Widget HTML Atas

[Kontroversi 2020] Apakah Tenaga Kefarmasian = Tenaga Kesehatan???

 


Tenaga Kefarmasian = Tenaga Kesehatan???

Hadi Kurniawan

 

Berdasarkan Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit ada poin penting yang menjadi kontroversi bagi tenaga kefarmasian di Indonesia yakni pasal 7 ayat 2, pasal 10 dan pasal 17.

 

Mari kita perhatikan…

Pasal 7 ayat (2) berbunyi:

Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:

     a.    Pelayanan medik dan penunjang medik;

     b.   Pelayanan keperawatan dan kebidanan;

     c.    Pelayanan nonmedik.

 

Selanjutnya…

Pasal 10

Pelayanan nonmedik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat Kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.



Sementara Menurut PMK No. 72 tahun 2016 pada Pasal 3 ayat (1) bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi 2 sub standar, yaitu:

 

1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan

2. Pelayanan farmasi klinik, meliputi Pengkajian dan pelayanan Resep; penelusuran Riwayat penggunaan Obat; rekonsiliasi Obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; visite; Pemantauan Terapi Obat (PTO); Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); dispensing sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

 

“Dalam hal ini dapat kita lihat selain peran dalam kegiatan manajerial (non-klinik) yakni pengelolaan sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik), alat kesehatan dan bahan medis habis pakai (BMHP) pelayanan kefarmasian juga meliputi pelayanan farmasi klinik.”


Hal ini standar pelayanan kefarmasian di Rumah sakit PMK No. 72 tahun 2016 sungguh ironis jika dibandingkan dengan PMK No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit tersebut dimana pada Pasal 25 berbunyi:

 

"Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) merupakan pelayanan kefarmasian yang menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau”.

 

Dalam hal ini kefarmasian hanya identic dengan peran manajerial (non-klinik) semata. Tidak tersurat  dengan jelas di PMK No. 3 tahun 2020 ini bahwa pelayanan Farmasi Klinis seolah tidak termasuk pelayanan kefarmasian.

 

Sedangkan jika kita lihat UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, bahwa yang dimaksud tenaga kesehatan sebagai mana Pasal 1 ayat (1) adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

 

Selanjutnya KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN sebagaimana pada Pasal 8 bahwa Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:

a. Tenaga Kesehatan; dan

b. Asisten Tenaga Kesehatan.

 

Pasal 11 ayat (1) Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:

a. tenaga medis;

b. tenaga psikologi klinis;

c. tenaga keperawatan;

d. tenaga kebidanan;

e. tenaga kefarmasian;

f. tenaga kesehatan masyarakat;

g. tenaga kesehatan lingkungan;

h. tenaga gizi;

i. tenaga keterapian fisik;

j. tenaga keteknisian medis;

k. tenaga teknik biomedika;

l. tenaga kesehatan tradisional; dan

m. tenaga kesehatan lain.

 

Selanjutnya pada Ayat (6) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (TTK).

 

Jelas menurut UU Tenaga Kesehatan No. 36 tahun 2014 bahwa Tenaga Kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan TTK termasuk kedalam Tenaga Kesehatan. Namun ironis dengan PMK No. 3 tahun 2020 yang membuat heboh Nusantara khususnya tenaga kefarmasian atas terbitnya PMK tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dimana Kefarmasian dimasukkan ke dalam pelayanan non medik dimana semestinya Pelayanan Kefarmasian  masuk dalam salah satu Pelayanan Kesehatan yang diberikan diRumah sakit Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum selain pelayanan medic dan penunjang medic, pelayanan keperawatan dan kebidanan serta pelayanan nonmedik.

 

Jika tidak bagaimana dampaknya bagi pelayanan kefarmasian di RS???

1.   Adanya regulasi yang tidak sejalan akan membuat standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS. Dengan adanya PMK No. 3, maka Pelayanan Kefarmasian dapat dilaksanakan dengan melakukan pengelolaan persediaan farmasi saja.

2.   Dengan dasar PMK No. 3, maka kegiatan pelayanan Farmasi klinis pada ayat 1 PMK 72 tahun 2016, bukan merupakan standar pelayanan Farmasi di RS.

3.   Kegiatan Pemantauan terapi, pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, evaluasi penggunaan obat, Pelayanan Informasi obat merupakan rangkaian kegiatan yang masuk dalam pelayanan medis. Jika PMK No. 3 memasukan pelayanan Farmasi menjadi pelayanan non Medis, artinya kegiatan yang disebut di atas boleh bila tidak dilaksanakan.

 

Dampak Lain???

1.   Kewenangan Farmasi semakin sempit secara peraturan?

2.   Farmasi tidak masuk dalam kategori pelayanan, bagaimana dengan  Martabat jabatan kefarmasian?

3.   Professional Fee?

4.   Dll.

 

Demikian peraturan kontroversial yang viral di tanah air…

 

Lalu, …

 

APA RESPON DARI IKATAN APOTEKER INDONESIA???


Bisa disearch bahwa Organisasi Profesi Apoteker (IAI) telah melakukan beberapa tindakan diplomatis…

 

Apa yang sudah dilakukan IAI??? Yuk lanjutkan dikolom komentar… Bagi yang ingin berbagi ilmu dan informasi…


Tonton yuk videonya:



 

 

 


Hadi Kurniawan Apt
Hadi Kurniawan Apt Just Cool Just Smile

36 comments for "[Kontroversi 2020] Apakah Tenaga Kefarmasian = Tenaga Kesehatan???"

  1. AJOQQ menyediakan permainan poker,domino, bandarq, bandarpoker, aduq, sakong, bandar66, perang bacarat dan capsa :)
    ayo segera bergabung bersama kami dan menangkan uang setiap harinya :)
    AJOQQ juga menyediakan bonus rollingan sebanyak 0.3% dan bonus referal sebanyak 20% :)
    WA;+855969190856

    ReplyDelete
  2. UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan pada Pasal 8,11 ayat 1, dan 65 menyatakan bahwa tenaga kefarmasian termasuk sebagai tenaga kesehatan.
    Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah sakit
    Pasal 7 ayat 2 , 10, dan 17 menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian tidak tertera secara terpisah sebagai salah satu pelayanan kesehatan minimal di rumah sakit”
    “pelayanan farmasi masuk kedalam pelayanan non-medik”
    Permenkes 72 tahun 2016 tentang SPK di RS
    Pasal 3 ayat 1 “standar pelayanan kefarmasian di RS meliputi aspek manajerial/non klinis dan klinis". Agak bertolak belakang antara permenkes no.3 tahun 2020 dan permenkes No. 72 tahun 2016.

    Menurut permenkes 3 2020 pasal 25 kefarmasian hanya memberikan pelayanan dari aspek nonklinik/manajerial saja dan ini membuat seolah-olah pelayanan farmasi klinis tidak termasuk pelayanan kefarmasian.
    Dampak akibat adanya regulasi baru yang tidak sejalan dengan regulasi sebelumnya :
    1. Membuat standar pelayanan kefarmasian tidak seragam
    2. Kegiatan pelayanan farmasi klinis dianggap bukan sebagai standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang artinya boleh bila tidak dilaksanakan
    3. Kewenangan farmasi semakin sempit secara peraturan
    4. Martabat jabatan kefarmasian
    5. Professional fee

    ReplyDelete
  3. Beradasarkan Permenkes No.3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Peirizinan Rumah Sakit terdapat beberapa kontroversi pada pasal:
    Pasal 7 ayat 2 yang menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RS umum paling sedikit terdiri atas, pelayanan medik dan penunjang medik, pelayanan keperawatan dan kebidanan dan pelayanan non medik.
    Pasal 10 menyatakan bahwa pelayanan non medik terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasaranan dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasan jenazah, dan pelayanan non medik lainnya.
    Sedangkan pada Permekes No.73 tahun 2016 pada pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa standar pelayanan kefarmasian di RS meliputi 2 standar, yaitu:
    1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
    2. Pelayanan Farmasi klinik yang meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, PIO, Konseling, visite, PTO, MESO, evaluasi penggunaan obat, dispensing sediaan steril, dan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)
    Tetapi pada Permenkes No.3 Tahun 2020 pasal 25 menyatakan bahwa kefarmasian merupakan pelayanan kefarmasian yang menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat dan terjangkau. Sehingga menyetakan bahwa pelayanan kefarmasian di RS hanya peran manajerial (non-klinik). Sedangkan pada UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keteramplan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dan upaya kesehatan. Pada pasal 8 menyebutkan bahwa tenaga dibidang kesehatan terdiri atas tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan yang pada pasal 11 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan dikelompokkan dalam:
    a. tenaga medis
    b. tenaga psikologis klinis
    c. tenaga keperawatan
    d. tenaga kebidanan
    e. tenaga kefarmasian
    f. tenaga kesehatan masyarakat
    g. tenaga kesehatan lingkungan
    h. tenaga gizi
    i. tenaga keterapian fisik
    j. tenaga keteknisian medis
    k. tenaga teknik biomedika
    l. tenaga kesehatan tradisional
    m. tenaga kesehatan lain.
    dan pada ayat 6 menyatakan jenis tenaga kesahatan termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian terdiri atas apoteker dan TTK.
    Dampak bagi pelayanan kefarmasian di RS
    1. Regulasi yang tidak sejalan menyebabkan standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS
    2. Berdasarkan PMK No.3 pelayanan farmasi klinis pada PMK No. 72 bukan standar pelayanan kefarmasian di RS
    3. PTO, pengkajian resep dan pelayanan farmasi klinis lain boleh tidak dilakukan jika berdasarkan PMK No. 3
    Dampak lain
    1. Kewenangan farmasi semakin sempit secara peraturan\
    2. Martabat jabatan kefarmasian dipertanyakan karena tidak masuk dalam kategori pelayanan
    3. Professional fee

    ReplyDelete
  4. Berdasarkan permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit ada poin penting yang menjadi kontroversi bagi tenaga kefarmasian di indonesia yakni pasal 7 ayat 2, pasal 10 dan pasal 17.
    Pasal 7 ayat (2) berbunyi :
    Pelayanan Kesehatan yang di berikan oleh Rumah Sakit umum sebagaimana di maksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas :
    a. Pelayanan medik dan penunjang medik
    b. Pelayanan perawatan dan kebidanan
    c. Pelayanan nonmedik
    Pasal 10 pelayanan nonmedik sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengelolaan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.
    Menurut PMK No. 72 tahun 2016 pada pasal 3 ayat (1) bahwa standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit disebutkan meliputi sub standar yaitu :
    1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
    2. Pelayanan farmasi klinik
    UU No. 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan sebagai mana pasal 1 ayat (1) adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu. Kualifikasi dan pengelompokan tenaga kesehatan pada pasal 8 bahwa tenaga di bidang kesehatan terdiri dari :
    1. Tenaga kesehatan
    2. Asisten Tenaga Kesehatan
    Pasal 11 ayat (1) tenaga kesehatan dikelompokkan ke dalam
    1. Tenaga Medis
    2. Tenaga psikologi klinis
    3. Tenaga keperawatan
    4. Tenaga kebidanan
    5. Tenaga kefarmasian
    6. Tenaga kesehatan masyarakat
    7. Tenaga kesehatan lingkungan
    8. Tenaga gizi
    9. Tenaga keterapian fisik
    10. Tenaga keteknisian
    11. Tenaga teknik biomedika
    12. Tenaga kesehatan tradisional
    13. Tenaga kesehatan lain
    Ayat (6) jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurus e terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.

    ReplyDelete
  5. Pada UU Tenaga Kesehatan No. 36 tahun 2014 Tentang tenaga kefarmasian termasuk dalam tenaga kesehatan yaitu pada pasal 11 ayat 6 tentang tenaga kefarmasian yaitu apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Dan pada pasal 65 ayat 2 terkait dalam melakukan pekerjaan kefarmasin tenaga teknis kefarmasian dapat mendapatkan kelimpahan pekerjaan kefarmasian dari apoteker.
    Namun pada Permenkes No.3 tahun 2020 tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit pada pasal 7 ayat 2, pasal 10, dan pasal 17 yaitu tentang pelayanan kefarmasian termasuk pelayanan non medik.
    Namun pada Permenkes No.72 tahun 2016 pasal 3 ayat 1 terkait pekerjaan kefarmasian di RS itu meliputi pengelolaan sedian farmasi, Alkes, dan BMHP, dan pelayanan farmasi klinik. Sedangkan di Permenkes No. 3 tahun 2020 pelayanan kefarmasian tidak mencakup pelayanan farmasi klinik, padahal pelayanan farmasi klinik di butuhkan oleh pasien di RS. Sehingga pada saat ini terkait Permenkes No.72 tahun 2016 masih perlu dilakukan pengkajian terkait Pekerjaan Pelayanan Kefarmasian di RS.

    ReplyDelete
  6. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  7. Pada Permenkes No.3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Peirizinan Rumah Sakit
    - Pasal 7 ayat 2 yang menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RS umum paling sedikit terdiri atas, pelayanan medik dan penunjang medik, pelayanan keperawatan dan kebidanan dan pelayanan non medik.
    - Pasal 10 menyatakan bahwa PELAYANAN NON MEDIK terdiri atas PELAYANAN FARMASI, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasaranan dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasan jenazah, dan pelayanan non medik lainnya.
    Sedangkan pada Permekes No.73 tahun 2016 pada pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa standar pelayanan kefarmasian di RS meliputi 2 standar, yaitu:
    1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
    2. Pelayanan Farmasi klinik yang meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, PIO, Konseling, visite, PTO, MESO, evaluasi penggunaan obat, dispensing sediaan steril, dan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)
    Pada Permenkes No.3 Tahun 2020 pasal 25 menyatakan bahwa kefarmasian merupakan pelayanan kefarmasian yang menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat dan terjangkau. Sehingga menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian di RS hanya peran manajerial (non-klinik).
    Sedangkan pada UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keteramplan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dan upaya kesehatan.
    - Pasal 8 menyebutkan bahwa tenaga dibidang kesehatan terdiri atas tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan yang pada pasal 11 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan dikelompokkan dalam:
    a. tenaga medis
    b. tenaga psikologis klinis
    c. tenaga keperawatan
    d. tenaga kebidanan
    e. tenaga kefarmasian
    f. tenaga kesehatan masyarakat
    g. tenaga kesehatan lingkungan
    h. tenaga gizi
    i. tenaga keterapian fisik
    j. tenaga keteknisian medis
    k. tenaga teknik biomedika
    l. tenaga kesehatan tradisional
    m. tenaga kesehatan lain.
    - Pada ayat 6 menyatakan jenis tenaga kesahatan termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian terdiri atas apoteker dan TTK.
    Dampak kontroversi bagi pelayanan kefarmasian di RS
    a. Regulasi yang tidak sejalan menyebabkan standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS
    b. Berdasarkan PMK No.3 pelayanan farmasi klinis pada PMK No. 72 bukan standar pelayanan kefarmasian di RS
    c. PTO, pengkajian resep dan pelayanan farmasi klinis lain boleh tidak dilakukan jika berdasarkan PMK No. 3
    Dampak lain antara lain:
    a. Secara peraturan, kewenangan Tenaga Farmasi semakin sempit
    b. Martabat jabatan kefarmasian dipertanyakan karena tidak masuk dalam kategori pelayanan
    c. Professional fee

    ReplyDelete
  8. Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit ada poin penting yang menjadi kontroversi bagi tenaga kefarmasian di Indonesia yakni pasal 7 ayat 2, pasal 10 dan pasal 17.
    Sementara Menurut PMK No. 72 tahun 2016 pada Pasal 3 ayat (1) bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi 2 sub standar, yaitu:
    • Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
    • Pelayanan farmasi klinik, meliputi Pengkajian dan pelayanan Resep; penelusuran Riwayat penggunaan Obat; rekonsiliasi Obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; visite; Pemantauan Terapi Obat (PTO); Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); dispensing sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
    U No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, bahwa yang dimaksud tenaga kesehatan sebagai mana Pasal 1 ayat (1) adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
    KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN sebagaimana pada Pasal 8 bahwa Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
    • Tenaga Kesehatan; dan
    • Asisten Tenaga Kesehatan.
    Pasal 11 ayat (1) Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
    • tenaga medis;
    • tenaga psikologi klinis;
    • tenaga keperawatan;
    • tenaga kebidanan;
    • tenaga kefarmasian;
    • tenaga kesehatan masyarakat;
    • tenaga kesehatan lingkungan;
    • tenaga gizi;
    • tenaga keterapian fisik;
    • tenaga keteknisian medis;
    • tenaga teknik biomedika;
    • tenaga kesehatan tradisional; dan
    • tenaga kesehatan lain.

    ReplyDelete
    Replies
    1. pada Ayat (6) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (TTK).
      jelas menurut UU Tenaga Kesehatan No. 36 tahun 2014 bahwa Tenaga Kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan TTK termasuk kedalam Tenaga Kesehatan. Namun ironis dengan PMK No. 3 tahun 2020 yang membuat heboh Nusantara khususnya tenaga kefarmasian atas terbitnya PMK tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dimana Kefarmasian dimasukkan ke dalam pelayanan non medik dimana semestinya Pelayanan Kefarmasian masuk dalam salah satu Pelayanan Kesehatan yang diberikan diRumah sakit Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum selain pelayanan medic dan penunjang medic, pelayanan keperawatan dan kebidanan serta pelayanan nonmedik.
      jika tidak bagaimana dampaknya bagi pelayanan kefarmasian di RS :
      • Adanya regulasi yang tidak sejalan akan membuat standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS. Dengan adanya PMK No. 3, maka Pelayanan Kefarmasian dapat dilaksanakan dengan melakukan pengelolaan persediaan farmasi saja.
      • Dengan dasar PMK No. 3, maka kegiatan pelayanan Farmasi klinis pada ayat 1 PMK 72 tahun 2016, bukan merupakan standar pelayanan Farmasi di RS.
      • Kegiatan Pemantauan terapi, pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, evaluasi penggunaan obat, Pelayanan Informasi obat merupakan rangkaian kegiatan yang masuk dalam pelayanan medis. Jika PMK No. 3 memasukan pelayanan Farmasi menjadi pelayanan non Medis, artinya kegiatan yang disebut di atas boleh bila tidak dilaksanakan.
      Dampak Lain :
      • Kewenangan Farmasi semakin sempit secara peraturan?
      • Farmasi tidak masuk dalam kategori pelayanan, bagaimana dengan Martabat jabatan kefarmasian?
      • Professional Fee?
      • Dll.

      Delete
  9. Berdasarkan Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit terdapat poin penting yaitu pada pasal 7 ayat 2, pasal 10 dan pasal 17. Pada Pasal 10 tertulis bahwa tenaga kefarmasian masuk ke dalam pelayanan non medik.
    Pasal 10 : “Pelayanan nonmedik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat Kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya:
    Sementara Menurut PMK No. 72 tahun 2016 pada Pasal 3 ayat (1) bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi 2 sub standar, yaitu:
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
    2. Pelayanan farmasi klinik

    Akan tetapi pada peraturan baru berdasarkan permenkes no 3 tahun 2020 tenaga kefarmasian hanya melakukan peran managerial (tidak termasuk pelayanan farmasi klinik ) sedangkan pada UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, bahwa yang dimaksud tenaga kesehatan sebagai mana Pasal 1 ayat (1) adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan sehingga hal itu akan berdampak :
    1. Tidak sejalannya regulasi anatara permenkes dan uu
    2. Pelayanan farmasi klinis bukan lagi standar pelayanan kefarmasian di RS
    3. Kewenangan Farmasi semakin sempit secara peraturan
    4. Farmasi tidak masuk dalam kategori pelayanan, bagaimana dengan Martabat jabatan kefarmasian?
    5. Professional Fee
    Akan tetapi di tahun 2021 ini telah keluar peraturan terbaru yang membawa dampak positif bagi farmasi dimana Berdasarkan PP 47 tahun 2021 ini, Layanan Kefarmasian terdiri dari :
    • pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai yang dilakukan oleh instalasi farmasi sistem satu pintu; dan
    • pelayanan farmasi klinik.
    Tidak hanya itu, Pelayanan kesehatan yang diberikan Rumah Sakit
    umum sebagaimana meliputi:
    a. pelayanan medik dan penunjang medik;
    b. pelayanan keperawatan dan kebidanan’
    c. pelayanan kefarmasian; dan
    d. pelayanan penunjang

    ReplyDelete
  10. Nama: Lulu
    NIM: I1021181016
    Kelompok: 12

    UU No 36 tahun 2014 pasal 1 ayat 1 adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
    Pasal 8 menyebutkan tenaga kesehatan terdiri dari :
    a. Tenaga kesehatan
    b. Asisten tenaga kesehatan

    Pasal 11 ayat 1 mengelompokkan tenaga kesehatan yaitu:
    a. Tenaga medis
    b. Tenaga psikologi klinis
    c. Tenaga keperawatan
    d. Tenaga kebidanan
    e. Tenaga kefarmsian
    f. Tenaga kesehatan masyarakat
    g. Tenaga kesehatan lingkungan
    h. Tenaga gizi
    i. Tenaga keterapian fisik
    j. Tenaga keteknisan medis
    k. Tenaga teknis biomedika
    l. Tenaga kesehatan tradisional, dll

    PMK No. 3 Tahun 2020 tentang klarifikasi dan perizinan rumah sakit pada Pasal 7 ayat 2 menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RS umum paling sedikit terdiri atas:
    a. Pelayanan medik dan penunjang medik
    b. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
    c. Pelayanan non medik.

    Pasal 10 menyatakan bahwa pelayanan non medik terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasaranan dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasan jenazah, dan pelayanan non medik lainnya.

    Permenkes No.72 tahun 2016 pada pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa standar pelayanan kefarmasian di RS terdiri dari dua yaitu
    a. pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
    b. pelayanan farmasi klinik

    Permenkes No 3 tahun 2020 pasal 25 menyatakan bahwa pelayanan farmasi klinis seolah-olah tidak termasuk pelayanan kefarmasian dan hanya melakukan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.

    Dampak regulasi yang tidak sejalan adalah:
    1. Standar pelayanan kefarmasian menjadi tidak seragam
    2. Kegiatan pelayanan farmasi klinis dianggap bukan sebagai standar pelayanan kefarmasian di RS
    3. PTO, pengkajian resep dan pelayanan farmasi klinis lain boleh tidak dilakukan
    4. Kewenangan farmasi semakin sempit secara peraturan
    5. Martabat jabatan kefarmasian dipertanyakan
    6. Professional fee dipertanyakan

    ReplyDelete
  11. PMK no 3 tahun 2020 tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit – problem – pasal 7 ayat 2, pasal 10 dan pasal 17
    *pasal 7 ayat 2 – peyanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas : pelayanan medic dan penunjang medic, pelayanan keperawatan dan kebidanan, dan pelayanan non medic
    *pasal 10 – pelayanan non medic – terdiri atas – pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alkes, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah dan pelayanan non medic lainnya
    *pasal 17 ayat 1 – 4
    Menurut PMK no 72 tahun 2016 pasal 3 ayat 1 – standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi 2 sub standar : pengelolaan sediaan farmasi, alkes dan bahan hais pakai; pelayanan farmasi klinik
    PMK no 72 tahun 2016 dibanding PMK no 3 tahun 2020 sungguh ironis tentang klasifikasi dan periinan rumah sakit tersebut dimana pasal 25 berbunyi : “kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (2) merupakan pelayanan kefarmasian yang menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alkes dan BMHP aman, bermutu, bermanfaat dan terjangkau”
    - Dalam hal ini peran farmasi hanya sebatas menejerial semata – tidak dijelaskan secara tersurat di PMK no 3 tahun 2020 – seolah tidak termasuk pelayanan kefarmasian
    UU no 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan – pasal 1 (1) – setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
    Pasal 8 – tenaga di bidang kesehatan terdiri atas : tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan
    Pasal 11 (1)- tenaga kesehatan dikelompokkan dalam : tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterampilan fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan tenaga kesehatan lain
    Pasal 11(6) – jenis tenaga kesehatan dalam kelompok tenaga kefarmasian : apoteker dan TTK
    Dampak yang dapat terjadi atas pelayanan kefarmasian : adanya regulasi yang tidak sejala (membuatnya tidak seragamdi RS); menunjukkan ayat 1 PMK 72 tahun 2016 bukan merupakan standar pelayanan kefarmasian di RS; dan kegiatan pemantauan terapi, pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan oat, evaluasi penggunaan obat, pelayanan informasi obat merupakan rangkaian kegiatan pelayanan medis, yang oleh PMK no 3 tersebut mengartikan kegiaan ini boleh tidak dilaksanakan – dampak lain juga akan menurunkan kewenangan farmasi, farmasi tidak masuk dalam kategori pelayan,menrunkan martabat jabatan, professional fee dll

    ReplyDelete
  12. Nama : Anditasari Ika Putri
    NIM : I1021181052
    KELOMPOK XII
    Berdasarkan Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit ada poin penting yang menjadi kontroversi bagi tenaga kefarmasian di Indonesia yakni pasal 7 ayat 2, pasal 10 dan pasal 17.
    Pasal 7 ayat (2) berbunyi:
    Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
    a. Pelayanan medik dan penunjang medik;
    b. Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
    c. Pelayanan nonmedik.
    Pasal 10
    Pelayanan nonmedik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat Kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.
    Sementara Menurut PMK No. 72 tahun 2016 pada Pasal 3 ayat (1) bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi 2 sub standar, yaitu:
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
    2. Pelayanan farmasi klinik, meliputi Pengkajian dan pelayanan Resep; penelusuran Riwayat penggunaan Obat; rekonsiliasi Obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; visite; Pemantauan Terapi Obat (PTO); Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); dispensing sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

    Standar pelayanan kefarmasian di Rumah sakit PMK No. 72 tahun 2016 sungguh ironis jika dibandingkan dengan PMK No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit tersebut dimana pada Pasal 25 berbunyi:
    "Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) merupakan pelayanan kefarmasian yang menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau”. Dalam hal ini kefarmasian hanya identic dengan peran manajerial (non-klinik) semata. Tidak tersurat dengan jelas di PMK No. 3 tahun 2020 ini bahwa pelayanan Farmasi Klinis seolah tidak termasuk pelayanan kefarmasian.
    UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, bahwa yang dimaksud tenaga kesehatan sebagai mana Pasal 1 ayat (1) adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.


    ReplyDelete
    Replies
    1. KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN
      Pasal 8 bahwa Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas Tenaga Kesehatan; dan Asisten Tenaga Kesehatan.
      Pasal 11 ayat (1) Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam tenaga medis; tenaga psikologi klinis; tenaga keperawatan; tenaga kebidanan; tenaga kefarmasian; tenaga kesehatan masyarakat; tenaga kesehatan lingkungan; tenaga gizi; tenaga keterapian fisik; tenaga keteknisian medis; tenaga teknik biomedika;tenaga kesehatan tradisional; dan tenaga kesehatan lain.
      Pada Ayat (6) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (TTK).

      Menurut UU Tenaga Kesehatan No. 36 tahun 2014 bahwa Tenaga Kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan TTK termasuk kedalam Tenaga Kesehatan. Namun PMK No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dimana Kefarmasian dimasukkan ke dalam pelayanan non medik dimana semestinya Pelayanan Kefarmasian masuk dalam salah satu Pelayanan Kesehatan yang diberikan dirumah sakit
      Sehingga dampaknya bagi pelayanan kefarmasian di RS, yaitu :
      1. Adanya regulasi yang tidak sejalan akan membuat standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS. Dengan adanya PMK No. 3, maka Pelayanan Kefarmasian dapat dilaksanakan dengan melakukan pengelolaan persediaan farmasi saja.
      2. Dengan dasar PMK No. 3, maka kegiatan pelayanan Farmasi klinis pada ayat 1 PMK 72 tahun 2016, bukan merupakan standar pelayanan Farmasi di RS.
      3. Kegiatan Pemantauan terapi, pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, evaluasi penggunaan obat, Pelayanan Informasi obat merupakan rangkaian kegiatan yang masuk dalam pelayanan medis. Jika PMK No. 3 memasukan pelayanan Farmasi menjadi pelayanan non Medis, artinya kegiatan yang disebut di atas boleh bila tidak dilaksanakan.

      Delete
  13. UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 8, 11 ayat 1, dan 6 menyatakan bahwa tenaga kefarmasian termasuk sebagai tenaga kesehatan.
    Berdasarkan Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit pasal 7 ayat 2, pasal 10 dan pasal 17, menyatakan bahwa tenaga farmasi termasuk ke dalam pelayan non medic. Dan pasal 25 pelayanan kefarmasian hanya berperan dalam manajerial (non-klinik)
    Sedangkan pada PMK No. 72 tahun 2016 pada Pasal 3 ayat (1) bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi 2 sub standar, yaitu: 1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan 2. Pelayanan farmasi klinik.
    Hal ini bertolak belakang dengan Permenkes No.3 tahun 2020 pasal 25. Terdapat beberapa dampak yang dapat terjadi karena adanya regulasi baru yang tidak sejalan dengan regulasi sebelumnya, yaitu :
    1.Membuat standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS
    2.Kegiatan pelayanan farmasi klinis dianggap bukan sebagai standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit .
    3.Kegiatan Farmasi klinik tidak harus dilaksanakan.
    4. Kewenangan farmasi semakin sempit secara peraturan
    5. Farmaso tidak termasuk dalam kategori pekayanan medic, maka Martabat jabatan kefarmasian akan berubah
    6. termasuk Professional fee

    ReplyDelete
  14. Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
    ada poin penting yang menjadi kontroversi bagi tenaga kefarmasian
    Pasal 7 ayat (2) berbunyi:
    Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
    a. Pelayanan medik dan penunjang medik;
    b. Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
    c. Pelayanan nonmedik.
    Pelayanan nonmedik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat Kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.
    Menurut PMK No. 72 tahun 2016 pada Pasal 3 ayat (1) bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi 2 sub standar, yaitu:
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
    2. Pelayanan farmasi klinik, meliputi Pengkajian dan pelayanan Resep; penelusuran Riwayat penggunaan Obat; rekonsiliasi Obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; visite; Pemantauan Terapi Obat (PTO); Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); dispensing sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

    Sedangkan jika kita lihat UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, bahwa yang dimaksud tenaga kesehatan sebagai mana Pasal 1 ayat (1) adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
    Selanjutnya KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN sebagaimana pada Pasal 8 bahwa Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
    a. Tenaga Kesehatan; dan
    b. Asisten Tenaga Kesehatan.
    Jelas menurut UU Tenaga Kesehatan No. 36 tahun 2014 bahwa Tenaga Kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan TTK termasuk kedalam Tenaga Kesehatan. Namun ironis dengan PMK No. 3 tahun 2020 yang membuat heboh Nusantara khususnya tenaga kefarmasian atas terbitnya PMK tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dimana Kefarmasian dimasukkan ke dalam pelayanan non medik dimana semestinya Pelayanan Kefarmasian masuk dalam salah satu Pelayanan Kesehatan yang diberikan diRumah sakit Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum selain pelayanan medic dan penunjang medic, pelayanan keperawatan dan kebidanan serta pelayanan nonmedik.

    ReplyDelete
  15. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  16. berdasarkan UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
    Pada pasal 8 menyebutkan bahwa tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
    a. Tenaga kesehatan
    b. Asisten tenaga kesehatan
    Pada pasal 11 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan dikelompokkan dalam:
    a.Tenaga medis
    b.Tenaga psikologis klinis
    c.Tenaga keperawatand.
    d.Tenaga kebidanan
    e.Tenaga kefarmasian
    f. Tenaga kesehatan masyarakat
    g.Tenaga kesehatan lingkungan
    h.Tenaga gizi
    i.Tenaga keterapian fisik
    j.Tenaga keteknisian medis
    k.Tenaga teknik biomedika
    l.Tenaga kesehatan tradisional
    m.Tenaga kesehatan lain.
    berdasarkan Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit ada poin penting yang menjadi kontroversi bagi tenaga kefarmasian di Indonesia yakni pasal 7 ayat 2, pasal 10 dan pasal 17 yang menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian tidak tertera secara terpisah sebagai salah satu pelayanan kesehatan minimal di rumah sakit”
    “pelayanan farmasi masuk kedalam pelayanan non-medik”
    Permenkes 72 tahun 2016 tentang SPK di RS
    Pasal 3 ayat 1 “standar pelayanan kefarmasian di RS meliputi aspek manajerial/non klinis dan klinis". Agak bertolak belakang antara permenkes no.3 tahun 2020 dan permenkes No. 72 tahun 2016.
    Menurut permenkes 3 2020 pasal 25 kefarmasian hanya memberikan pelayanan dari aspek nonklinik/manajerial saja dan ini membuat seolah-olah pelayanan farmasi klinis tidak termasuk pelayanan kefarmasian.
    Dampak akibat adanya regulasi baru yang tidak sejalan dengan regulasi sebelumnya :
    1. Membuat standar pelayanan kefarmasian tidak seragam
    2. Kegiatan pelayanan farmasi klinis dianggap bukan sebagai standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang artinya boleh bila tidak dilaksanakan
    3. Kewenangan farmasi semakin sempit secara peraturan
    4. Martabat jabatan kefarmasian
    5. Professional fee

    ReplyDelete
  17. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  18. Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
    a. Pelayanan medik dan penunjang medik;
    b. Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
    c. Pelayanan nonmedik.
    Pasal 10
    Pelayanan nonmedik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat Kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.
    Sementara Menurut PMK No. 72 tahun 2016 pada Pasal 3 ayat (1) bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi 2 sub standar, yaitu:
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
    2. Pelayanan farmasi klinik, meliputi Pengkajian dan pelayanan Resep; penelusuran Riwayat penggunaan Obat; rekonsiliasi Obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; visite; Pemantauan Terapi Obat (PTO); Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); dispensing sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
    Dapat disimpulkan selain peran dalam kegiatan manajerial (non-klinik) yakni pengelolaan sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik), alat kesehatan dan bahan medis habis pakai (BMHP) pelayanan kefarmasian juga meliputi pelayanan farmasi klinik.
    Sedangkan jika kita lihat UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, bahwa yang dimaksud tenaga kesehatan sebagai mana Pasal 1 ayat (1) adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
    Selanjutnya Kualifikasi dan Pengelompokan Tenaga Kesehatan sebagaimana pada Pasal 8 bahwa Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
    a. Tenaga Kesehatan; dan
    b. Asisten Tenaga Kesehatan.
    Pasal 11 ayat (1) Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
    a. tenaga medis;
    b. tenaga psikologi klinis;
    c. tenaga keperawatan;
    d. tenaga kebidanan;
    e. tenaga kefarmasian;
    f. tenaga kesehatan masyarakat;
    g. tenaga kesehatan lingkungan;
    h. tenaga gizi;
    i. tenaga keterapian fisik;
    j. tenaga keteknisian medis;
    k. tenaga teknik biomedika;
    l. tenaga kesehatan tradisional; dan
    m.tenaga kesehatan lain.
    Selanjutnya pada Ayat (6) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (TTK).
    Jelas menurut UU Tenaga Kesehatan No. 36 tahun 2014 bahwa Tenaga Kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan TTK termasuk kedalam Tenaga Kesehatan. Namun ironis dengan PMK No. 3 tahun 2020 yang membuat heboh Nusantara khususnya tenaga kefarmasian atas terbitnya PMK tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dimana Kefarmasian dimasukkan ke dalam pelayanan non medik dimana semestinya Pelayanan Kefarmasian masuk dalam salah satu Pelayanan Kesehatan yang diberikan diRumah sakit Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum selain pelayanan medic dan penunjang medic, pelayanan keperawatan dan kebidanan serta pelayanan nonmedik.

    ReplyDelete
  19. NAMA : RIZKY HUSAIN
    NIM : I4041202016

    PMK NO. 2 TAHUN 2020
    PMK No. 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, disebutkan bahwa pelayanan kefarmasian masuk ke dalam pelayanan non medik, setara dengan pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana, prasarana dan alkes, pemulasaran jenzah dan pelayanan non medik lainnya.

    ACUAN UU NO. 36 TAHUAN 2014
    Sedangkan pada UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, disebutkan bahwa tenaga di bidang kesehatan dibagi menjadi 2, yaitu tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan. Tenaga kefarmasian masuk ke dalam kategori tenaga Kesehatan. Berdasarkan UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 8, 11 ayat 1, dan 6 menyatakan bahwa tenaga kefarmasian termasuk sebagai tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan dikelompokkan menjadi:
    1. Tenaga medis
    2. Tenaga psikologis klinis
    3. Tenaga keperawatan
    4. Tenaga kebidanan
    5. Tenaga kefarmasian
    6. Tenaga kesehatan masyarakat
    7. Tenaga kesehatan lingkungan
    8. Tenaga gizi
    9. Tenaga keterapian fisik
    10. Tenaga keteknisian medis
    11. Tenaga teknik biomedika
    12. Tenaga kesehatan tradisional
    13. Tenaga kesehatan lain.

    ACUAN PMK NO. 72 TAHUN 2016
    PMK No.72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa pelayanan kefarmasian terdiri dari dua jenis pelayanan yaitu pengelolaan sediaan farmasi, alkes dan BMHP serta pelayanan farmasi klinik. Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
    1. pengkajian dan pelayanan Resep;
    2. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
    3. rekonsiliasi Obat;
    4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
    5. konseling;
    6. visite;
    7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
    8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
    9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
    10. dispensing sediaan steril;
    11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).

    KESIMPULAN DAN DAMPAK YANG DAPAT DITIMBULKAN
    Berdasarkan regulasi-regulasi yang ada dapat disimpulkan bahwa tenaga kefarmasian termasuk juga kedalam tenaga kesehatan. Dampak yang dapat terjadi karena adanya regulasi baru yang tidak sejalan dengan regulasi sebelumnya, yaitu :
    1. Membuat standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS
    2. Kegiatan pelayanan farmasi klinis dianggap bukan sebagai standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit .
    3. Kegiatan Farmasi klinik tidak harus dilaksanakan.
    4. Kewenangan farmasi semakin sempit secara peraturan
    5. Farmaso tidak termasuk dalam kategori pekayanan medic, maka Martabat jabatan kefarmasian akan berubah
    6. Termasuk Professional fee.

    ReplyDelete
  20. NAMA : REREN SALWA
    NIM : I4041202031
    MENURUT UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan pada telah menjelaskan dengan sejelas jelasnya Pasal 8,11 ayat 1, dan 65 menyatakan bahwa tenaga kefarmasian termasuk sebagai tenaga Kesehatan, tenaga kefarmasian yaitu apoteker dan tenaga teknis kefarmasian
    BERDASARKAN Pada pasal 11 ayat 1 menjelaskan bahwa tenaga kesehatan dikelompokkan dalam: Tenaga medis, tenaga psikologis klinis, Tenaga keperawatand, Tenaga kebidanan, Tenaga kefarmasian, Tenaga kesehatan masyarakat, Tenaga kesehatan lingkungan, Tenaga gizi , Tenaga keterapian fisik, Tenaga keteknisian medis, Tenaga teknik biomedika, Tenaga kesehatan tradisional, Tenaga kesehatan lain.
    BERDASARKAN PERMENKES NO. 3 TAHUN 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit ada poin penting yang menjadi kontroversi bagi tenaga kefarmasian di Indonesia yakni pasal 7 ayat 2, pasal 10 dan pasal 17. Pasal 7 ayat (2) berbunyi: Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
    a. Pelayanan medik dan penunjang medik
    b. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
    c. Pelayanan nonmedik.
    Lalu pada PASAL 10 menjelaskan bahwa : Pelayanan nonmedik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas PELAYANAN FARMASI, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat Kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.
    Sedangkan MENURUT PMK NO. 72 TAHUN 2016 PADA PASAL 3 AYAT (1) bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi 2 sub standar, yaitu:
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
    2. Pelayanan farmasi klinik, meliputi Pengkajian dan pelayanan Resep; penelusuran Riwayat penggunaan Obat; rekonsiliasi Obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; visite; Pemantauan Terapi Obat (PTO); Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); dispensing sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
    Dapat disimpulkan selain peran dalam kegiatan manajerial (non-klinik) yakni pengelolaan sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik), alat kesehatan dan bahan medis habis pakai (BMHP) pelayanan kefarmasian juga meliputi pelayanan farmasi klinik.
    Menurut permenkes 3 2020 pasal 25 kefarmasian hanya memberikan pelayanan dari aspek nonklinik/manajerial saja dan ini membuat seolah-olah pelayanan farmasi klinis tidak termasuk pelayanan kefarmasian.
    Dampak akibat adanya regulasi baru yang tidak sejalan dengan regulasi sebelumnya :
    1. Membuat standar pelayanan kefarmasian tidak seragam
    2. Kegiatan pelayanan farmasi klinis dianggap bukan sebagai standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang artinya boleh bila tidak dilaksanakan
    3. Kewenangan farmasi semakin sempit secara peraturan
    4. Martabat jabatan kefarmasian
    5. Professional fee

    ReplyDelete
  21. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  22. NAMA: LAILA QADARIAH

    *Apakah Tenaga Kefarmasian = Tenaga Kesehatan???*
    Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
    - Pasal 7 ayat (2)
    Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
    a. Pelayanan medik dan penunjang medik;
    b. Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
    c. Pelayanan nonmedik
    - Pasal 10
    Pelayanan nonmedik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat Kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.

    PMK No. 72 tahun 2016 pada Pasal 3 ayat (1)
    - Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi 2 sub standar, yaitu:
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
    2. Pelayanan farmasi klinik

    PMK No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
    - Pasal 25 berbunyi: “Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) merupakan pelayanan kefarmasian yang menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau”.
    - Dalam hal ini kefarmasian hanya identik dengan peran manajerial (non-klinik) semata. Tidak tersurat dengan jelas di PMK No. 3 tahun 2020 ini bahwa pelayanan Farmasi Klinis seolah tidak termasuk pelayanan kefarmasian.

    UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
    - UU No. 36 tahun 2014 Pasal 8
    Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
    a. Tenaga Kesehatan; dan
    b. Asisten Tenaga Kesehatan.
    - UU No. 36 tahun 2014 Pasal 11 ayat (1)
    Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
    a. tenaga medis;
    b. tenaga psikologi klinis;
    c. tenaga keperawatan;
    d. tenaga kebidanan;
    e. tenaga kefarmasian;
    f. tenaga kesehatan masyarakat;
    g. tenaga kesehatan lingkungan;
    h. tenaga gizi;
    i. tenaga keterapian fisik;
    j. tenaga keteknisian medis;
    k. tenaga teknik biomedika;
    l. tenaga kesehatan tradisional; dan
    m. tenaga kesehatan lain.
    - Jelas menurut UU Tenaga Kesehatan No. 36 tahun 2014 bahwa Tenaga Kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan TTK termasuk kedalam Tenaga Kesehatan.

    Jika tidak bagaimana dampaknya bagi pelayanan kefarmasian di RS???
    1. Adanya regulasi yang tidak sejalan akan membuat standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS. Dengan adanya PMK No. 3, maka Pelayanan Kefarmasian dapat dilaksanakan dengan melakukan pengelolaan persediaan farmasi saja.
    2. Dengan dasar PMK No. 3, maka kegiatan pelayanan Farmasi klinis pada ayat 1 PMK 72 tahun 2016, bukan merupakan standar pelayanan Farmasi di RS.
    3. Kegiatan Pemantauan terapi, pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, evaluasi penggunaan obat, Pelayanan Informasi obat merupakan rangkaian kegiatan yang masuk dalam pelayanan medis. Jika PMK No. 3 memasukan pelayanan Farmasi menjadi pelayanan non Medis, artinya kegiatan yang disebut di atas boleh bila tidak dilaksanakan.

    *Dampak Lain???*

    1. Kewenangan Farmasi semakin sempit secara peraturan?
    2. Farmasi tidak masuk dalam kategori pelayanan, bagaimana dengan Martabat jabatan kefarmasian?

    *Terima Kasih, Semoga Bermanfaat*

    ReplyDelete
  23. Nama : Nia Anzini
    NIM : I4041202013

    1. Menurut UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kefarmasian masuk ke dalam Tenaga Kesehatan yang dapat dilihat pada pasal 8, 11 dan 65. Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.Pada pasal 65 dijelaskan bahwa tenaga teknis kefarmasian dapat menerima pelimpahan tugas kefarmasian dari apoteker, namun harus sesuai dengan keilmuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh TTK.

    2. Berdasarkan Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit pasal 7 ayat 2, pasal 10 dan pasal 17. Pada pasal 7 ayat 2 tidak menyebutkan bahwa adanya pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Sementara itu, pada pasal 10 diuraikan bahwa pelayanan farmasi digolongkan ke dalam pelayanan non medik, sama seperti pelayanan binatu/laundry, pemulasaran jenazah, gizi, dan lainnya. Hal ini memancing reaksi dari para tenaga kefarmasian di Indonesia, karena hal ini akan berdampak besar terhadap pengaruh tenaga kefarmasian dalam meningkatkan quality of life pasien yang sepertinya ‘tidak diakui’. Oleh karena itu organisasi mahasiswa farmasi seluruh Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Apoteker Indonesia Bersama membahas Permenkes ini dan meminta untuk ditinjau kembali sebelum dilakukan pengesahan oleh MK.

    3. Pada pasal lain yaitu pasal 25, disebutkan bahwa pelayanan kefarmasian hanya sebatas pengelolaan sediaan farmasi, alat Kesehatan dan BMHP/manajerial/non klinik. Hal ini bertentangan dengan PERMENKES NO. 72 TAHUN 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dikatakan pada PASAL 3 AYAT (1) bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit terdiri dari 2 sub standar, yaitu Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan farmasi klinik yang terdiri dari Pengkajian dan pelayanan Resep; penelusuran Riwayat penggunaan Obat; rekonsiliasi Obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; visite; Pemantauan Terapi Obat (PTO); Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); dispensing sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD). Pertentangan ini yang juga harus dipertimbangkan kembali oleh Pemerintah, karena aspek farmasi klinik juga merupakan pelayanan yang penting bagi pasien, dimulai dari penerimaan resep hingga monitoring penggunaan obatnya. Akibatnya, terjadi ketidakseragaman pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Namun hingga saat ini, pelayanan farmasi klinis tetap dilaksanakan di rumah sakit dengan pertimbangan kepentingan pasien.

    4. Dampak akibat adanya Permenkes No. 3 tahun 2020 yang tidak sejalan dengan regulasi sebelumnya yaitu:

    1. Membuat standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di seluruh rumah sakit
    2. Kegiatan pelayanan farmasi klinis dianggap bukan sebagai standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, dengan kata lain tidak wajib untuk dilaksanakan
    3. Kewenangan farmasi menjadi semakin sempit
    4. Martabat jabatan kefarmasian dipandang lemah
    5. Professional fee (penghasilan apoteker)
    Jayalah Apoteker Indonesia!

    ReplyDelete
  24. NABILA OKTAFIA
    I4041202005
    Berdasarkan Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit ada poin penting yang menjadi kontroversi bagi tenaga kefarmasian di Indonesia yakni pasal 7 ayat 2, pasal 10 dan pasal 17.
    Pasal 7 ayat (2) berbunyi:
    Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
    a. Pelayanan medik dan penunjang medik;
    b. Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
    c. Pelayanan nonmedik.
    Pasal 10
    Pelayanan nonmedik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat Kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.
    Menurut PMK No. 72 tahun 2016 pada Pasal 3 ayat (1) bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi 2 sub standar, yaitu:
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
    2. Pelayanan farmasi klinik, meliputi Pengkajian dan pelayanan Resep; penelusuran Riwayat penggunaan Obat; rekonsiliasi Obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; visite; Pemantauan Terapi Obat (PTO); Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); dispensing sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
    UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, bahwa yang dimaksud tenaga kesehatan sebagai mana Pasal 1 ayat (1) adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
    KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN sebagaimana pada Pasal 8 bahwa Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
    a. Tenaga Kesehatan; dan
    b. Asisten Tenaga Kesehatan.
    Pasal 11 ayat (1) Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
    a. tenaga medis;
    b. tenaga psikologi klinis;
    c. tenaga keperawatan;
    d. tenaga kebidanan;
    e. tenaga kefarmasian;
    f. tenaga kesehatan masyarakat;
    g. tenaga kesehatan lingkungan;
    h. tenaga gizi;
    i. tenaga keterapian fisik;
    j. tenaga keteknisian medis;
    k. tenaga teknik biomedika;
    l. tenaga kesehatan tradisional; dan
    m. tenaga kesehatan lain.

    ReplyDelete

  25. Restian Rony Saragi
    I4041202020

    Berikut adalah isi Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit yang menimbulkan keresahan kita bersama:
    1. Pasal 7 ayat (2) yang berbunyi, “Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
    2. Pelayanan medik dan penunjang medik;
    3. Pelayanan keperawatan dan kebidanan; dan
    4. Pelayanan non medik.”
    5. Pasal 10 yang berbunyi, “Pelayanan non medik yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan non medik lainnya.”
    adanya anggapan tenaga farmasi masuk non-medis adalah karena tidak adanya pelayanan interaksi langsung terhadap pasien menimbulkan pro-kontra di mana-mana. Hal ini karena sebagai seorang apoteker ada pelayanan yang disebut pelayanan farmasi klinik yang berinteraksi langsung terhadap pasien. Namun peran nyata apoteker termarginalkan oleh sistem di rumah sakit yang mana pelayanan farmasi terlokalisir pada bagian logistik, dispensing, dan administrasi sehingga pelayanan farmasi klinik perlu lebih dikembangkan.

    Kemudian adanya sudut pandang mengenai kategori medis dan non-medis; yaitu

    Pada UU:

    UU No. 36 Tahun 2014 Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa, Farmasi masuk dalam tenaga kesehatan, tapi bukan tenaga medis. Disini tidak disebut tenaga penunjang medis dan tenaga non medis.

    Kemudian pada PMK:

    PMK No. 340 Tahun 2010 Pasal 6, tenaga kefarmasian termasuk dalam pelayanan penunjang klinik.
    PMK No. 56 Tahun 2014 Pasal 14, ada klasifikasi sendiri pada tenaga kefarmasian. Keberadaannya di luar kategori medik dan penunjang medik. Sehingga tenaga kefarmasian termasuk pelayanan non medik yang memberikan pelayanan klinik.
    PMK No. 30 Tahun 2019 Pasal 7, pelayanan yang diberikan rumah sakit meliputi penunjang medik dan penunjang non medik, tidak ada penunjang klinik dan nonklinik. Farmasi termasuk pelayanan penunjang medik lain, sedangkan binatu masuk dalam penunjang nonmedik.
    PMK No. 3 Tahun 2020 Pasal 7, pelayanan di rumah sakit meliputi medik dan penunjang medik yang menjadi satu frasa, sementara pelayanan nonmedik dipisahkan dalam persyaratan lain.
    Dari pernyataan Undang-Undang dan PMK tersebut, tenaga kefarmasian dikelompokkan dalam tenaga kesehatan yang bukan tenaga medik. Tetapi, istilah non medik seakan-akan menjauhkan apoteker dari pasien, hal tersebut bertentangan dengan standar pelayanan kefarmasian yang terdiri atas manajemen dan farmasi klinik.

    Sumber : bahasan situs bem KMFA UGM

    ReplyDelete
  26. Muhammad Rifky
    PSPPA XIV
    Kelompok III

    Beradasarkan Permenkes No.3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Peirizinan Rumah Sakit terdapat beberapa kontroversi pada pasal:
    Pasal 7 ayat 2 yang menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RS umum paling sedikit terdiri atas, pelayanan medik dan penunjang medik, pelayanan keperawatan dan kebidanan dan pelayanan non medik.
    Pasal 10 menyatakan bahwa pelayanan non medik terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasaranan dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasan jenazah, dan pelayanan non medik lainnya.
    Sedangkan pada Permekes No.73 tahun 2016 pada pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa standar pelayanan kefarmasian di RS meliputi 2 standar, yaitu:
    1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
    2. Pelayanan Farmasi klinik yang meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, PIO, Konseling, visite, PTO, MESO, evaluasi penggunaan obat, dispensing sediaan steril, dan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)
    Tetapi pada Permenkes No.3 Tahun 2020 pasal 25 menyatakan bahwa kefarmasian merupakan pelayanan kefarmasian yang menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat dan terjangkau. Sehingga menyetakan bahwa pelayanan kefarmasian di RS hanya peran manajerial (non-klinik). Sedangkan pada UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keteramplan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dan upaya kesehatan. Pada pasal 8 menyebutkan bahwa tenaga dibidang kesehatan terdiri atas tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan yang pada pasal 11 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan dikelompokkan dalam:
    a. tenaga medis
    b. tenaga psikologis klinis
    c. tenaga keperawatan
    d. tenaga kebidanan
    e. tenaga kefarmasian
    f. tenaga kesehatan masyarakat
    g. tenaga kesehatan lingkungan
    h. tenaga gizi
    i. tenaga keterapian fisik
    j. tenaga keteknisian medis
    k. tenaga teknik biomedika
    l. tenaga kesehatan tradisional
    m. tenaga kesehatan lain.
    dan pada ayat 6 menyatakan jenis tenaga kesahatan termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian terdiri atas apoteker dan TTK.
    Dampak bagi pelayanan kefarmasian di RS
    1. Regulasi yang tidak sejalan menyebabkan standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS
    2. Berdasarkan PMK No.3 pelayanan farmasi klinis pada PMK No. 72 bukan standar pelayanan kefarmasian di RS
    3. PTO, pengkajian resep dan pelayanan farmasi klinis lain boleh tidak dilakukan jika berdasarkan PMK No. 3
    Dampak lain
    1. Kewenangan farmasi semakin sempit secara peraturan\
    2. Martabat jabatan kefarmasian dipertanyakan karena tidak masuk dalam kategori pelayanan
    3. Professional fee

    ReplyDelete
  27. Beradasarkan Permenkes No.3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Peirizinan Rumah Sakit terdapat beberapa kontroversi pada pasal:
    Pasal 7 ayat 2 yang menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RS umum paling sedikit terdiri atas, pelayanan medik dan penunjang medik, pelayanan keperawatan dan kebidanan dan pelayanan non medik.
    Pasal 10 menyatakan bahwa pelayanan non medik terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasaranan dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasan jenazah, dan pelayanan non medik lainnya.
    Sedangkan pada Permekes No.73 tahun 2016 pada pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa standar pelayanan kefarmasian di RS meliputi 2 standar, yaitu:
    1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
    2. Pelayanan Farmasi klinik yang meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, PIO, Konseling, visite, PTO, MESO, evaluasi penggunaan obat, dispensing sediaan steril, dan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)
    Tetapi pada Permenkes No.3 Tahun 2020 pasal 25 menyatakan bahwa kefarmasian merupakan pelayanan kefarmasian yang menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat dan terjangkau. Sehingga menyetakan bahwa pelayanan kefarmasian di RS hanya peran manajerial (non-klinik). Sedangkan pada UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keteramplan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dan upaya kesehatan. Pada pasal 8 menyebutkan bahwa tenaga dibidang kesehatan terdiri atas tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan yang pada pasal 11 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan dikelompokkan dalam:
    a. tenaga medis
    b. tenaga psikologis klinis
    c. tenaga keperawatan
    d. tenaga kebidanan
    e. tenaga kefarmasian
    f. tenaga kesehatan masyarakat
    g. tenaga kesehatan lingkungan
    h. tenaga gizi
    i. tenaga keterapian fisik
    j. tenaga keteknisian medis
    k. tenaga teknik biomedika
    l. tenaga kesehatan tradisional
    m. tenaga kesehatan lain.
    dan pada ayat 6 menyatakan jenis tenaga kesahatan termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian terdiri atas apoteker dan TTK.
    Dampak bagi pelayanan kefarmasian di RS
    1. Regulasi yang tidak sejalan menyebabkan standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS
    2. Berdasarkan PMK No.3 pelayanan farmasi klinis pada PMK No. 72 bukan standar pelayanan kefarmasian di RS
    3. PTO, pengkajian resep dan pelayanan farmasi klinis lain boleh tidak dilakukan jika berdasarkan PMK No. 3
    Dampak lain
    1. Kewenangan farmasi semakin sempit secara peraturan
    2. Martabat jabatan kefarmasian dipertanyakan karena tidak masuk dalam kategori pelayanan
    3. Professional fee

    ReplyDelete
  28. Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
    ada poin penting yang menjadi kontroversi bagi tenaga kefarmasian
    Pasal 7 ayat (2) berbunyi:
    Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
    a. Pelayanan medik dan penunjang medik;
    b. Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
    c. Pelayanan nonmedik.
    Pelayanan nonmedik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat Kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.
    Menurut PMK No. 72 tahun 2016 pada Pasal 3 ayat (1) bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi 2 sub standar, yaitu:
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
    2. Pelayanan farmasi klinik, meliputi Pengkajian dan pelayanan Resep; penelusuran Riwayat penggunaan Obat; rekonsiliasi Obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; visite; Pemantauan Terapi Obat (PTO); Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); dispensing sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

    Sedangkan jika kita lihat UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, bahwa yang dimaksud tenaga kesehatan sebagai mana Pasal 1 ayat (1) adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
    Selanjutnya KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN sebagaimana pada Pasal 8 bahwa Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
    a. Tenaga Kesehatan; dan
    b. Asisten Tenaga Kesehatan.
    Jelas menurut UU Tenaga Kesehatan No. 36 tahun 2014 bahwa Tenaga Kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan TTK termasuk kedalam Tenaga Kesehatan. Namun ironis dengan PMK No. 3 tahun 2020 yang membuat heboh Nusantara khususnya tenaga kefarmasian atas terbitnya PMK tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dimana Kefarmasian dimasukkan ke dalam pelayanan non medik dimana semestinya Pelayanan Kefarmasian masuk dalam salah satu Pelayanan Kesehatan yang diberikan diRumah sakit Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum selain pelayanan medic dan penunjang medic, pelayanan keperawatan dan kebidanan serta pelayanan nonmedik.

    ReplyDelete
  29. Nama : Umi Khairiyah (I4041222030)
    Kelompok : 4

    Berdasarkan Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit ada poin penting yang menjadi kontroversi bagi tenaga kefarmasian di Indonesia yakni pasal 7 ayat 2, pasal 10 dan pasal 17.
    Menurut PMK No. 72 tahun 2016 pada Pasal 3 ayat (1) bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi 2 sub standar, yaitu:
    1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
    2. Pelayanan farmasi klinik
    Kualifikasi dan pengelompokan tenaga kesehatan sebagaimana pada pasal 8 bahwa tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
    a. Tenaga Kesehatan
    b. Asisten Tenaga Kesehatan.
    Pasal 11 ayat (1) Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
    a. tenaga medis;
    b. tenaga psikologi klinis;
    c. tenaga keperawatan;
    d. tenaga kebidanan;
    e. tenaga kefarmasian;
    f. tenaga kesehatan masyarakat;
    g. tenaga kesehatan lingkungan;
    h. tenaga gizi;
    i. tenaga keterapian fisik;
    j. tenaga keteknisian medis;
    k. tenaga teknik biomedika;
    l. tenaga kesehatan tradisional; dan
    m. tenaga kesehatan lain.
    Ayat (6) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (TTK).
    Jelas menurut UU Tenaga Kesehatan No. 36 tahun 2014 bahwa Tenaga Kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan TTK termasuk kedalam Tenaga Kesehatan. . Namun ironis dengan PMK No. 3 tahun 2020 yang membuat heboh Nusantara khususnya tenaga kefarmasian atas terbitnya PMK tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dimana Kefarmasian dimasukkan ke dalam pelayanan non medik dimana semestinya Pelayanan Kefarmasian masuk dalam salah satu Pelayanan Kesehatan yang diberikan diRumah sakit Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum selain pelayanan medic dan penunjang medic, pelayanan keperawatan dan kebidanan serta pelayanan nonmedik.
    Dampaknya bagi pelayanan kefarmasian di RS ?
    1. Adanya regulasi yang tidak sejalan akan membuat standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS. Dengan adanya PMK No. 3, maka Pelayanan Kefarmasian dapat dilaksanakan dengan melakukan pengelolaan persediaan farmasi saja.
    2. Dengan dasar PMK No. 3, maka kegiatan pelayanan Farmasi klinis pada ayat 1 PMK 72 tahun 2016, bukan merupakan standar pelayanan Farmasi di RS.
    3. Kegiatan Pemantauan terapi, pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, evaluasi penggunaan obat, Pelayanan Informasi obat merupakan rangkaian kegiatan yang masuk dalam pelayanan medis. Jika PMK No. 3 memasukan pelayanan Farmasi menjadi pelayanan non Medis, artinya kegiatan yang disebut di atas boleh bila tidak dilaksanakan.
    Dampak lain yaitu :
    1. Kewenangan Farmasi semakin sempit secara peraturan?
    2. Farmasi tidak masuk dalam kategori pelayanan, bagaimana dengan Martabat jabatan kefarmasian?
    3. Professional Fee?
    4. Dll.

    ReplyDelete
  30. Nama : Harli Frimana (I4041222028)
    Kelompok 4

    Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
    - Pasal 7 ayat (2)
    Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
    a. Pelayanan medik dan penunjang medik;
    b. Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
    c. Pelayanan nonmedik
    - Pasal 10
    Pelayanan nonmedik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat Kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.

    PMK No. 72 tahun 2016 pada Pasal 3 ayat (1)
    - Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi 2 sub standar, yaitu:
    1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
    2. Pelayanan farmasi klinik

    PMK No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
    -Pasal 25 :
    Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) merupakan pelayanan kefarmasian yang menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Dalam hal ini kefarmasian hanya identik dengan peran manajerial (non-klinik) semata. Tidak tersurat dengan jelas di PMK No. 3 tahun 2020 ini bahwa pelayanan Farmasi Klinis seolah tidak termasuk pelayanan kefarmasian.

    UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keteramplan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dan upaya kesehatan.
    - Pasal 8
    Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
    a. Tenaga Kesehatan; dan
    b. Asisten Tenaga Kesehatan.
    - Pasal 11 ayat (1)
    Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
    a. tenaga medis;
    b. tenaga psikologi klinis;
    c. tenaga keperawatan;
    d. tenaga kebidanan;
    e. tenaga kefarmasian;
    f. tenaga kesehatan masyarakat;
    g. tenaga kesehatan lingkungan;
    h. tenaga gizi;
    i. tenaga keterapian fisik;
    j. tenaga keteknisian medis;
    k. tenaga teknik biomedika;
    l. tenaga kesehatan tradisional; dan
    m. tenaga kesehatan lain.
    dan pada ayat 6 Tenaga Kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan TTK termasuk kedalam Tenaga Kesehatan.

    Dampak bagi pelayanan kefarmasian di RS???
    1. Adanya regulasi yang tidak sejalan akan membuat standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS.
    2. Dengan dasar PMK No. 3, maka kegiatan pelayanan Farmasi klinis pada ayat 1 PMK 72 tahun 2016, bukan merupakan standar pelayanan Farmasi di RS.
    3. Kegiatan Pemantauan terapi obat, pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, evaluasi penggunaan obat, Pelayanan Informasi obat merupakan rangkaian kegiatan yang masuk dalam pelayanan medis boleh tidak dilaksanakan jika berdasarkan PMK no 3

    ReplyDelete
  31. Livia (I4041222027)
    Kelompok 4

    Berdasarkan PMK No. 3 tahun 2020 tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit. Pada pasal 7 ayat 2, pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit umum paling sedikit terdiri atas:
    a. Pelayanan medik dan penunjang medik
    b. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
    c. Pelayanan non medik.
    Pasal 10, pelayanan nonmedik terdiri dari: pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasan jenazah, dan pelayanan non medik lainnya.

    Berdasarkan PMK No.72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Pada pasal 3 ayat 1, standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi 2 sub standar, yaitu:
    1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
    2. Pelayanan Farmasi klinik yang meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, PIO, Konseling, visite, PTO, MESO, evaluasi penggunaan obat, dispensing sediaan steril, dan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)

    Berdasarkan PMK No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Pada pasal 25, kefarmasian merupakan pelayanan kefarmasian yang menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat dan terjangkau. Sehingga menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian di rumah sakit hanya peran manajerial (nonklinik).

    UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dan upaya kesehatan. Pada pasal 8 menyebutkan bahwa tenaga dibidang kesehatan terdiri atas tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan yang pada pasal 11 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan terdiri dari:
    a. Tenaga kesehatan
    b. Asisten Tenaga Kesehatan
    Pada pasal 11 ayat 1, tenaga kesehatan dikelompokkan dalam:
    a. Tenaga medis
    b. Tenaga psikologis klinis
    c. Tenaga keperawatan
    d. Tenaga kebidanan
    e. Tenaga kefarmasian
    f. Tenaga kesehatan masyarakat
    g. Tenaga kesehatan lingkungan
    h. Tenaga gizi
    i. Tenaga keterapian fisik
    j. Tenaga keteknisian medis
    k. Tenaga teknik biomedika
    l. Tenaga kesehatan tradisional
    m. Tenaga kesehatan lain.
    Pada ayat 6 Tenaga Kefarmasian terdiri dari: Apoteker dan TTK yang termasuk kedalam Tenaga Kesehatan.

    Dampak bagi pelayanan kefarmasian di rumah sakit
    1. Regulasi yang tidak sejalan akan menyebabkan standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di rumah sakit
    2. Berdasarkan PMK No. 3, pelayanan farmasi klinis ayat 1 PMK No. 72 tahun 2016, bukan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit
    3. Pengkajian resep, penelusuran Riwayat penggunaan obat, evaluasi penggunaan obat, PIO merupakan kegiatan yang masuk dalam pelayanan medis. Jika PMK No. 3 memasukkan pelayanan farmasi menjadi pelayanan non medis, artinya kegiatan yang disebut diatas boleh bila tidak dilaksanakan.
    Dampak lain:
    1. Kewenangan farmasi semakin sempit secara peraturan
    2. Martabat jabatan kefarmasian dipertanyakan karena tidak masuk dalam kategori pelayanan
    3. Professional fee

    ReplyDelete
  32. Nama : Inka Christi Willia
    Nim : I4041222026
    Kelompok : 4

    Berdasarkan Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
    1. Pelayanan medik dan penunjang medik;
    2. Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
    3. Pelayanan nonmedik.
    Berdasarkan UU No. 36 tahun 2014 Pasal 11 ayat (1) tentang Tenaga Kesehatan dikelompokkan menjadi:
    a. tenaga medis
    b. tenaga psikologi klinis
    c. tenaga keperawatan
    d. tenaga kebidanan
    e. tenaga kefarmasian
    f. tenaga kesehatan masyarakat
    g. tenaga kesehatan lingkungan
    h. tenaga gizi
    i. tenaga keterapian fisik
    j. tenaga keteknisian medis
    k. tenaga teknik biomedika
    l. tenaga kesehatan tradisional. Dan
    m. tenaga kesehatan lain
    Berdasarkan PMK No. 3 Tahun 2020 pada Pasal 7 ayat 2 yang menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RS umum paling sedikit terdiri atas:
    a. Pelayanan medik dan penunjang medik
    b. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
    c. Pelayanan non medik.
    Pasal 10 menyatakan bahwa pelayanan non medik terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasaranan dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasan jenazah, dan pelayanan non medik lainnya.
    Permenkes No.72 tahun 2016 pada pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa standar pelayanan kefarmasian di RS meliputi 2 standar, yaitu: Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Pelayanan Farmasi klinik yang meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, PIO, Konseling, visite, PTO, MESO, evaluasi penggunaan obat, dispensing sediaan steril, dan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD). Sehingga berdasarkan PMK No. 3 Tahun 2020 pada pasal 25 pelayanan farmasi klinis tidak termasuk pelayanan kefarmasian dan hanya melakukan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
    Dampak bagi pelayanan kefarmasian di RS
    • Regulasi yang tidak sejalan menyebabkan standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS
    • Berdasarkan PMK No.3 pelayanan farmasi klinis pada PMK No. 72 bukan standar pelayanan kefarmasian di RS
    • PTO, pengkajian resep dan pelayanan farmasi klinis lain boleh tidak dilakukan jika berdasarkan PMK No. 3
    Dampak lainnya yaitu:
    • Kewenangan farmasi semakin sempit secara peraturan
    • Martabat jabatan kefarmasian dipertanyakan karena tidak masuk dalam kategori pelayanan
    • Professional fee

    ReplyDelete
  33. Nama : Danang Sigit Widianto
    NIM : I4041222032
    Permenkes No. 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit ada poin penting yang menjadi kontroversi bagi tenaga kefarmasian di Indonesia yakni pasal 7 ayat 2, pasal 10 dan pasal 17.
    Sementara Menurut PMK No. 72 tahun 2016 pada Pasal 3 ayat (1) bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi 2 sub standar, yaitu:
    • Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
    • Pelayanan farmasi klinik, meliputi Pengkajian dan pelayanan Resep; penelusuran Riwayat penggunaan Obat; rekonsiliasi Obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; visite; Pemantauan Terapi Obat (PTO); Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); dispensing sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
    U No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, bahwa yang dimaksud tenaga kesehatan sebagai mana Pasal 1 ayat (1) adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
    KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN sebagaimana pada Pasal 8 bahwa Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
    • Tenaga Kesehatan; dan
    • Asisten Tenaga Kesehatan.
    Pasal 11 ayat (1) Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
    • tenaga medis;
    • tenaga psikologi klinis;
    • tenaga keperawatan;
    • tenaga kebidanan;
    • tenaga kefarmasian;
    • tenaga kesehatan masyarakat;
    • tenaga kesehatan lingkungan;
    • tenaga gizi;
    • tenaga keterapian fisik;
    • tenaga keteknisian medis;
    • tenaga teknik biomedika;
    • tenaga kesehatan tradisional; dan
    • tenaga kesehatan lain.

    ReplyDelete
  34. pada Ayat (6) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (TTK).
    jelas menurut UU Tenaga Kesehatan No. 36 tahun 2014 bahwa Tenaga Kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan TTK termasuk kedalam Tenaga Kesehatan. Namun ironis dengan PMK No. 3 tahun 2020 yang membuat heboh Nusantara khususnya tenaga kefarmasian atas terbitnya PMK tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dimana Kefarmasian dimasukkan ke dalam pelayanan non medik dimana semestinya Pelayanan Kefarmasian masuk dalam salah satu Pelayanan Kesehatan yang diberikan diRumah sakit Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit umum selain pelayanan medic dan penunjang medic, pelayanan keperawatan dan kebidanan serta pelayanan nonmedik.
    jika tidak bagaimana dampaknya bagi pelayanan kefarmasian di RS :
    • Adanya regulasi yang tidak sejalan akan membuat standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS. Dengan adanya PMK No. 3, maka Pelayanan Kefarmasian dapat dilaksanakan dengan melakukan pengelolaan persediaan farmasi saja.
    • Dengan dasar PMK No. 3, maka kegiatan pelayanan Farmasi klinis pada ayat 1 PMK 72 tahun 2016, bukan merupakan standar pelayanan Farmasi di RS.
    • Kegiatan Pemantauan terapi, pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, evaluasi penggunaan obat, Pelayanan Informasi obat merupakan rangkaian kegiatan yang masuk dalam pelayanan medis. Jika PMK No. 3 memasukan pelayanan Farmasi menjadi pelayanan non Medis, artinya kegiatan yang disebut di atas boleh bila tidak dilaksanakan.
    Dampak Lain :
    • Kewenangan Farmasi semakin sempit secara peraturan?
    • Farmasi tidak masuk dalam kategori pelayanan, bagaimana dengan Martabat jabatan kefarmasian?
    • Professional Fee?
    • Dll.

    ReplyDelete

Post a Comment