KASUS DAN KODE ETIK SERTA IMPLEMENTASINYA-4
Ditulis Oleh : Joko Rinanto (Sekjend
ISMAFARSI)
Pada kamis 6 mei 2010
sidang kedua gugatan terhadap UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 digelar di
Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Sidang yang dihadiri pihak penggugat, yaitu
saudara Misran S.Km, seorang yang berprofesi sebagai perawat dan bekerja
sebagai Kepala Puskesmas Pembantu Kuala Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan
Timur juga dihadiri oleh Perwakilan dari PPNI sebagai pendamping dan saksi ahli
meliputi perwakilan dari IDI dan IAI. Sementara dari pemerintah diwakili oleh
Kepala Dirjen Alkes dan Binfar Depkes, Dra.Sri Indrawati,. Apt. Adapun
materi gugatan adalah mengenai penghapusan terhadap pasal 108 ayat (1) UU
kesehatan No.36 tahun 2009 beserta Penjelasan Pasal 108 ayat (1) dan peninjauan
atas pasal 190 ayat (1) UU kesehatan tersebut yang terkait dengan sanksi atas
penolakan pekerjaan kesehatan seperti yang dimandatkan pasal 32 ayat (2) dan
pasal 85 ayat (2).
Latar belakang Misran
sendiri adalah seorang yang pernah dijatuhi hukuman oleh pengadilan karena
melakukan pelanggaran atas UU kesehatan No.23 Tahun 1992 dengan sangkaan
menyimpan dan menyerahkan obat daftar G kepada pasien tanpa melalui resep
dokter pada Maret 2009 lalu. Berbekal latar belakang ini pula yang
akhirnya membuat Misran beserta kuasa hukumnya mengajukan gugatan berupa Judicial
Review atas Pasal 108 UU kesehatan no. 36 tahun 2009. Gugatan
Misran terdaftar dalam Mahkamah Konstitusi dengan perkara nomor
12/PUU-VIII/2010 Perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Argumentasi yang
diutarakan Misran adalah bahwa terjadi fakta dilematis di lapangan terhadap
implementasi UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang secara filosofis bertentangan
dengan pasal 28 UUD 1945. Pada pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 disebutkan, “Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”. Melihat pasal 28 H ayat 1 tersebut, maka misran beserta kuasa
hukumnya mengusulkan bahwa Pasal 108 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 agar
dibatalkan keabsahannya karena tidak mempunyai kekuatan hukum dan bertentangan
dengan UUD 1945. Sekilas jika melihat gugatan yang diajukan Misran seolah
kedua produk hukum ini bertentangan, terlebih karena melihat fakta di lapangan
seperti yang dialami oleh Misran yang pernah dijatuhi hukuman tiga bulan
penjara dengan sangkaan melakukan praktek kefarmasian swakarya, sedangkan
dirinya adalah seorang tenaga keperawatan. Berbekal argumentasi tambahan
perihal kedaruratan yang tertera pada pasal 32 dan 85 UU kesehatan No. 36 Tahun
2009 sebagai penguat argumentasi, tindakan Misran dinilai sebagai aksi
kemanusiaan yang terjegal oleh adanya pasal 108 UU Kesehatan No.36 Tahun 2009
dan menjadi sangat dirugikan dengan sanksi yang akan diterima jika melanggar
pasal 190 UU Kesehatan Tahun 2009, dalam hal ini Misran sebagai Kepala
Puskesmas Pendamping yang melakukan pelayanan kesehatan secara terbatas. Pendek
kata, upaya kemanusiaan yang dilakukan Misran akan menemui sangkaan
kriminalisasi dengan adanya pasal 190 UU Kesehatan tahun 2009. Jika
dikaji lebih mendalam sesungguhnya upaya pembatalan konstitusi pada Pasal 108
UU Kesehatan Tahun 2009 adalah sebuah gugatan yang berlandaskan ambiguitas.
Mari kita kaji lebih mendalam lagi mengenai permasalahan ini dengan menarik
kepada Pasal 108 UU Kesehatan tahun 2009. Pada Pasal 108 ayat (1) disebutkan “Praktek
kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Pada
ayat (2) disebutkan pula “Ketentuan mengenai pelaksanaan praktek kefarmasian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”.
Memang pada penjelasan
pasal 108 ayat (1) disebutkan “Yang dimaksud dengan “tenaga kesehatan”
dalam ketentuan ini adalah tenaga kefarmasian sesuai dengan keahlian dan kewenangannya.
Dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat
melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, misalnya antara lain dokter
dan/atau dokter gigi, bidan,dan perawat, yang dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”.Namun yang menjadi permasalahan gugatan
adalah gugatan ini dilandaskan atas dasar kejadian kasuistik parsial yang
terjadi pada seorang oknum yang akhirnya digeneralisir.
Jika menarik pada
landasan gugatan adalah kasus yang merugikan dengan sangkaan pada pelanggaran
UU Kesehatan No. 23 Tahun 2003 tidak ada keterkaitannya secara Legal
Standing kepada UU kesehatan No. 36 tahun 2009 sebagai pengganti
undang-undang yang lama, karena permasalahan hukum yang dialami oleh oknum
tersebut adalah sangkaan atas undang-undang yang telah tidak berlaku lagi saat
ini. Seharusnya dengan adanya perubahan undang-undang justru akan menjadi angin
segar bagi seorang yang terjerat kasus hukum karena pelanggaran atas
undang-undang yang tidak berlaku lagi, dimana upaya pembelaan atas pembatalan
vonis dan sanksi atas pelanggaran undang-undang tersebut menjadi suatu yang
sangat terbuka lebar.Obat daftar G (Gevaarlijk, yang artinya berbahaya)
seharusnya hanya dapat diperoleh melalui resep dokter. Obat ini dianggap tidak
aman, atau penyakit yang menjadi indikasi obat tidak mudah didiagnosis oleh
awam. Obat golongan ini bertanda dot merah. Maka dalam peredaran, penyimpanan,
serta pemberian sediaan ini untuk dipergunakan dalam proses penyembuhan perlu
adanya perlindungan dan pengawasan yang ketat. Pemberian obat yang termasuk
dalam kategori berbahaya tanpa adanya kewenangan dan keahlian dapat
membahayakan masyarakat. Obat harus diberikan secara aman dan efektif oleh
orang yang memiliki keahlian dan kewenangan sehingga memiliki efek terapis yang
maksimal. Pihak yang berwenang dalam memberikan obat harus diatur secara tegas
agar tidak terjadi penyalahgunaan obat yang berpotensi untuk membahayakan
pasien. Bila obat diberikan secara salah, maka dapat terjadi bahaya seperti
resistensi obat, kecacatan permanen, bahkan kematian. Upaya regulasi demi
keamanan dan efektifitas penggunaan obat adalah makna filosofis dalam pasal
108, jadi tujuan dari pasal tersebut adalah untuk urusan kemanusiaan juga,
yakni untuk melindungi pasien dari bahaya penggunaan obat dan penyerahan obat
tanpa disertai informasi yang memadai. Maka, justru yang perlu dipertanyakan
apakah dengan menghapus pasal tersebut memang murni urusan kemanusiaan ? Karena
dengan menghapus pasal tersebut justru akan terjadi kevakuman regulasi terhadap
pekerjaan kefarmasian dan setiap orang dapat melakukan pekerjaan kefarmasian
tanpa berlandaskan SOP (Standar Operasional Prosedur). Padahal dalam Pasal 3 PP
51 Tahun 2009 telah ditegaskan “Pekerjaan Kefarmasian dilakukan
berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan
perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan
Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan
kemanfaatan”.Pada pasal tersebut telah dijabarkan mengenai masalah
pengamanan dan tujuan kemanusiaan dalam kaitannya dengan standarisasi
pelayanan, lalu mengapa justru upaya pengamanan dalam pasal 108 dan
penjelasannya justru malah dipermasalahkan ?
Jika sebenarnya
keberadaan pasal 108 pada UU 36/2009 dalam rangka melindungi pasien dari
kesalahgunaan dalam pengobatan justru tidak dapat dikatakan bertentangan dengan
UUD 1945. Selain itu dalam hal kewenangan, Mahkamah Konstitusi adalah lembaga
yang mengurusi peraturan yang menyalahi undang-undang, maka masalah implementasi
bukan bagian dan wewenang MK. Adapun yang diperlukan dalam upaya pemberian
wewenang dan batasannya ada pada Peraturan komplementer dalam tingkatan
eksekutif agar semua elemen profesi kesehatan dapat terlindungi dan
terfasilitasi secara profesi masing-masing. Jika undang-undang yang telah ada
dalam rangka perlindungan dan kemanusiaan malah justru dikebiri maka yang harus
dipertanyakan adalah untuk urusan kemanusiaan kah ? Atau karena untuk
kepentingan parsial saja ?
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA DAN
JABARAN IMPLEMENTASINYA
Mukadimah
Bahwasanya
seorang Apoteker dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan
keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan YME.
Apoteker
di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan
keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari
akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu
ikatan moral yaitu: Kode Etik Apoteker Indonesia.
Mukadimah
5 Bab 15 pasal
I . Kewajiban
Umum ( 8 pasal )
II . Kewajiban Apoteker
terhadap Penderita (1 pasal)
III.Kewajiban Apoteker
terhadap Teman Sejawat (3 pasal)
IV.Kewajiban Apoteker
terhadap Sejawat Petugas Kesehatan Lainnya (2 pasal)
V .Penutup (1 pasal)
MUKHADIMAH
|
|
Bahwasanya seorang Apoteker dalam
menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus
senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan YME.
Apoteker di dalam pengabdiannya
kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu
berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut
Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral
yaitu: Kode Etik Apoteker Indonesia.
|
Setiap Apoteker dalam melakukan
pengabdian dan pengamalan ilmunya harus didasari oleh
sebuah niat luhur untuk kepentingan makhluk lain sesuai tuntunan Tuhan YME.
Sumpah dan Janji Apoteker adalah
komitmen seorang apoteker yang harus dijadikan landasan moraldlm pengabdian
profesi.
|
BAB I.
Kewajiban Umum
|
|
1. Setiap apoteker harus menjunjung
tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah/Janji Apoteker.
|
Kode Etik sbg kumpulan
nilai / prinsip hrs diikuti oleh apoteker sbg pdoman dan petunjuk serta
standar perilaku dlm bertindak dan mengambilkeputusan.
Sumpah dan Janji Apoteker yg
diucapkan seorang apoteker utk dpt diamalkan dlm pengabdiannya hrs dihayati
dg baik dan dijadikan landasan moral dlm setiap tindakan dan perilaku.
Dlm sumpah tsb poin yg harus diperhatikan:
|
2. Setiap Apoteker harus berusaha
dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker
Indonesia.
|
Kesungguhan
dalam menghayati dan ammalkan kode etik dinilai dr ada tidaknya laporan dari
sejawat atau tenaga kesehatan lainnya serta dinas kesehatan.
Pengaturan
pemberian sanksi ditetapkan melalui PO.
|
3. Setiap Apoteker harus senantiasa
menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu
mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan
kewajibannya.
|
Setiap
apoteker hrs mengerti, menghayati dan mengamalkan kompetensi sesuai SKAI,
meliputi ketrampilan, sikap dan perilaku yg berdasarkan pada ilmu, hukum dan
etik.
Ukuran
kompetensi dinilailewat uji kompetensi
Kepentingan
kemanusiaan menjadipertimbangan utama dlm setiap tindakan dan keputusan.
Bilamana
suatu saat apoteker dihadapkan pada konflik tanggungjawab profesional, maka
dari berbagai opsi yang ada, apoteker harus memilih resiko yang paling kecil
dan paling tepat untuk kepentingan pasien daan masyarakat.
|
4. Setiap Apoteker harus selalu aktif
mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi
pada khususnya.
|
Seorang
apoteker harus mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan profesionalnya
secara terus menerus.
Aktivita
seorang apoteker dalam mengikuti perkembangan di bidang kesehatan diukur dari
nilai SKP yang diperoleh dari hasil uji kompetensi.
Jumlah SKP
minimal yang harus diperoleh apoteker ditetapkan dalam peraturan organisasi.
|
|
Seorang
apoteker dalam tindakan profesionalnya harus menghindari diri dari perbuatan
yang akan merusak diri atau seseorang atau merugikan orang lain.
Seorang
apoteker dalam menjalankan tugasnya dapat memperoleh imbalan dari pasien dan masyarakat
atas jasa yang diberikan dengan tetap memegang teguh kepada prinsip
mendahulukan kepentingan pasien.
|
|
Seorang
apoteker harus menjaga kepercayaan masyarakat atas profesi yang disandang
dengan jujur dan penuh integritas.
Seorang
apoteker tidak akan menyalahgunakan kemampuan profesionalnya kepada orang
lain
Seorang
Apoteker harus menjaga perilakunya dihadapan publik .
|
|
Seorang
apoteker memberikan informasi kepada pasien/masyarakat harus dengan cara yang
mudah dimengerti dan yakin bahwa informasi tersebut harus sesuai,
relevan dan up to date.
Sebelum
memberikan informasi apoteker harus menggali informasi yang dibutuhkan dari
pasien atau seseoang yang datang menemui apoteker mengenai pasien
dan penyakitnya.
Seorang
apoteker harus mampu berbagi informasi mengenai pelayanan pasien kepada tenaga
profesi kesehatan yang terlibat.
Seorang
Apoteker harus senantiasa meningkatkan pemahaman masyarakat thd obat dalam
bentuk penyuluhan, memberikan informasi secara jelas, monitoring penggunaan
obat dsb. Kegiatan penyuluhan ini mendapat
nilai SKP.
|
8. Seorang Apoteker harus aktif
mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada
umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
|
Tidak ada
alasan bagi apoteker tidak tahu peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan kefarmasian. Untuk itu setiap apoteker harus selalu aktif mengikuti
perkembangan peraturan shg setiap apoteker dpt menjalankan profesinya dg
tetap berada dlm koridor per-UU yg berlaku.
Apoteker
hrs membuat SPO sbg pedoman kerja.
|
BAB II.
Kewajiban Apoteker terhadap Penderita
|
|
9. Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan
kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak
asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insane.
|
Kepedulian
kepada pasien adalah merupakan hal yang paling utama dari seorang apoteker.
Setiap
tindakan dan keputusan profesional dari apoteker harus berpihak kepada
kepentingan pasien dan masyarakat.
Seorang
apoteker harus mampu mendorong pasien utk terlibat dlm keputusan pengobatan
mereka.
Seorang
apoteker harus mengambil langkah utk jaga kesehatan pasien khususnya janin,
bayi, anak-anak serta orang yang dalam kondisi lemah
Seorang
apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien adalah obat
yang terjamin kualitas, kuantitas, efikasi serta cara pakai yang benar.
Seorang
apoteker harus menjaga kerahasiaan data-data pasien (reep dan PMR dengan
baik).
Seorang
apoteker harus menghormati keputusan profesi yang telah ditetapkan oleh
dokter dalam bentuk penulisan resep dan sebagainya.
Dalam hal
seorang apoteker akan mengambil kebijakan yang berbeda dengan permintaan
dokter, maka apoteker harus melakukan komunikasi dengan dokter tersebut kecuali
peraturan perUU membolehkan apoteker untuk mengambil keputusan demi
kepentingan pasien.
|
BAB III.
Kewajiban Apoteker terhadap Teman Sejawat
|
|
10. Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman Sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
|
Setiap
apoteker hrs menghargai teman sejawatnya. Apbila dihadapkan pd situasi yg
problematika (moral/peruu) mk komunikasi antar sejawat hrsdilakukan dg baik
dan sopan.
Hrs
berkoordinasi dg IAI / MPEA dlm penyelesaian maslah dg
teman sejawat.
|
11. Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan
saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.
|
Bilamana
seorang apoteker melihat sejawatnya melanggar kode etik, dengan cara santun
dia harus melakukan komunikasi dengan sejawatnya tersebut untuk mengingatkan
kekeliruan tersebut.
Bilamana
ybs sulit menerima maka dia dapat menyampaikan kepada IAI / MPEA utk
dilakukan pembinaan.
|
12. Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap
kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam
memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian serta mempertebal rasa
saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
|
Seorang
apoteker harus menjalin dan memelihara kerja sama dengan sejawat apoteker
lainnya.
Seorang
apoteker harus membantu teman sejawatnya dalam menjalankan pengabdian
profesinya.
Seorang
apoteker harus saling mempercayai teman sejawatnya dalam menjalin dan
memelihara kerja sama.
|
BAB IV.
Kewajiban Apoteker terhadap Sejawat Petugas Kesehatan Lainnya
|
|
13. Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap
kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling
mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan.
|
Apoteker
dalam menjalankan profesinya dapat dibantu oleh AA atau tenaga lainnya yang
kompeten. Untuk itu apoteker harus menghargai dan memperlakukan
teman kerja dengan baik
Apoteker
harus mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan tenaga profesi kesehatan
lainnya secara seimbang dan bermartabat.
|
14. Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari
tindakan atas perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya / hilangnya
kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugs kesehtan lainnya.
|
Bilamana
apoteker menemui hal-hal yang kurang tepat dari pelayanan profesi kesehatan
lainnya maka apoteker harus mampu mengkomunikasikan dengan baik kepada tenaga
profesi tersebut tanpa bersangkutan merasa dipermalukan.
|
BAB V.
Penutup
|
|
15. Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas
kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan
sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker
Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah,
ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (IAI) dan
mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
|
Terhadap
pelanggarankode etik apoteker dapat mengakibatkan sanksi bagi apoteker .
Sanksi
dapat berupa peringatan, pencabutan keanggotaan sementara dan pencabutan
keanggotaan tetap.
Kriteria
pelanggaran kode etik diatur dalam PO dan ditetapkan setelah melalui kajian
yang mendalam dari MPEAD. Selanjutnya MPEAD menyampaikan hasil telaahnya
kepada IAI Daerah dan MPEA.
|
IMPLEMENTASI
SIKAP APOTEKER BERDASARKAN KODE ETIK???
Kewajiban Apoteker terhadap Penderita/Pasien:
- Menjaga rahasia pasien (Kode Etik pasal 9), temasuk resep dan medication record.
§ Jangan
saat itu juga dibilang keteman-teman apotek kita ih pasien itu sakit kulit,
sayang ya padahal cantik, dll.
§ Biasanya
medref melakukan survey ke outlet/apotek untuk mengecek obat yang diresepkan
/dituliskan dokter apalagi biasanya kita dikasi uang terus kita ngasikan resep
agar medref yang lihat. Resep hanya boleh dilihat nakes dan yang
berkepentingan.
§ MR
hanya boleh ditunjukkan kepada apoteker, keluarga pasien, kepolisian bila
diperlukan, dan lain-lain sesuai peraturan.
UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan:
Pasal
57
(1)
Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian:
Pasal
30
(1)
Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib
menyimpan Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian.
PENJELASAN:
Pasal 30
Ayat (1)
Pemberian obat oleh dokter pada dasarnya
mempunyai hubungan sangat erat dengan Pekerjaan Kefarmasian di mana obat pada
dasarnya mempunyai fungsi mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan dan peningkatan kesehatan, oleh karena itu perlu dijaga
kerahasiaannya dan agar tidak menimbulkan dampak negatif kepada
pasien.
(2)
Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian hanya dapat dibuka untuk kepentingan
pasien, memenuhi permintaan hakim dalam rangka penegakan hukum, permintaan
pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Mengutamakan
kepentingan masyarakat.
- Menghormati
hak-hak asasi penderita misalnya mendapatkan informasi dan menjaga rahasia
pasien.
- Tidak
mengurangi kepercayaan
pasien kepada sejawat kesehatan lain.
Misal: membeberkan
kejelekan dokter/sejawat kepada pasien.
- Mensupport pasien untuk sembuh.
Jangan sampaikan kata-kata
yang menakut-nakuti pasien misalnya “parah”, “bahaya”, apapun keparahan dari
penyakit pasien, kita harus tetap mensuport dan memberikan motivasi optimis.
Serahkan ke Allah githu yang penting kita usaha maksimal dan yakin .
- Menaikkan tuslah berlebihan à harusnya sesuai harga
yang berlaku aja, walaupun pasien kaya.
- Mempengaruhi pasien untuk membeli obat dari
merek/pabrik tertentu karena mendapat imbalan dari pabrik.
“Black
buyer” mendapatkan bonus jika obatnya dijual terus à tidak boleh.
- Tidak
menyarankan pasien untuk
membeli obat yang lebih mahal.
- Tidak
menyarankan obat yang
belum jelas terbukti khasiatnya.
Misalnya:
obat “gentong emas”, dll. Jika belum punya EBM, jelaskan belum diketahui
datanya, tetapi informasikan saja misalnya: “beberapa pasien kami
merasakan khasiatnya”.
- Menjual obat ED.
ED
adalah kadar menurun 10%, ini tergantung penyimpanan, secara fisik kadang tidak
ada perubahan. ED dapat menjadi toksik atau normal atau tidak berefek. Kondisi
ED boleh digunakan namun tidak dijamin. Untuk pasien sebaiknya jangan gunakan
yang habis Ednya untuk alasan keamanan. Terlebih untuk produk tinggi protein
misalnya susu karena mudah mengandung kuman/bakteri.
- Kopi resep, kuitansi, informasi harga.
Adalah hak pasien,
diminta/tidak, jika tidak beli jangan kasi kwitansi kosong.
- Siap menjadi sumber informasi setiap waktu (Kode
Etik pasal 7).
Makanya jangan gonta ganti
nomor HP agar orang mudah menghubungi.
- Apoteker harus menjaga kesehatan.
Cth: Bertemu
pasien/memberikan KIE dalam keadaan fresh/tidak sakit.
- Menghindari malpraktek dan tergiur ‘uang adalah
segalanya’,
keuntungan sendiri (Kode Etik pasal 5)
Misalnya:
resep putih, apoteker mendignosis atau nulis resep. Kecuali kondisi darurat
tidak ada nakes lain yah kita P3K tapi upayakan dulu cari nakes yang kompeten.
Kewajiban Apoteker terhadap Sejawat:
¨ Memperlakukan
teman sejawat sebagaimana ia ingin diperlakukan (Kode Etik pasal 10), misalnya
mendirikan apotek tidak berdempetan dengan apotek sejawat kecuali apotek
didirikan di rumah tempat tinggal.
¨ Saling
mengingatkan/menasihati mematuhhi ketentuan kode etik (Kode Etik pasal 11)
¨ Meningkatkan
kerja sama, jangan individual, hanya bersaing sendiri, maunya makmur sendiri
(Kode Etik pasal 12).
¨ Tidak mencemarkan nama baik sejawatnya .
¨ Mengunjungi sejawat .
¨ Waspada terhadap adu domba.
¨ Meminta imbalan jasa dari sejawat ?
¨ Memuji diri sendiri .
Apoteker terhadap
Sejawat Tenaga Kesehatan/Profesi Lain:
— Membangun
kerja sama, percaya dan menghormati (Kode Etik pasal 13).
— Tidak
mengurangi kepercayaan pasien terhadap sejawat kesehatan lain (Kode Etik pasal
14).
— Perjanjian apotek-dokter / praktek bersama.
Cth: Apotek yang bekerja
sama dengan dokter menerapkan SISATU (resep yang ditulis dokter, harus ditebus
di apotek tersebut, sehingga pasien tidak leluasa memilih apotek lain)
Perjanjian yang ada di
lapangan:
1. Ngontrak
dokter dan bagi hasil
2. Bayar
dokter seperti karyawan
3. Kebanyakan
dokter mencari apoteker karena dokter pemilik apotek, sehingga dokter bisa langsung
dispensing.
Jadi:
} Kerja
sama partnership karena masing-masing profesi mandiri asalkan jangan melanggar
kode etik dan tidak ada pihak yang dirugikan.
} Perjanjian
dengan dokter boleh asalkan isinya tidak bertentangan atau tidak ada
pelanggaran peraturan dan etika.
} Contoh
melanggar etika:
a.
Kerja sama misalnya bilang ke dokter, resep dokter tebus diapotek saya saja.
Ini tidak boleh karena resep adalah haknya pasien.
b.
Sistem on-line tanya dulu ke pasiennya resep mau ditebus di RS ini atau diluar
karena resep hak pasien namun biasanya pasien akan diarahkan pasti menebus di
RS.
c. Nama
obat dibuat kesepakatan antara dokter dan apotek misalnya dengan nama/kode yang
tidak lazim “Kapsul Kasih Sayang, dll”. Ini tidak boleh karena pasien tidak
dapat menebus di apotek lain dan apotek lain tidak bisa melayani karena kita
tidak tau komposisinya.
— Mengurangi kepercayaan pasien kepada sejawat
kesehatan lain.
Misalnya
menyalahkan, menggunjing, memojokan. Misalnya dokter itu ngasi dosisnya
kebesaran, mahal, dll. Harusnya jelaskan dengan bijak jika
seandainya ada kekeliruan dan bilang juga ini sudah dipertimbangkan dan
disesuaikan dengan kondisi pasien seperti usia, BB dll. Makanya untuk menjaga
kepercayaan pasien terhadap instruksi dokter setiap brosur atau label obat
tidak diberikan kepada pasien, namun saat penyerahan obat diberikan konseling
sebaik-baiknya.
Penutup
— Jika
sengaja / tidak sengaja melanggar atau tidak patuh maka siap menjalani /
menanggung / menerima sanksi dan bertanggung jawab kepada Tuhan YME.
KODE ETIK PEMASARAN USAHA FARMASI INDONESIA
— Industri farmasi mengemban fungsi sosial yang
menyangkut kepentingan rakyat luas dan memegang peranan yang besar untuk
mencapai tujuan pembangunan terutama di bidang kesehatan.
— Mengatur promosi dan periklanan produk farmasi yang ditujukan untuk profesi
kesehatan.
— Merupakan syarat keanggotaan GP Farmasi
Indonesia.
INFORMASI DAN KLAIM
— Informasi dan klaim produk harus obyektif,
akurat, tidak menyesatkan, lengkap dan berimbang, memenuhi standar etik yang
tinggi, selera baik
— Menggunakan bukti ilmiah yang sah
— Informasi akurat dan relevan
— Klaim ‘aman’
— Klaim yang salah dan menyesatkan
— Standar selera yang baik sesuai dengan profesi
si penerima
— Perbandingan antara produk
— Tiruan , dengan sengaja meniru kiat-kiat,
slogan-slogan atau lay out yang digunakan produsen lain
— Profesi kesehatan dalam promosi
— Promosi terselubung
— Komunikasi pre registrasi
— MR (MedRep/Medikal Representatif) harus memiliki pengetahuan yang memadai (harusnya
latar belakang farmasi)
— Mensponsori profesi kesehatan
— Hadiah dan donasi kepada profesi kesehatan
— Barang cetakan untuk promosi,
misalnya: copi resep dibuatkan medrep.
— Barang-barang promosi audio visual dan
elektronik
— Contoh Obat, misalnya cerebrofort
dibuat contoh obat kecil-kecil dan dibagikan free. Selain pemborosan, trus
tidak terjamin biasanya malah dijual.
— Komunikasi dengan masyarakat tidak
boleh langsung à tidak secara langsung
— Obat resep à tidak boleh
diiklankan
— Prosedur pengaduan pelanggaran ke majelis etik
— Penutup
Contoh
Kasus:
Kemasan
obat à vulgar
Klaim
‘aman’ à harus
punya bukti ilmiah
Obat
untuk anak à kemasan,
logo disesuaikan dengan anak-anak
Iklan
dan slogan à saling
menyindir
Profesi
kesehatan dalam promosi à tidak etis, seharusnya tidak boleh
Promosi
terselubung à money
politic
MR
(Medical Representative) à bukan tenaga kefarmasian
Mensponsori
profesi kesehatan à memberi
bonus-bunus yang tidak rasional
Barang
cetakan untuk promosi à cth: ada tulisan/slogan produk tertentu pada blanko
resep
Barang-barang
promosi audio visual dan elektronik à membohongi konsumen karena tidak ada
bukti ilmiah
Obat
contoh à sering
dijual dipasaran
CARA
MENINGKATKAN KESEJAWATAN:
Ø Tidak
mencemarkan nama baik sejawat. Misalnya wah diapotek sana emang mahal, gak
diskon lho.
Ø Mengunjungi
sejawat, apalagi setelah lulus profesi dunia jadi terasa sunyi, bingung apalagi
belum kerja, saling mengunjungi selain silaturahim dapat menambah informasi
siapa tau ada dapat tawaran job.
Ø Waspada
terhadap adu domba, jadi komunikasikan dan tanyakan kepada yang faham tentang
persoalan, jangan mudah terpancing isu dan adu domba.
Ø Meminta
imbalan jasa profesi dari teman sejawat. Seharusnya sesama sejawat saling
tolong menolong tidak boleh dikenakan imbalan jasa profesi kita.
Ø Memuji
diri sendiri/ujub. Misalnya hahahaha pasien itu kalau tidak saya beri obat ini
pastitidak sembuh, atau dia sembuh karna saya kasi obat ini. Sesungguhnya
sembuh bukan dari kita, kita hanya sebagai perantara, semuanya adalah rahmad
Allah.
No comments for "KASUS DAN KODE ETIK SERTA IMPLEMENTASINYA-4"
Post a Comment