keluarga pasien dengan kondisis tertentu (komunikasi 2 arah), biasanya konseling ini dimana membahas tentang keadaan pasien dalam jangka waktu lama serta pemberian obat yang banyak jumlahnya, karna harus selalu di monitoring.
      Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
      1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui);
      2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi);
      3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tapering down/off);
      4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin);
      5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat;
      6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
      e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care) merupakan pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis biasanya homecare ini di lakukan dimana ingin melihat perkembangan pasien dan juga melihat tingkat kepatuhan pasien yang sedang dimonitoring dan pasien yang tidak dapat berobat sendiri ke apotek, di era covid seperti sekarang homecare tidak di gunakan akan tetapi di ganti dengan telefarmasi
      f. Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan proses memastikan bahwa pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

      Delete
    2. NAMA: REREN SALWA S
      NIM :I4041202031

      Kriteria pasien yang dapat melakukan PTO:
      1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui;
      2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis;
      3) Adanya multidiagnosis;
      4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati;
      5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit;
      6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
      g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
      Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
      Kegiatan yang dilakukan selama MESO :
      1) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggimengalami efek samping Obat;
      2) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
      3) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
      Faktor-faktor yang harus diperhatikan agar kegiatan tetap berjalan dengan lancar:
      1) Kerjasama dengan tim kesehatan lain
      2) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
      berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian bahwa Pelayanan Kefarmasian terdiri atas 2 aspek pelayanan yaitu aspek professional (Pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non-klinik).
      1. Aspek Manajerial (Non Klinik) meliputi:
      a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) (apoteker,aping,ttk dan staff)
      b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
      c. Administrasi/Pendokumentasian
      d. Kegiatan organisasi, dll.
      e. Aspek bisnis
      2. Aspek Profesional (Farmasi Klinik) yang terdiri dari kegiatan:
      Aspek pekerjaan kefarmasian:
      a. Pelayanan resep
      b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
      c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
      d. Promosi dan Edukasi
      e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
      f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record)
      Sumber Daya Manusia
      a. Sumber Daya Kefarmasian
      Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
      b. Sarana dan Prasarana
      Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.
      Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
      1. Ruang penerimaan Resep
      2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
      3. Ruang penyerahan Obat
      4. Ruang konseling
      5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
      6. Ruang arsip
      Evaluasi Mutu Pelayanan
      A. Mutu Manajerial
      1. Metode evaluasi
      - Audit
      -Review
      -observasi
      2. Indikator evaluasi
      a. kesesuaian proses terhadap standar
      b. efektifitas serta efisiensi
      B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
      1. Metode Evaluasi
      -Audit
      -review
      -survei
      -observasi
      2. Indikator evaluasi
      a. zero defect dan medication error
      b. SOP sesuai standar
      c. lama waktu pelayanan resep 15-30 menit
      d. Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit

      Delete
  23. NAMA : RIZKY HUSAIN
    NIM : I4041202016

    PRAKTIK KEFARMASIAN
    Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (UU No.36 Tahun 2009).


    PEKERJAAN KEFARMASIAN
    Pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan obat yang betujuan untuk pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (PP No. 51 Tahun 2009).


    PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN BMHP
    Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan (PMK 73 Tahun 2016).

    A. Perencanaan
    Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

    B. Pengadaan
    Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

    C. Penerimaan
    Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

    D. Penyimpanan
    1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
    2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
    3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
    4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
    5. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out)



    ReplyDelete
    Replies
    1. NAMA : RIZKY HUSAIN
      NIM : I404202016

      LANJUTAN

      E. Pemusnahan dan penarikan
      1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.
      2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
      3. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
      4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
      5. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.

      F. Pengendalian
      Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.

      G. Pencatatan dan Pelaporan
      Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.


      PELAYANAN FARMASI KLINIK
      Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (PMK 73 Tahun 2016).
      Pelayanan farmasi klinik meliputi:
      1. pengkajian dan pelayanan Resep;
      2. dispensing;
      3. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
      4. konseling;
      5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
      6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
      7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).


      SUMBER DAYA MANUSIA
      Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik.

      Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria:
      1. Persyaratan administrasi
      1. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
      2. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
      3. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
      4. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
      2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
      3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang berkesinambungan.
      4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
      5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi.

      Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu:
      1. Pemberi layanan
      2. Pengambil keputusan
      3. Komunikator
      4. Pemimpin
      5. Pengelola
      6. Pembelajar seumur hidup
      7. Peneliti

      Delete
    2. NAMA : RIZKY HUSAIN
      NIM : I4041202016

      LANJUTAN

      EVALUASI MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

      A. Mutu Manajerial

      1. Metode Evaluasi
      a. Audit
      Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Oleh karena itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis.
      Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan hasil pengelolaan.
      b. Review
      Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi dan
      seluruh sumber daya yang digunakan.
      c. Observasi
      Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan Sediaan Farmasi.

      2. Indikator Evaluasi Mutu
      a. kesesuaian proses terhadap standar
      b. efektifitas dan efisiensi


      B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik

      1. Metode Evaluasi Mutu
      a. Audit
      Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan hasil pelayanan farmasi klinik.
      b. Review
      Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pelayanan farmasi klinik dan seluruh sumber daya yang digunakan.
      c. Survei
      Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Survei dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap mutu pelayanan dengan menggunakan angket/kuesioner atau wawancara langsung
      d. Observasi
      Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan menggunakan cek list atau perekaman. Observasi dilakukan oleh berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pelayanan farmasi klinik.

      2. Indikator Evaluasi Mutu
      Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:
      a. Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero deffect dari
      medication error;
      b. Standar Prosedur Operasional (SPO): untuk menjamin mutu pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
      c. Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit.
      d. Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit.

      Delete
  24. Restian Rony Saragi ( I4041202020)
    Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pertama: 1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi: a. Perencanaan; b. Pengadaan; c. Penerimaan; d. Penyimpanan; 1) Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain. Wadah memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. 2) Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya. 3) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi. 4) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis. 5) Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO dan FIFO. e. Pemusnahan dan Penarikan; Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. f. Pengendalian Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan. g. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, AlKes dan BMHP meliputi pengadaan, penyimpanan, penyerahan dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. 2. Pelayanan Farmasi Klinik Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan Farmasi Klinik meliputi: a. Pengkajian dan Pelayanan Resep Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi: 1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat bada 2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf 3. tanggal penulisan Resep. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi 1. bentuk dan kekuatan sediaan 2. stabilitas 3. kompatibilitas (ketercampuran Obat). Pertimbangan klinis meliputi: 1. ketepatan indikasi dan dosis Obat 2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat 3. duplikasi dan/atau polifarmasi 4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain); 5. kontra indikasi 6. interaksi. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. b. Dispensing; Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut: 1) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep: a. menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep b. mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanandengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dankeadaan fisik Obat. 2) Melakukan peracikan Obat bila diperlukan. 3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi a. warna putih untuk Obat dalam/oral b. warna biru untuk Obat luar dan suntik c. menempelkan

    ReplyDelete
    Replies
    1. label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi. 4) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah. Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut: 1) Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep) 2) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien 3) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien 4) Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat. 5) Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain 6) Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil 7) Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya; 8) Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan) 9) Menyimpan Resep pada tempatnya; 10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien c. Pelayanan Informasi Obat (PIO); Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi: 1) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan 2) Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan) 3) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien 4) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi; 5) Melakukan penelitian penggunaan Obat 6) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah 7) Melakukan program jaminan mutu.

      Delete
    2. d. Konseling; Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling: 1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui) 2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi) 3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tapering down/off) 4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin) 5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat; 6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah. Tahap kegiatan konseling: 1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien 2) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, yaitu: a. Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda? b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda? c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut? 3) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat 4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tandatangan pasien sebagai bukti e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care); Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi : 1) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan 2) Identifikasi kepatuhan pasien 3) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin 4) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum 5) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien 6) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian

      Delete
  25. Muhammad Rifky
    Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
    UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyatakan bahwa praktik kefarmasian meliputi pengelolaan obat dan pelayanan farmasi klinis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
    PP No. 51 Tahun 2000 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan obat yang bertujuan untuk pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
    Berdasarkan PMK No.73 Tahun 2016 tujuan dari standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah:
    a. Meningkatkan mutu pelayanan
    b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional (patient safety)

    1. Pengelolaan Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP
    a. Perencanaan-> memperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
    b. Pengadaan-> harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan untuk menjamin kualitas
    c. Penerimaan->berguna menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga antara SP dan barang
    d. Penyimpanan-> barang harus disimpan dalam wadah asli, jika harus dipindah maka harus dicegah agar tidak terjadi kontaminasi dan harus tertulis nama, nomor batch, dan ED sediaan. Penyimpanan harus dalam kondisi sesuai untuk menjamin stabilitas, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis. Pengeluaran sediaan berdasarkan FIFO dan FEFO
    e. Pemusnahan dan Penarikan-> Barang yang telah kedaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas kesehatan, sedangkan sediaan lain dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain di apotek yang memiliki SIP yang dibuktikan dengan berita acara. Resep yang lebih dari 5 tahun dimusnahkan dan dibuat berita acara dengan cara dibakar atau cara lainnya. Penarikan dapat dilakukan secara mandatory recall atau voluntary recall
    f. Pengendalian-> bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok
    g. Pencatatan dan Pelaporan-> pencatatan meliputi pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Muhammad Rifky
      2. Pelayanan Farmasi Klinik
      a. Pengkajian dan pelayanan resep-> Pengkajian resep meliputi skrining administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis
      b. Dispensing-> kegiatan penyiapan, penyerahan, dan pemberian informasi obat.
      c. PIO-> kegiatan yang dilakukan apoteker dalam memberikan informasi obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan bukti terbaik. Informasi berupa dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode pemberian dan lain-lain.
      d. Konseling-> proses interaktif antara apoteker dengan pasien atau keluarga pasien untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pasien. Kriteria pasien konseling;
      1. Pasien khusus (geriatri, pediatri, gangguan hati, gangguan ginjal, ibu hamil dan menyusui)
      2. Pasien dengan terapi jangka panjang (TB, AIDS)
      3. Pasien dengan obat instruksi khusus (tappering off obat kortikosteroid)
      4. Pasien dengan indeks terapi sempit (digoksin)
      5. Pasien dengan polifarmasi
      6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah
      e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)-> kunjungan kerumah khususnya untuk pasien lansia dan penyakit kronis
      f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)-> bertujuan untuk memastikan pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping
      g. Monitoring Efek Samping Obat-> pemantauan efek yang merugikan atau yang tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.

      Aspek Pelayanan terbagi menjadi 2, yaitu:
      1. Aspek Manajerial (non klinik)
      a. Pengelolaan SDM
      b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
      c. Administrasi/Pendokumentasian
      d. Kegiatan organisasi
      e. Aspek bisnis
      2. Aspek Profesional
      a. Pelayanan resep
      b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
      c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
      d. Promosi dan Edukasi
      e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
      f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record)

      Sumber Daya Kefarmasian
      A. SDM-> Dilakukan oleh apoteker yang dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau TTK yang memiliki STRA dan SIPA
      B. Sarana dan Prasarana
      Sarana dan prasarana di apotek terdiri dari:
      1. Ruang penerimaan resep
      2. Ruang pelayanan resep dan peracikan
      3. Ruang penyerahan obat
      4. Ruang konseling
      5. Ruang penyimpanan
      6. Ruang arsip

      Evaluasi Mutu Pelayanan
      A. Mutu Manajerial
      1. Metode evaluasi-> Audit, Review, dan observasi
      2. Indikator evaluasi-> kesesuaian proses terhadap standar dan efektifitas serta efisiensi
      B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
      1. Metode Evaluasi-> Audit, review, survei dan observasi
      2. Indikator evaluasi-> zero defect dan medication error, SOP sesuai standar, lama waktu pelayanan resep 15-30 menit, dan output pasien seperti kesembuhan pasien

      Delete
  26. Erwansyah I4041202045
    berdasarkan Undang-undang No36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 :
    bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat , pelayanan obat atas resep dokter, PIOan obat, bahan obat dan obat tradisional.

    Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat di lakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Apotek merupakan tempat dilkaukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang di perlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
    Alkes adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat. BMHP adalah alat kesehatan yang di tujukan untuk penggunaan sekali pakai(single use). Perlengkapam apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
    Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
    PMK No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek.
    Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
    a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
    b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
    Standar pelayanan kefarasian di apotek meliputi standar :
    a. Pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis habis pakai
    - Perencanaan
    - Pengadaan
    - penerimaan
    - Penyimpanan
    - Pemusnahan dan penarikan
    - Pengendalian
    - Pencatatan dan pelaoran
    b. Pelayanan farmasi klinik
    - Pengkajian dan penyerahan resep
    - Dispensing
    - Pelayanan informasi obat
    - Konseling
    - Pelayanan kefarmasian di rumah
    - Pemantauan terapi obat
    - Monitoring efek samping obat

    Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian bahwa pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek yaitu aspek profesional (pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non klinik)
    a. Aspek manajerial(non klinik)
    - Pengelolaan sumber daya manusia
    - Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
    - Administrasi/pendokumentasian
    - Kegiatan organisasi dll
    - Aspek bisnis
    b. Aspek profesional (farmasi klinik)
    - Pelayanan resep
    - Asuhan kefarmasiaan(pharmaceutical care)
    - Evaluasi penggunaan obat
    - Promosi dan edukasi
    - Pemantauan dan pelaporan efek samping obat(ESO)
    - Monitoring penggunaan obat

    ReplyDelete
  27. Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat , pelayanan obat atas resep dokter, PIOan obat, bahan obat dan obat tradisional.
    Permenkes 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek dan peraturan lain yang terkait merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan praktek kefarmasian.
    Pengaturan standar pelayanan kefarmasian bertujuan untuk :
    - Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
    - Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    - Melindungi passien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)
    Fungsi apotek secara umum :
    - Memberikan layanan kesehatan
    - Tempat usaha
    Alkes adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat. BMHP adalah alat kesehatan yang di tujukan untuk penggunaan sekali pakai(single use). Perlengkapam apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
    Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
    PMK No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
    a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
    b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
    Standar pelayanan kefarasian di apotek meliputi standar :
    a. Pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis habis pakai
    - Perencanaan
    - Pengadaan
    - penerimaan
    - Penyimpanan
    - Pemusnahan dan penarikan
    - Pengendalian
    - Pencatatan dan pelaoran
    b. Pelayanan farmasi klinik
    - Pengkajian dan penyerahan resep
    - Dispensing
    - PIO (Pelayanan informasi obat)
    - Konseling
    - Pelayanan kefarmasian di rumah
    - PTO (Pemantauan terapi obat)
    - MESO (Monitoring efek samping obat)

    Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian bahwa pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek yaitu aspek profesional (pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non klinik)
    a. Aspek manajerial(non klinik) yaitu :
    - Pengelolaan sumber daya manusia
    - Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
    - Administrasi/pendokumentasian
    - Kegiatan organisasi dll
    - Aspek bisnis
    b. Aspek profesional (farmasi klinik) yaitu :
    - Pelayanan resep
    - Asuhan kefarmasiaan(pharmaceutical care)
    - Evaluasi penggunaan obat
    - Promosi dan edukasi
    - Pemantauan dan pelaporan efek samping obat(ESO)
    - Monitoring penggunaan obat
    Sumber daya kefarmasian
    1. SDM; Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
    2. Sarana dan prasarana; penunjang pelayanan kefarmasian di apotek
    Evaluasi mutu pelayanan kefarmasian
    1. Mutu manajerial; metode audit, review, observasi
    Indikator : kesesuaian proses terhadap standar, efektifitas dan efisiensi
    2. Mutu pelayanan farmasi klinik, metode audit, review, survei, observasi,
    Indikator : zero defect dari medication error, StandarProsedurOperasional (SPO), Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit, Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik

    ReplyDelete
  28. PMK No.73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek merupakan salah satu peraturan yang dijadikan sebagai standar pelayanan di apotek saat ini, serta UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyatakan bahwa praktik kefarmasian meliputi pengelolaan obat dan pelayanan farmasi klinis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.PP No. 51 Tahun 2000 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan obat yang betujuan untuk pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
    Berdasarkan PMK No.73 Tahun 2016 tujuan dari standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah:
    a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
    b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
    c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
    Secara umum apotek nemiliki dua fungsi yaitu memberikan layanan kesehatan sekaligus tempat usaha yang menerapkan prinsip laba. Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi :
    a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan
    b. Pelayanan farmasi klinik

    Pengelolaan sediaan farmasi meliputi :
    a. Perencanaan-> memperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
    b. Pengadaan-> harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan untuk menjamin kualitas
    c. Penerimaan->berguna menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waaktu penyerahan dan harga antara SP dan barang
    d. Penyimpanan-> barang harus disimpan dalam wadah asli, jika harus dipindah maka harus dicegah agar tidak terjadi kontaminasi dan harus tertulis nama, nomor batch, dan ED sediaan. Penyimpanan harus dalam kondisi sesuai untuk menjamin stabilitas, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis. Pengeluaran sediaan berdasarkan FIFO dan FEFO
    e. Pemusnahan dan Penarikan-> Barang yang telah kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas kesehatan, sedangkan sediaan lain dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain di apotek yang memeiliki SIP yang dibuktikan dengan berita acara. Resep yang lebih dari 5 tahun dimusnahkan dan dibuat berita acara dengan cara dibakar atau cara lainnya. Penarikan dapat dilakukan secara mandatory recall atau voluntary recall
    f. Pengendalian-> bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok
    g. Pencatatan dan Pelaporan-> pencatatan meliputi pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pelayan farmasi klinik meliputi :
      a. Pengkajian Resep (meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis)
      b. Dispensing (terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat, selain itu juga swamedikasi)
      c. Pelayanan informasi obat ( meliputi menjawab pertanyaan lisan maupun tulisana, membuat buletin/brosur/leaflet, memberikan informasi dan edukasi ke pasien, memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi, melakukan penelitian penggunaan obat, membuat menyampaikan makalah dalam forum ilmiah, melakukan program jaminan mutu)
      d. Konseling ( proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarganya)
      e. Pelayanan farmasi di rumah (khususnya untuk pasien lansia dan pasien dengan penyakit kronis)
      f. Pemantauan Terapi Obat ( untuk pasien anak atau lansia, ibu hamil dan menyusui, menerima obat lebih dari 5 jenis, adanya multidiagnosis, terdapat gangguan fungsi ginjal atau hati, menerima obat indeks terapi sempit dan obat yang diketahui menyebabkan efek samping)
      g. Monitoring efek samping obat ( untuk memantau setiap respons obat yang merugikan)
      Pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek:
      1. Aspek manajerial (meliputi sdm, penggelolaan sedian farmasi, administrasi, kegiatan organisasi dll)
      2. Aspek profesional (pelayanan resep, asuahan kefarmasian, EPO, promosi dan edukasi, pemantauan dan pelaporan ESO, monitoring penggunaaan obat)

      Sumber daya kefarmasian : dapat terdiri atas apoteker pendamping, tenaga teknis kefarmasian
      Sarana dan prasarana: ruang penerimaan resep, ruang pelayanan resep, ruang penyerahan obat, ruang konseling, ruang penyimpanan, ruang arsip
      Evaluasi Mutu pelayanan kefarmasian :
      A. Mutu Manajerial
      1. Metode evaluasi-> Audit, Review, dan observasi
      2. Indikator evaluasi-> kesesuaian proses terhadap standar dan efektifitas serta efisiensi
      B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
      1. Metode Evaluasi-> Audit, review, survei dan observasi
      2. Indikator evaluasi-> zero defect dan medication error, SOP sesuai standar, lama waktu pelayanan resep 15-30 menit, dan output pasien seperti kesembuhan pasien

      Delete
  29. UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 : praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat , pelayanan obat atas resep dokter, PIOan obat, bahan obat dan obat tradisional.

    Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat di lakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Apotek merupakan tempat dilkaukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang di perlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan

    Alkes merupakan instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat. BMHP adalah alat kesehatan yang di tujukan untuk penggunaan sekali pakai(single use). Perlengkapam apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.

    Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
    PMK No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
    a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
    b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
    Standar pelayanan kefarasian di apotek meliputi standar :
    a. Pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis habis pakai
    - Perencanaan
    - Pengadaan
    - penerimaan
    - Penyimpanan
    - Pemusnahan dan penarikan
    - Pengendalian
    - Pencatatan dan pelaoran
    b. Pelayanan farmasi klinik
    - Pengkajian dan penyerahan resep
    - Dispensing
    - Pelayanan informasi obat
    - Konseling
    - Pelayanan kefarmasian di rumah
    - Pemantauan terapi obat
    - Monitoring efek samping obat

    Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian bahwa pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek yaitu aspek profesional (pelayanan farmasi klinik) dan aspek manajerial (non klinik)
    a. Aspek manajerial(non klinik)
    - Pengelolaan sumber daya manusia
    - Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
    - Administrasi/pendokumentasian
    - Kegiatan organisasi dll
    - Aspek bisnis
    b. Aspek profesional (farmasi klinik)
    - Pelayanan resep
    - Asuhan kefarmasiaan(pharmaceutical care)
    - Evaluasi penggunaan obat
    - Promosi dan edukasi
    - Pemantauan dan pelaporan efek samping obat(ESO)
    - Monitoring penggunaan obat

    ReplyDelete
    Replies
    1. SDM :
      Apoteker dapat di bantu oleh apoteker pendamping atau TTK yang memiliki surat tanda registrasi (STRA) dan (SIPA)
      Dalamarmasiaan
      melakukan pelayanan kefarmasian apoteker harus memenuhi kriteria
      a. Persyaratan administrasi
      b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik dan tanda mengenal
      c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan
      d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri
      e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang-undangan, sumpah apoteker, standar profesi.

      Seorangapoteker harus menjalankan peran
      a. Pemberi layanan
      b. Pengambilan keputusan
      c. Komunikator
      d. Pemimpin
      e. Pengelola
      f. Pembelajar seumur hidup
      g. Peneliti
      Sarana dan prasarana
      a. Ruang penerimaan resep
      b. Ruang pelayanan resep dan peracikan
      c. Ruang penyerahan obat
      d. Ruang konseling
      e. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP
      f. Ruang arsip

      Evaluais mutu pelayanan kefarmasiaan
      A. Mutu manajerial
      1. Metode evaluasi
      - Audit
      - Review
      - Observasi
      2. Indikator evaluasi mutu
      - Kesesuaian proses terhadap standar
      - Efektifitas dan efisiensi
      B. Mutu pelayanan farmasi klinik
      1. Metode evaluasi mutu
      - Audit
      - Review
      - Survei
      - Observasi
      2. Indikator evaluasi mutu
      - Pelayanan farmasi klinik
      - Standar prosedur operasional
      - Lama waktu pelayanan resep 15-30 menit
      - Keluhan pelayanan kefarmasian secara klinik

      Delete
  30. Nama : Clara Maretta Halim
    NIM : I4041222047
    Kelompok 8

    UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat , pelayanan obat atas resep dokter, PIOan obat, bahan obat dan obat tradisional.
    Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat di lakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Apotek merupakan tempat dilkaukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang di perlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
    Alkes adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat. BMHP adalah alat kesehatan yang di tujukan untuk penggunaan sekali pakai(single use). Perlengkapam apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
    Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
    PMK No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
    a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
    b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien

    Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi standar:
    1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
    - Perencanaan (berdasarkan pola penyakit, konsumsi budaya dan kemampuan masyarakat)
    - Pengadaan (melalui jalur resmi sesuai peraturan perundang-undangan)
    - Penerimaan
    - Penyimpanan (obat harus disimpan pada kondisi yang terjamin stabil dan aman, pengeluaran obat dengan sistem FEFO atau FIFO)
    - Pemusnahan dan penarikan (dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Obat narkotik dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinkes Kota/Kabupaten, sedangkan psikotropika hanya apoteker dan tenaga kefarmasian lain. Resep disimpan selama 5 tahun)
    - Pengendalian (dapat dilakukan dengan menggunakan kartu stok)
    - Pencatatan dan Pelaporan (pelaporan internal: pelaporan keuangan, barang, dll, laporan eksternal: pelaporan obat narkotika dan psikotropika dll)

    2. Pelayanan farmasi klinik
    - Pengkajian Resep (administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis)
    - Dispensing (menyiapkan obat, peracikan, memberikan etiket, memeriksa Kembali, menyerahkan dan pemberian informasi obat, dan swamedikasi)
    - Pelayanan informasi obat (menjawab pertanyaan lisan maupun tulisan, membuat buletin/brosur/leaflet, memberikan informasi dan edukasi ke pasien, memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi, melakukan penelitian penggunaan obat, membuat menyampaikan makalah dalam forum ilmiah, melakukan program jaminan mutu)
    - Konseling ( proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarganya)
    - Pelayanan farmasi di rumah/ home pharmacy care (khususnya untuk pasien lansia dan dengan penyakit kronis)
    - Pemantauan Terapi Obat ( untuk pasien anak atau lansia, ibu hamil dan menyusui,dsb)
    - Monitoring efek samping obat (pemantauan setiap respon obat yang merugikan)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian bahwa pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek yaitu:
      1. Aspek manajerial (non klinik)
      - pengelolaan SDM
      - penggelolaan sediaan farmasi dan perbekalan keseharan
      - administrasi
      - kegiatan organisasi
      - aspek bisnis
      2. Aspek profesional (farmasi klinik)
      - pelayanan resep
      - asuhan kefarmasian
      - evaluasi penggunaan obat (EPO)
      - promosi dan edukasi
      - pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO)
      - monitoring penggunaaan obat/PMR

      Sumber daya kefarmasian
      a. Sumber Daya Manusia: apoteker, apoteker pendamping, tenaga teknis kefarmasian
      b. Sarana dan prasarana: ruang penerimaan resep, ruang pelayanan resep dan peracikan, ruang penyerahan obat, ruang konseling, ruang penyimpanan, ruang arsip

      Evaluasi Mutu pelayanan kefarmasian :
      A. Mutu manajerial
      1. Metode evaluasi
      - Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan, contohnya audit sediaan farmasi, alkes, BMHP, audit kesesuaian SPO, audit keuangan
      - Review yaitu tinjauan/ kajian pelaksanaan pelayanan kefarmasian, contohnya pengkajian obat fast/slow moving
      - Observasi contohnya observasi penyimpanan obat, proses transaksi, ketertiban dokumentasi

      2. Indikator evaluasi mutu
      - kesesuaian proses terhadap standar
      - efeketifitas dan efisiensi)

      B. Mutu pelayanan farmasi klinik
      1. Metode evaluasi mutu
      - audit
      - review
      - survey
      - obsevasi

      2. Indikator evaluasi mutu
      - pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dan medication error,
      - SPO
      - Lama waktu pelayanan 15-30 menit
      - Keluaran pelayanan farmasi berupa kesembuhan, pengurangan atau hilangnya gejala, dll)

      Delete
  31. Nama : Danang Sigit Widianto
    NIM : I4041222032
    PMK No.73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek merupakan salah satu peraturan yang dijadikan sebagai standar pelayanan di apotek saat ini, serta UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyatakan bahwa praktik kefarmasian meliputi pengelolaan obat dan pelayanan farmasi klinis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.PP No. 51 Tahun 2000 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan obat yang betujuan untuk pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
    Berdasarkan PMK No.73 Tahun 2016 tujuan dari standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah:
    a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
    b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
    c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
    Secara umum apotek nemiliki dua fungsi yaitu memberikan layanan kesehatan sekaligus tempat usaha yang menerapkan prinsip laba. Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi :
    a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan
    b. Pelayanan farmasi klinik

    Pengelolaan sediaan farmasi meliputi :
    a. Perencanaan-> memperhatikan pola penyakit, konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
    b. Pengadaan-> harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan untuk menjamin kualitas
    c. Penerimaan->berguna menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waaktu penyerahan dan harga antara SP dan barang
    d. Penyimpanan-> barang harus disimpan dalam wadah asli, jika harus dipindah maka harus dicegah agar tidak terjadi kontaminasi dan harus tertulis nama, nomor batch, dan ED sediaan. Penyimpanan harus dalam kondisi sesuai untuk menjamin stabilitas, sistem penyimpanan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi yang disusun alfabetis. Pengeluaran sediaan berdasarkan FIFO dan FEFO
    e. Pemusnahan dan Penarikan-> Barang yang telah kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan. Narkotika dan psikotropik harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan perwakilan dinas kesehatan, sedangkan sediaan lain dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain di apotek yang memeiliki SIP yang dibuktikan dengan berita acara. Resep yang lebih dari 5 tahun dimusnahkan dan dibuat berita acara dengan cara dibakar atau cara lainnya. Penarikan dapat dilakukan secara mandatory recall atau voluntary recall
    f. Pengendalian-> bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah sediaan untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kerusakan dan kekosongan sediaan dengan menggunakan kartu stok
    g. Pencatatan dan Pelaporan-> pencatatan meliputi pengadaan (faktur, SP), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota dan struk penjualan) dan catatan lain. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal. Pelaporan internal biasanya terkait keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal seperti narkotika dan psikotropika.

    ReplyDelete
  32. Livia
    I4041222027
    UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyatakan bahwa praktek kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan farmasi klinis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
    PP No. 51 tahun 2000 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian meliputi pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Peran apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksinya yaitu PIO dan konseling.
    PMK No.73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Tujuan pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek yaitu: meningkatkan mutu pelayanan, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional (patient safety).
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes, dan BMHP
    a. Perencanaan: memperhatikan pola konsumsi, penyakit, budaya dan kemampuan masyarakat
    b. Pengadaan: harus melalui jalur resmi sesuai perundang-undangan untuk menjamin kualitas
    c. Penerimaan: untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga antara SP dan fisik barang
    d. Penyimpanan: harus disimpan dalam wadah asli, jika harus dipindah maka harus dicegah agar tidak terjadi kontaminasi dan harus tertulis nama, nomor batch, dan ED sediaan. Penyimpanan harus pada kondisi yang sesuai untuk menjamin keamanan dan stabilitas, sistem penyimpanan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi serta disusun alfabetis. Pengeluaran obat menggunakan sistem FEFO dan FIFO
    e. Pemusnahan dan Penarikan: Obat kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan. Narkotika dan psikotropika harus dimusnahkan oleh apoteker dan disaksikan Dinkes Kab/Kota, sedangkan selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain di apotek yang memiliki SIP/SIK serta dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
    Resep yang >5 tahun dapat dimusnahkan dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain, yang dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek serta dibuktikan dengan berita acara. Pemusnahan resep dilaporkan kepada Dinkes Kab/Kota. Penarikan sediaan farmasi dapat dilakukan secara mandatory recall (perintah penarikan oleh BPOM) atau voluntary recall (penarikan oleh pemilik izin edar). Penarikan Alkes dan BMHP dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
    f. Pengendalian: untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan untuk menghindari kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, dan kehilangan sediaan dengan menggunakan kartu stok dengan cara manual atau elektronik.
    g. Pencatatan dan Pelaporan: pencatatan meliputi pengadaan (SP, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lain. Pelaporan meliputi internal dan eksternal. Pelaporan internal meliputi keuangan dan barang, dan pelaporan eksternal meliputi pelaporan narkotika dan psikotropika.

    ReplyDelete
  33. Nama : Harli Frimana (I4041222028)
    Kelompok 4

    Berdasarkan UU No.36 tahun 2009 pasal 108 Praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat , pelayanan obat atas resep dokter, PIO obat, bahan obat dan obat tradisional.

    Apotek merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya.
    Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
    Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang di perlukan untuk menyelenggarakan upaya Kesehatan
    Alkes adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat.
    BMHP adalah alat kesehatan yang di tujukan untuk penggunaan sekali pakai(single use). Perlengkapam apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.

    Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk pelayanan langsung dan bertanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

    Berdasarkan PMK No 73 tahun 2016 pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan :
    a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
    b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
    c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien

    Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi standar:
    1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, yang meliputi : Perencanaan; Pengadaan; Penerimaan; Penyimpanan; Pemusnahan dan penarikan; Pengendalian; Pencatatan dan Pelaporan
    2. Pelayanan farmasi klinik, meliputi : Pengkajian Resep; Pelayanan informasi obat; Konseling; Pelayanan farmasi di rumah/ home pharmacy care; Pemantauan Terapi Obat; Monitoring efek samping obat

    Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian bahwa pelayanan kefarmasian terdiri atas 2 aspek yaitu:
    1. Aspek manajerial (non klinik), meliputi : pengelolaan SDM; penggelolaan sediaan farmasi dan perbekalan keseharan; administrasi; kegiatan organisasi; aspek bisnis
    2. Aspek profesional (farmasi klinik) meliputi : pelayanan resep; asuhan kefarmasian; evaluasi penggunaan obat (EPO); promosi dan edukasi; pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO); monitoring penggunaaan obat/PMR

    Sumber daya kefarmasian
    a. Sumber Daya Manusia: apoteker, apoteker pendamping, tenaga teknis kefarmasian
    b. Sarana dan prasarana: ruang penerimaan resep, ruang pelayanan resep dan peracikan, ruang penyerahan obat, ruang konseling, ruang penyimpanan, ruang arsip

    Evaluasi Mutu pelayanan kefarmasian :
    A. Mutu manajerial
    1. Metode evaluasi, terdiri dari : Audit; Review; dan Observasi
    2. Indikator evaluasi mutu, terdiri dari : kesesuaian proses terhadap standar; efeketifitas dan efisiensi
    B. Mutu pelayanan farmasi klinik
    1. Metode evaluasi mutu, terdiri dari : audit; review; survey; dan obsevasi
    2. Indikator evaluasi mutu
    - pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dan medication error,
    - Sesuai SPO
    - Lama waktu pelayanan 15-30 menit
    - Keluaran pelayanan farmasi berupa kesembuhan, pengurangan atau hilangnya gejala, dll)

    ReplyDelete
  34. Nama : Inka Christi Willia
    NIM : I4041222026
    Kelompok : 4

    UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    PMK No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
    1. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
    2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
    3. Melindungi_pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

    Pengelolahan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP meliputi;
    a. Perencanaan
    Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
    b. Pengadaan
    Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
    c. Penerimaan
    Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
    d. Penyimpanan
    1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
    2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
    3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
    4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
    5. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out)
    e. Pemusnahan dan penarikan
    1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.
    2. Resep disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
    3. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
    4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
    5. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
    f. Pengendalian
    Pengendalian sedaan farmasi, Alkes, dan BMHP dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.
    g. Pencatatan dan Pelaporan
    Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes, dan BMHP meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.

    ReplyDelete
  35. Nama : Umi Khairiyah (I4041222030)
    Kelompok : 4

    Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 108 menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran Obat, pengelolaan Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat, serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien.
    PMK No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan peraturan-peraturan lain yang terkait. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
    a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
    b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
    c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
    Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian (baik berupa sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana) yang berorientasi kepada keselamatan pasien. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
    Secara umum apotek mempunyai dua fungsi, yaitu memberikan layanan kesehatan, sekaligus tempat usaha yang menerapkan prinsip laba
    Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:
    a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
    b. Pelayanan farmasi klinik.
    PMK No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan peraturan-peraturan lain yang terkait. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
    a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
    b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
    c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
    Secara umum apotek mempunyai dua fungsi, yaitu memberikan layanan kesehatan, sekaligus tempat usaha yang menerapkan prinsip laba.
    Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:
    a. Perencanaan
    b. Pengadaan
    c. Penerimaan
    d. Penyimpanan
    e. Pemusnahan dan Penarikan
    f. Pengendalian
    g. Pencatatan dan Pelaporan

    ReplyDelete
    Replies
    1. 2. Pelayanan Farmasi Klinik
      a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
      Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
      b. Dispensing
      Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat.
      c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
      Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
      d. Konseling
      Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
      e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
      Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
      f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
      Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
      g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
      Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
      Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian bahwa Pelayanan Kefarmasian terdiri atas :
      1. Aspek Manajerial (Non Klinik) meliputi:
      a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM);
      b. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan;
      c. Administrasi/Pendokumentasian
      d. Kegiatan organisasi, dll.
      e. Aspek bisnis
      2. Aspek Profesional (Farmasi Klinik) yang terdiri dari kegiatan:
      Aspek pekerjaan kefarmasian:
      a. Pelayanan resep
      b. Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care):
      c. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
      d. Promosi dan Edukasi;
      e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO);
      f. Monitoring penggunaan obat (PMR/Patient Medication Record);
      g. Dll.
      A. Sumber Daya Manusia
      Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin Praktik (SIPA).
      B.Sarana dan Prasarana
      Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.
      Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
      1. Ruang penerimaan Resep
      2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan
      3. Ruang penyerahan Obat
      4. Ruang konseling
      5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
      6. Ruang arsip
      Evaluasi mutu di Apotek dilakukan terhadap:
      A. Mutu Manajerial
      1. Metode Evaluasi
      a. Audit
      b. Review
      c. Observasi
      2. Indikator Evaluasi Mutu
      B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
      1. Metode Evaluasi Mutu
      a. Audit
      b. Review
      c. Survei
      d. Observasi
      2. Indikator Evaluasi Mutu

      Delete

Post a Comment