Widget HTML Atas

KEAJAIBAN ISRA’ MI’RAJ : Sains & Agama


KEAJAIBAN ISRA’ MI’RAJ : Sains & Agama.
Diresume dengan modifikasi oleh : Hadi Kurniawan Ibnu Hasmi

Sejarah Islam mencatat peristiwa Isra’ Mi’raj yang dahsyat, unik dan sulit dicerna akal bagi orang-orang yang tidak beriman (terjadi pada 27 Rajab tahun ke-10 kenabian menurut sebagian pendapat). 

Secara istilah, Isra’ artinya berjalan di waktu malam hari, sedangkan Mi’raj adalah alat (tangga) untuk naik. Isra’ mempunyai pengertian perjalanan Nabi Muhammad saw pada waktu malam hari dari Masjid Al-Haram Mekah ke Masjid Al Aqsha Baitul Maqdis/Palestina. Sedangkan Mi’raj adalah kelanjutan Nabi Muhammad saw dari Masjid Al Aqhsa ke langit tertinggi ke-7 sampai Sidratul Muntaha, tempat Nabi Muhammad saw bertemu dengan Allah swt. Perjalanan yang ditempuh hanya dalam waktu kurang dari semalam. Belum lagi saat itu belum ada teknologi transportasi yang canggih, membuat orang yang mendengar tanpa iman pasti akan menganggap itu adalah cerita bohong dan orang yang menceritakan  pasti sudah gila. 

Jika ditarik garis lurus dari masjidil Haram (Mekah) ke masjidil Aqsha (Palestina) jaraknya sekitar 1.500 km, dengan kendaraan pada zamannya saat itu perlu waktu kurang lebih 10 hari dengan perjalanan darat menggunakan Unta. 

Peristiwa Isra’ sebagaimana Q.S. Al-Israa’ : 1
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (Q.S. Al-Israa’ : 1)

Peristiwa Mi’raj sebagaimana Q.S. An Najm : 13-18
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratilmuntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (Q.S. An Najm : 13-18)

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj diawali dengan Maha Suci Allah,
mengisyaratkan bahwa kejadian ini adalah kejadian besar lagi dahsyat, dialami oleh orang yang begitu spesial, kejadian yang tak akan terulang kembali.

Peristiwa ini Allahlah yang memperjalankan Rasulullah Muhammad saw., bukan perjalanan yang dilakukan sendiri. 

Seandainya kita dikondisikan berada pada zaman tersebut, apakah kita akan meyakini peristiwa yang diceritakan Rasulullah tersebut??? Boleh jadi kita menjadi seperti Abu Jahal yang bersiasat ingin menghancurkan citra dan kharisma Rasulullah dengan menggiring opini publik bahwa Rasulullah tersebut adalah orang gila yang bermimpi dengan cerita-ceritanya yang tidak masuk akal. 

Secara logika, bagaimana mungkin perjalanan Isra’ yang begitu jauh dari Masjidil Haram (Mekah) ke Masjidil Aqsa (Palestina) kemudian dilanjutkan perjalanan Mi’raj hingga ke Sidratil Muntaha hanya dilakukan dalam waktu yang begitu singkat hanya satu malam hingga sebelum waktu shubuh (kurang lebih 8 jam) ??? 

Namun sesungguhnya logika tersebut pun bisa dipatahkan dengan logika sederhana pula. Fikirkanlah !!! Apakah mungkin seekor semut yang memiliki badan begitu kecil mampu berjalan dari Kota A ke Kota B yang berbeda pulau dengan jarak ratusan kilo meter bahkan menyeberangi lautan hanya dalam jarak tempuh kurang lebih 1 jam???

Mampukah semut tersebut ??? Mungkinkan terjadi ???

Kalaulah semut melakukan perjalanan sendiri tentulah itu menjadi hal yang mustahil. Namun jika semut melakukan perjalanan tersebut dengan diperjalankan diluar kehendaknya, semut itu tanpa sengaja makan roti didalam tas salah seorang penumpang yang sedang diruang tunggu pesawat, kemudian memasuki pesawat dan terbanglah pesawat tersebut menuju tempat yang begitu jauh dalam waktu 1 jam. 

Apakah sekarang semut telah berpindah tempat melakukan perjalanan luar biasanya dengan jarak yang begitu jauh untuk seukuran badannya?

Bagaimana ia menjadi mungkin, dimana pada awalnya perjalanan seekor semut tersebut adalah perjalanan yang mustahil???

Iya, karena ia telah diperjalankan oleh seseorang menggunakan pesawat.

Nah, bagaimana dengan Rasulullah melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj???

 Iya, pada peristiwa ini Allahlah yang memperjalankan Rasulullah Muhammad saw., bukan perjalanan sendiri sebagaimana Q.S. Al-Israa’ : 1, “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam…”.

Ikhwah fillah, tujuan perjalanan ini apa sebenarnya?
Tujuan perjalanan isra’ mi’raj tersebut adalah “linuriahu min ayaatina”,  agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami”.

PERJALANAN LUAR BIASA ini, membawa OLEH-OLEH YANG LUAR BIASA pula.
Perjalanan luar biasa ini tentunya memiliki latar belakang, kenapa Allah memperjalankan hamba-Nya. 

Peristiwa luar biasa ini ternyata memiliki latar belakang luar biasa juga yang mampu mengguncang jiwa Rasulullah, yang merupakan manusia biasa layaknya seperti kita. 

Ibunda Khadijah istri beliau tercinta meninggal dunia. Dimana istri beliau yang selama perjuangan da’wah selalu mendampingi dan memberikan motivasi tatkala Rasulullah mengalami cobaan da’wah yang begitu berat. Istri yang mana menjadi tempat berpangku menumpahkan keluh kesah yang selalu setia dan penuh kesabaran mendengarkan, memberikan semangat dan ketenangan. 

Tidak cukup sampai disitu, dalam waktu dekat dengan wafatnya istri tercinta…

Paman beliau yang sangat beliau cintai pun tak lama kemudian meninggal dunia. Abu Thalib yang merupakan paman sekaligus pemimpin suku Quraisy, yang selalu pasang badan terhadap orang-orang yang ingin mencegah dan menghancurkan da’wah beliau. Paman yang selalu memberikan perlindungan fisik menjaga dan menjamin keamanan keponakannya dalam menjalankan da’wah.
Wafatnya dua orang yang begitu Rasulullah cintai ini memberikan kesedihan yang mendalam bagi Rasulullah.  

Tahun dimana Rasulullah dirundung kesedihan yang begitu mendalam ini dikenal dengan tahun kesedihan / duka cita (‘Aamul Huzni).

Disaat Rasulullah mengalami kondisi seperti ini, Allah mengajak rasulullah “rekreasi” untuk menghibur Rasulullah dan memperlihatkan bahwa BEGITU MAHA KUASANYA ALLAH.
Sehingga Rasulullah dalam berda’wah betul-betul MENYANDARKAN DIRINYA kepada Allah. Sepulang “rekreasi / tafakur” tersebut dapat menambah keimanan.

Rasululah merasa terobati kesedihannya setelah diperjalankan Allah dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Perjalanan Luar Biasa pulangpun membawa OLEH-OLEH / KADO SPESIAL

Di ‘Arsy Rasulullah mendapatkan perintah SHOLAT yang begitu SPESIAL. Kenapa???

Karena Shalat adalah perintah yang spesial, tanpa melalui perantara malaikat Jibril dalam menerimanya seperti perintah-perintah lainnya yang melalui wahyu sebagaimana biasanya. Kali ini langsung diterima oleh Rasulullah dari Allah tanpa perantara malaikat Jibril.

Kenapa SHOLAT begitu SPESIAL ???

Karena sholat adalah amal yang dihisab pertama kali, semua amal seorang hamba tergantung sholatnya.

Tatkala seorang hamba bermasalah dalam hidup, perhatikanlah sholat !!!

Tatkala ingin Memperbaiki Kualitas Hidup, maka PERBAIKILAH KUALITAS SHOLAT !!!
Dengan mendirikan sholat tepat waktu diawal waktu.

Karna SHOLAT merupakan KADO TERINDAH, begitu SPESIAL.

Perjalanan panjang nan singkat pun usai, paginya Rasulullah masih terbayang dan takjub, sambil duduk termenung di pinggiran Ka’bah baitullah.

Saking bahagianya dengan perjalanan luar biasanya tadi malam, tiba -tiba lewat dan dipanggilnya Abu Jahal untuk menceritakan kisahnya tadi malam.

Abu Jahal adalah orang yang sangat membenci da’wah Rasulullah dan selalu berusaha ingin menghancurkan beliau namun saat ini ia mempunyai siasat untuk menjatuhkan citra Rasulullah.
Rasulullah pun menceritakan pengalaman luar biasanya tadi malam, Abu Jahal lantas tidak percaya. Justru Abu Jahal menguji Rasulullah untuk membuktikan kebenaran cerita beliau yang tidak masuk di akalnya itu. Abu Jahal menanyakan jika benar engkau berjalan dari masjidil haram ke masjidil aqsho, maka berapakah jumlah pintu Baitul maqdis ???

Seketika atas izin Allah ditampakkan dalam pandangan Rasulullah, sehingga beliau mampu menjawab dengan benar pertanyaan tersebut, Abu Jahalpun tertegun. Namun bukan Abu Jahal namanya ketika ia berputus asa ingin mencari cara bagaimana caranya menjatuhkan dakwah Rasulullah. 

Abu Jahal memiliki ide siasat untuk mengancurkan reputasi Rasulullah dengan fitnah bahwa beliau menceritakan perkara bohong dan tidak masuk akal.

Abu Jahal seolah-olah memfasilitasi Rasulullah dengan memberikan ide bagaimana kalua kita mengumpulkan orang-orang disuatu tempat luas kemudian engkau menceritakan pengalaman tersebut. Dengan prasangka baik Rasulullah pun meng-iyakan ide tersebut dan Abu Jahal mengumpulkan orang-orang.  

Disaat yang sama Abu Bakar r.a. mendengar kabar tersebut, dan Abu Bakar mencium ada suatu siasat jahat yang direncanakan Abu Jahal. Bergegas ia ikut berkumpul di tempat dimana orang-orang telah dikumpulkan oleh Abu Jahal yang berencana ingin mempermalukan dan menjatuhkan reputasi Rasulullah dengan memberikan komentar apakah kalian percaya dengan cerita yang tidak masuk akal itu. Untuk mencegah rencana yang tercium busuk itu, Abu Bakar pun selalu mengatakan “Aku Percaya” disetiap kali Rasulullah menceritakan perjalannya tentang Isra’ Mi’raj, membuat orang-orang yang mendengar juga ikut meyakini kebenaran tersebut. Begitulah Abu Bakar a.s. sehingga diberikan gelar Ash-Shiddiq yang selalu jujur dan percaya dengan Rasulullah. Alhasil rencana Abu Jahal pun gagal.

Bagaimana kejadian dan keajaiban Isra’ Mi’raj ini dipandang dari sisi SAINS???

Hingga saat ini sains pun belum mampu membuktikan secara pasti, namun paling tidak ada 3 pendapat kemungkinan tentang Isra’ Mi’raj.

Bahwa perjalanan rasulullah tersebut, merupakan perjalanan yang melibatkan :

1.       Fisik, bahwa perjalanan Isra’ Mi’raj melibatkan fisik atau jasad sebagaimana perjalanan pada umumnya dari suatu tempat ke tempat lain yang biasa dilakukan manusia. 

2.       Ruh, yakni perjalanan ruh saja tanpa melibatkan fisik / jasmaninya, atau

3.       Mimpi, bahwa perjalanan tersebut hanya berupa perjalanan di alam mimpi.

Manakah perjalanan yang dialami oleh Rasulullah ??? Apakah perjalanan Isra’ Mi’raj ini perjalanan dimensi jasad/fisik/jasmani secara utuh, atau perjalanan ruh atau hanya dalam bentuk mimpi ??? 

Bagaimana SAINS memberikan pendekatan ???

Pendekatan sains berikut untuk membuktikan kebenaran dan kemungkinan perjalanan tersebut.
Kita ketahui bahwa perjalanan beliau menggunakan kendaraan Buraq (yang artinya Kilat, makhluk berbadan cakaya dari alam malakut) dengan kecepatan cahaya.  Perjalanan yang begitu jauh, dahsyat, luar biasa bahkan tidak pernah akan terulang dengan pendekatan perjalanan menggunakan kecepatan cahaya. 

Melalui pendekatan perjalanan tercepat dalam sains yang tercepat adalah dengan kecepatan cahaya yakni 3x108 m/s, atau 300.000 km/s.

Perjalanan Isra’ Mi’raj setidaknya memerlukan 3 pendekatan teori :

1.       Teori Relativitas

Einstein  menerangkan bahwa tidak ada sesuatu yang mutlak dalam kehidupan ini. Segala sesuatu relatif dalam gerak dan kedudukannya.

Teori relativitas membahas mengenai struktur Ruang dan Waktu serta mengenai hal-hal yang berhubungan dengan gravitasi.

Teori relativitas terdiri dari 2 teori fisika yaitu relativitas umum (1907) dan relativitas khusus (1905). 

Teori relativitas diperkenalkan oleh Einstain melalui karyanya tahun 1905 tentang Elektrodinamika Benda Bergerak. Teori relativitas khusus disandarkan pada postulat bahwa kecepatan cahaya akan sama terhadap semua pengamat yang berada dalam kerangka acuan lembam. Teori relativitas khusus menggambarkan perilaku ruang dan waktu dari perspektif pengamat yang bergerak relatif terhadap satu sama lain, dan fenomena terkait.

Teori relativitas khusus ini berefek terhadap dilatasi waktu.

Perbandingan nilai kecepatan suatu benda dengan kecepatan cahaya akan berpengaruh pada keadaan benda tersebut.

Semakin dekat nilai kecepatan suatu benda (v) dengan kecepatan cahaya (c) maka semakin besar pula efek yang dialaminya (t) = perlambatan waktu.
Hingga ketika kecepatan benda menyamai kecepatan cahaya (v=c), benda itu pun sampai pada satu keadaan nol. Demikian, namun jika kecepatan benda dapat melampaui kecepatan cahaya (v>c), keadaan pun berubah. Efek yang dialami bukan lagi perlambatan waktu namun sebaliknya waktu menjadi mundur (-t).

Gelombang elektromagnetik dibuktikan bergerak pada kecepatan yang konstan, tanpa dipengaruhi gerakan sang pengamat. Inti pemikiran dari kedua teori ini (relativitas umum dan khusus) adalah bahwa dua pengamat yang bergerak relatif terhadap masing-masing akan mendapatkan waktu dan interval ruang yang berbeda untuk kejadian yang sama, namun isi hukum fisika akan terlihat sama oleh keduanya.

Pada teori relativitasnya Einstain ini melibatkan kesetaraan antara Energi dan Massa dimana E = m.c2 , (E = Energi; m = massa; c = kecepatan cahaya).

Agar perjalanan dengan kecepatan cahaya mungkin terjadi tanpa pengaruh gravitasi dan meminimalkan energi maka massa mesti diperkecil.
Massa dapat diperkecil dengan cara mengubah materi (misalnya menjadi suatu foton).

Bagaimana ruang dan waktu bisa mempengaruhi gravitasi.

Peristiwa perjalanan Isra’ Mi’raj dan teori relatifitas memiliki persamaan namun juga memiliki perbedaan di dalam proses kejadian. 

Persamaannya adalah:
a.       Keduanya membahas perihal perjalanan atau journey dari Bumi ke luar angkasa lalu kembali ke bumi (namun Isra’ Mi’raj lebih dari perjalanan sekedar ke luar angkasa);
b.       Keduanya membahas penggunaan faktor “speed” atau “kecepatan” tinggi di dalam pemberitaannya;
c.       Konsep mengenai perpisahan antara dua manusia (atau lebih) digunakan sebagai bahan pokok atau objek pembahasan di dalam kedua cerita.

Dalam Isra’ Mi’raj, Rasulullah meninggalkan kaumnya dibumi untuk bepergian ke Masjid Aqsha lalu ke langit ke-7, dalam kasus teori relativitas  menceritakan tentang 2 saudara kembar A dan B, dimana saudara kembar B bepergian keluar angkasa sementara saudara kembar A tetap berada di bumi.

Kaitannya dengan peristiwa Isra’ Mi’raj dengan teori relativitas Einstein, ketika sebuah benda bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, seperti halnya partikel Muon, benda itu akan mengalami efek perlambatan waktu (Dilatasi Waktu). Seseorang yang meluncur ke angkasa dengan pesawat yang berkecepatan mendekati kecepatan cahaya, maka ia akan mengalami pertambahan usia yang lebih lambat daripada yang semestinya di bumi.

Ketika kembali ke bumi ia akan mendapati bumi telah begitu tuanya sedang dirinya hanya bertambah beberapa waktu saja. Ia telah terlempar ke masa depan. Namun, jika kecepatannya ditambahkan hingga melampaui batas kecepatan cahaya, yang akan dialaminya bukanlah perlambatan waktu, namun sebaliknya. Ketika kembali ke bumi, bukan masa depan yang didapatinya. Namun ia kembali ke masa lalu. Ia menjadi penziarah masa lalu.

Dan, inilah yang direfleksikan Buraq sebagai kendaraan Nabi saat melakukan perjalanan Isra’. Ketika memulai perjalanan yaitu dari Masjid Al Haram (Mekah), dengan daya kecepatan Buraq (v>c), nabi tidaklah mengarah ke masa depan. 

Namun kembali ke masa lalu, dan melewati masa lalu itulah Nabi Muhammad saw diberangkatkan perjalanannya oleh Allah. Hingga seiring guliran-guliran waktu perjalanan itu, perjalanan pun melaju ke titik waktu saat mana beliau baru memulai. Hingga, kesan yang ada pun seolah-olah Nabi melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj hanyalah sesaat. Perjalanan yang panjang sehinga banyak kejadian dan pertemuan-pertemuan Rasulullah dalam perjalan tersebut namun terjadi dalam waktu singkat karena adanya dilatasi waktu.

Padahal, hakikatnya Rasulullah pun menjalani Isra’ Mi’raj, berdasarkan perhitungan waktu pribadinya, lazimnya perjalanan yang memerlukan waktu Panjang sebagaimana perjalanan biasanya.
Secara langsung ataupun tidak langsung Albert Einstein seolah-olah merefleksikan bahwa Isra’ Mi’raj adalah perjalanan menembus waktu.

Sedangkan, dalam teori yang dijelaskan Steven William Hawking, bermula dalam “A Brief History of Time-nya”, fisikawan yang merendah ini mengatakan seluruh model Jagat Raya kontemporer yang dibangun oleh fisikawan atau astrofisikawan masa kini (termasuk dirinya, Roger Penrose, Bekenstein, Carl Sagan dll) mengatakan asumsinya, bahwa “Relativitas Umum dan Mekanika Kuantum itu benar” dari statemen ini memang terbuka peluang bahwa mungkin saja baik relativitas Umum ataupun Mekanika Kuantum itu “Tidak Benar”.

Itu artinya, pada kondisi waktu nyata (waktu manusia) waktu hanya bisa berjalan maju dengan laju tetap, menuju nanti, besok, seminggu, sebulan, setahun lagi dst. Tidak bisa melompat kemasa lalu atau masa depan.

Menurut Hawking, pada kondisi waktu maya (waktu Tuhan) melalui teorinya Warm Hole “Lubang Cacing” kita bisa pergi ke waktu manapun dalam riwayat bumi, bisa pergi ke masa lalu dan ke masa depan.

Hal ini bermakna, masa depan dan kiamat (dalam waktu maya) menurut Hawking “telah ada dan sudah selesai” sejak diciptakannya alam semesta. Selain itu, melalui “lubang cacing” kita bisa pergi kemanapun di seluruh alam semesta dengan seketika. Jadi, dalam pandangan Hawking takdir itu tidak bisa dirubah, sudah jadi sejak diciptakannya.

Teori Hawking dengan “Lubang Cacing”nya sama logisnya dengan “Teori Menerobos Garis Tengah Alam Semesta”. Namun demikian, teori Hawking tidak semuanya bisa kita terima dengan mentah-mentah.

Sendainya benar, Rasulullah diperjalankan Allah melalui “Lubang Cacing” semesta, harus diingat bahwa perjalanan tersebut adalah perjalanan LINTAS ALAM, yakni menuju ke tempat yang kelak dipersiapkan bagi umat manusia, dimasa mendatang (yaitu surga dan neraka).

Dengan adanya pembuktian-pembuktian teori relativitas tersebut, Alber Einstein dengan teori relativitasnya secara langsung ataupun tidak telah membuktikan kisah Al-Qur’an tentang perjalanan Rasulullah saw ke langit ke-7 dan kembali ke bumi dalam waktu satu malam adalah benar, terutama dalam segi dimensi waktu, dalam perhitungannya yang memungkinkan. 

2.       Teori Annilitasi (Penghancuran)

Bahwa segala sesuatu diciptakan berpasang-pasangan. Termasuk materi yang terdiri dari penyusun terkecil atom yang tersusun atas proton bermuatan positif dan elektron bermuatan negatif.  

Melalui pendekatan teori ini, bahwa setiap materi (zat) memiliki pasangan yakni anti-materinya (yang berbeda muatan). Jika materi direaksikan dengan antimaterinya maka kedua partikel tersebut bisa lenyap berubah menjadi energi elektronegatif dengan kata lain menjadi seberkas cahaya / sinar gamma (foton). Foton tidak memiliki Massa namun memiliki Energi dan Momentum.

Menjadi badan foton ini yang paling mungkin dialami Rasulullah agar bisa menjalani perjalanan mengikuti kecepatan cahaya.

Berdasarkan teori annihilasi ini menunjukkan bahwa materi bisa dirubah menjadi cahaya dengan cara tertentu yang disebut annihilasi dan sebaliknya. Sebagaimana percobaan yang dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika partikel proton direaksikan dengan antiproton, atau electron dengan positron (antielektron), maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gamma.

Jika ditarik garis lurus dari masjidil Haram (Mekah) ke masjidil Aqsha (Palestina) jaraknya sekitar 1.500 km, jika ditempuh dengan kecepatan cahaya, maka hanya dibutuhkan waktu sekitar 0,005 detik dalam ukuran waktu kita dibumi. Sehingga perjalanan pulang pergi Rasulullah kira-kira membutuhkan waktu sekitar 0,01 detik saja. Peristiwa ini mungkin lebih dikenal seperti teleportasi dalam teori fisika kuantum.

3.       Teori Dimensi Ekstra  (Jalan Tikus / Lubang Cacing / Lubang Hitam)

Teori ini terkait perjalanan di luar dimensi Ruang dan Waktu yang kadang disebut dengan Jalan Tikus, Teori Kosmologi, Gravitasi Kuantum, Black Hole, Warm hole/Lubang Cacing (Steven William Hawking).

Berbeda dengan perjalanan Isra’, perjalanan Mi’raj Nabi melewati ruang antar dimensi. Perjalanan Mi’raj Nabi bukanlah perjalanan berjarak jauh atau pengembaraan angkasa luar, melainkan perjalanan menembus batas dimensi.

Karena walaupun tubuh Rasulullah saw diubah menjadi cahaya kemudian melakukan perjalanan mengarungi angkasa dengan kecepatan cahaya seperti perjalanan dari Mekah ke Palestina, maka mustahil bisa ditempuh dalam waktu singkat. Bukankah untuk menempuh diameter alam semesta diperlukan 30 miliar tahun dengan menggunakan kecepatan cahaya???

Lalu bagaimana caranya Allah swt memperjalankan Rasulullah saw menuju Sidratul Muntaha?
Bisa saja Allah menjadikan kecepatan Rasulullah melebihi kecepatan cahaya, tapi tentu untuk menjelaskan dari sudut pandang sains membutuhkan dasar yang telah disepakati. Mengingat hasil penelitian yang telah disepakati menunjukkan bahwa kecepatan cahaya merupakan kecepatan tertinggi saat ini, maka menjelaskan perjalanan Mi’raj Nabi dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya kita kesampingkan terlebih dahulu. Teori yang lebih mungkin untuk menjelaskan hal ini adalah Teori Antar Dimensi.

Berdasarkan teori superstring, alam semesta ini terdiri dari sepuluh dimensi dengan Sembilan dimensi Ruang dan Satu dimensi Waktu.

Para ahli beranggapan bahwa pada saat ledakan besar (big bang theory) yang dipercaya merupakan awal kejadian alam semesta, Sembilan dimensi tersebut adalah sama dan identik. Namun dengan memuainya semesta, hanya tiga dimensi saja yang ikut berekspansi (memuai). Sementara, keenam dimensi yang lainnya tetap terpilin.

Ketiga dimensi ini ditambah dimensi waktu merupakan dimensi yang mengisi ruang dan waktu kita.
Sementara keenam dimensi lainnya dipercaya dihuni oleh makhluk lain yang dimensinya lebih tinggi daripada manusia.

Kita hidup di alam yang dibatasi oleh dimensi ruang-waktu (tiga dimensi ruang, mudahnya kita sebut Panjang, Lebar dan Tinggi, serta satu dimensi waktu). Sehingga kita selalu memikirkan soal jarak dan waktu.

Dalam kisah Isra’ Mi’raj, Rasulullah Bersama buraq keluar dari dimensi ruang, sehingga dengan sekejap sudah berada di Masjidil Aqsha.

Perjalanan rasul melakukan Isra’ Mi’raj bukanlah sebuah mimpi karena Rasulullah dapat menjelaskan secara detil tentang masjid Aqsho dan tentang kafilah yang masih dalam perjalanan yang ditemuinya.

Selain itu perjalanan fisik Rasulullah merupakan pembuktian akan kemahakuasaan Allah swt (walaupun ada pendapat yang mengatakan bahwa perjalanan ini adalah bukan perjalanan fisik tapi perjalanan ruh dan sangat sulit dan tidak mungkin jika melibatkan fisik tanpa perubahan kebentuk badan cahaya). Wallahu a’lam.

Rasulullah juga keluar dari dimensi waktu, sehingga dapat menembus masa lalu dengan menemui beberapa nabi. Dilangit pertama (langit dunia) sampai langit ke-7 berturut-turut bertemu:
1.       Nabi Adam
2.       Nabi Isa dan Nabi Yahya
3.       Nabi Yusuf
4.       Nabi Idris
5.       Nabi Harun
6.       Nabi Musa
7.       Nabi Ibrahim
Rasulullah juga ditunjukkan Surga dan Neraka.

Berdasarkan teori dimensi ini, posisi langit pertama dengan langit kedua dan seterusnya tidak bertumpuk seperti susunan bertingkat. Tidak jauh disana, tetapi disini juga.

Perjalanan Rasulullah dari langit pertama dan seterusnya adalah dengan cara masuk ke dimensi yang lebih tinggi. Hilang dari sini kemudian sudah berada di dimensi yang lebih tinggi yang itu tempatnya di sini juga. Hal ini dianalogikan seperti sebuah ruangan berdimensi 3 dengan dinding tembok berdimensi 2. Balok yang berdimensi 3 memiliki permukaan berdimensi 2 yakni bagian sisi-sisinya.

Begitulah kira-kira analogi begaimana Rasulullah melakukan perjalanan antar dimensi. Dengan kehandak Allah swt., Jibril yang merupakan makhluk berdimensi lebih tinggi dari manusia membawa Rasulullah melakukan perjalanan dari langit pertama hingga langit ketujuh lalu menuju Sidratil Muntaha. Perjalanan ini bukanlah perjalanan jauh seperti telah disebutkan tadi. Melainkan kejadian ini terjadi di tempat Rasulullah saw terakhir duduk shalat di Masjidil Aqsha Palestina, karena ruang berdimensi 4, 5, dan seterusnya itu persis berada di sebelah kita, hanya kita tidak melihatnya dan tidak bisa mencapainya.

Wajar saja perjalanan Isra’ Mi’raj Rasulullah saw dari mekah ke Palestina dan kemudian dilanjutkan dengan perjalanan ke Sidratul Muntaha hanya terjadi dalam semalam.

Bayangkan dalam zaman ketika pemahaman manusia tentang sains  dan teknologi belum seperti sekarang, seorang Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. bisa beriman dan menerima kebenaran cerita Rasulullah saw tanpa sanggahan.

Begitu dekatnya jarak alam dunia (langit pertama) dengan alam akhirat (langit ketujuh) yang sangat dekat sudah digambarkan oleh hadist dari Jabir bin Abdullah. Ketika itu Rasululah saw didatangi oleh lelaki berwajah bersih dan berbaju putih (yang ternyata adalah malaikat Jibril as yang memasuki dimensi alam manusia):
Bertanya orang itu lagi (yakni Jibril a.s.) “Berapakah jaraknya dunia dengan akhirat?” Bersabda rasulullah saw, ”Hanya sekejap mata saja.”

Lantas bagaimana bisa Rasulullah yang terbuat dari materi padat melakukan perjalanan dengan kecepatan cahaya?

Dari ketiga pendekatan sains tersebut dimungkinkan perjalanan Rasulullah dalam peristiwa Isra’ adalah perjalanan dengan pendekatan yang paling mungkin dengan kondisi fisik/jasad yang ditransformasi menjadi cahaya (dengan kendaraan buraq/kilat) yang bisa berjalan dengan sangat cepat dengan kecepatan cahaya dengan penjelasan sebagaimana Teori Relativitas di atas.

Bagaimana tubuh Rasulullah diubah susunan materinya menjadi cahaya???

Lagi-lagi kita mempertanyakan kekuasaan Allah. Gampang bagi-Nya melakukan sesuatu atas sekehendak-Nya. Namun teori yang memungkinkan untuk menjelaskan ini adalah teori Annihilasi sebagaimana penjelasan diatas.

Karena jika perjalanan yang begitu cepat tersebut dengan kondisi fisik atau jasad pasti akan terjadi kerusakan pada tubuh yang hancur yakni putus, hancur, tercerai berainya ikatan antaratom dan molekul-molekul.

Sementara perjalanan Mi’raj bukanlah perjalanan jauh namun perjalanan menembus batas dimensi / lintas dimensi sebagaimana Teori Dimensi Ekstra di atas.

Apakah perjalanan Isra’ Mi’raj menggunakan ke-3 teori tersebut, wallahu a’lam, penjelasan sains dalam teorinya hanyalah sebuah pendekatan untuk membuktikan kebenaranya, keadaan sebenarnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ia berkehendak jadi, maka pastilah ia terjadi. Dari dimensi Iman sebagai mu’min kita wajib meyakini, namun penjelasan sains bukan untuk dipertentangkan dengan keyakinan, karena tak layak dan tak pantas sains diperbandingkan dengan keyakinan agama. Namun hanya sebuah pendekatan berfikir. Karna Allah juga meminta kita untuk BERFIKIR dan IQRA’.

Isra’ Mi’raj Terjadi pada malam hari???
Pada waktu malam kelembaban, dimensi suara (lebih keras), dan menghindari interferensi gelombang.

Jika terjadi pada siang hari akan terjadi interferensi gelombang dari cahaya sinar matahari dan bisa merusak badan cahaya (foton) Rasulullah.

Secara tafsir kejadian di waktu malam hari bahwa :
1.       Malam adalah waktu yang baik untuk hubungan sang hamba dengan Allah (waktu yang baik untuk menjalin kedekatan antara hamba dan tuhannya).
2.       Malam adalah waktu terbaik untuk bermuhasabah (dimana latar belakang kejadian Isra’ Mi’raj adalah diwafatkannya 2 orang yang sangat dicintai Nabi, sehingga dengan peristiwa ini Rasulullah diingatkan bahwa kesedihan karena wafatnya 2 hamba Allah tersebut adalah kecil dibandingkan dengan kebesaran dan kekuasaan Allah.
3.       Malam identik dengan kejahatan malamnya sehingga anggapan buruk tentang malam dinafikan Allah dengan kejadian luar biasa ini. Bahkan pada waktu malam juga Al-Quran diturunkan sebagaimana yang dikisahkan dalam surah Al-Qadr.

Subhanallah, peristiwa Isra’ Mi’raj begitu luar biasa terjadi hanya terjadi pada manusia pilihan untuk ketemu Allah, pulangnya membawa kado spesial yakni perintah Sholat.

Kenapa kisah pemuda kahfi di Alquran tidak detil seperti buku sejarah, kapan kejadian pastinya dan berapa jumlah orang pemuda kahfi tersebut??? Bahkan ada perbedaan tafsir terkait berapa jumlah pemuda tersebut, kapan kejadiannya, dll. Hakikatnya Allah tidak ingin kita hanya fokus pada sejarahnya saja, tapi mesti fokus kepada HIKMAH KEJADIAN.

Hakikatnya kisah Isra’ Mi’raj ini bukan tujuan Allah untuk dikuak sejarahnya atau fokus kepada sejarahnya saja namun prinsipnya adalah hedaknya kita FOKUS kepada HIKMAH KEJADIAN.

Jangan sampai kita menjadi generasi yang hanya terbiasa dengan rutinitas ritual-ritual.
Misalnya terbiasa dengan peringatan Isra’ Mi’raj yang sekedar menjadi ritual-ritual rutin tahunan, namun tidak pernah di dalami apa hikmah dibalik peristiwa sehingga tidak membekas kepada peningkatan keimanan dan peningkatan kualitas serta pemaknaan terhadap shalat.

Ritual juga dibarengi dengan memaknai Hikmah Kejadian.  

Dengan kuasa Allah
Beragama tidak cukup mengedepankan akal dan logika, melainkan iman.

Demikianlah kisah singkat perjalanan Rasulullah dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj bahwa perjalan yang luar biasa ini adalah perjalaan atas kehendak Allah, tidak mungkin menjadi mungkin dengan izinNya. Dimensinya adalah dimensi iman, bukan akal dan logika semata.

Kebenaran Islam tidak disandarkan pada ada atau tidaknya dukungan ilmiah, karena boleh jadi sains belum mampu membuktikan kebenaran ini.

Namun Sains dan Islam tidak TERPISAHKAN. Karna Agama ini berlandaskan fitrah sebagai manusia dan pasti sesuai dengan akal fikiran sehat dan hamba yang mau berfikir. Banyak bukti terkini dan ditemukannya fakta ilmiah dan sains tentang kebenaran Qur’an dan Islam yang telah ada 14 abad silam.  

Kebenaran Isra’ Mi’raj adalah kebenaran yang tidak harus dibuktikan dengan akal, namun lebih bersifat Imani untuk diyakini. Sains adalah pendekatan saja, namun segala sesuatu dalam Agama Islam yang belum dapat dibuktikan secara sains atau fakta ilmiah belum tentu tidak benar dan diragukan kebenarannya, hanya saja itulah keterbatasan akal dan pengetahuan sebagai seorang hamba. 

Jika AKAL dan LOGIKA serta FAKTA ILMIAH yang menjadikan sandaran dan standar KEBENARAN sesuatu, maka MANUSIA sesunggunya telah MENUHANKAN AKAL FIKIRAN serta LOGIKANYA sendiri.

BERAGAMA bukanlah dengan standar AKAL dan LOGIKA, namun bukan berarti BERAGAMA tidak menggunakan AKAL dan LOGIKA, bukankah Allah memerintahkan kita untuk BERFIKIR dan IQRA’ sebagai wahyu pertama yang diturunkan ???

Sementara Ilmu Pengetahuan yang dimiliki manusia yang Allah titipkan tersebut hanya laksana setetes air diujung jari yang dicelupkan ke samudera yang begitu luas. Janganlah angkuh dan sombong seolah-olah lebih dan merasa hebat atas segala sesuatu.

Bukankah ukuran kebenaran mutlak adalah agama yang bersumber dari wahyu? Yang landasannya bukan hanya dari LOGIKA tetapi juga BUDI NURANI yang merupakan puncak kesadaran manusia (IMAN).

Puncak kesadaran manusia (IMAN) inilah yang menjadi landasan Abu Bakar r.a. mempercayai sepenuhnya berita yang disampaikan Nabi Muhammad saw.

Maka dari sudut pandang kebeneran agama inilah kita sebagai umat Islam harus mempercayai Isra’ Mi’raj sebagai salah satu mukjizat yang dianugerahkan Allah swt untuk hamba terkasih-Nya Muhammad saw.

Tidak ada keraguan sedikitpun akan kebenarannya. Allah sendiri yang menjamin kebenarannya di dalam Al-Qur’an dan Hadist.

Namun ingat, bukan berarti kita sebagai umat Islam mengesampingkan AKAL untuk memahami peristiwa ini. 

Bukankah Allah sendiri yang memerintahkan kita untuk MEMIKIRKAN semua ciptaan-Nya termasuk peristiwa Isra’ Mi’raj ini. Karna Islam adalah agama yang tidak bertentangan dengan akal, logika dan fitrah justru ia sejalan. Segala ciptaannya, kebesaran dan kekuasaan-Nya hanyalah bagi hamba-hamba yang mau berfikir…

Pandangan sains ilmu pengetahuan ini bukan untuk membandingkannya dengan peristiwa mukjizat, karena memang tidak akan bisa dibandingkan. Tujuannya adalah bahwa ilmu pengetahuan manusia yang sangat sedikit dan terbatas saja mampu memahami peristiwa tersebut tentu tidak ada keraguan sedikitpun bagi Allah yang Maha Kuasa untuk bisa melakukan apapun atas Kehendak-Nya.

Dari sudut pandang sains bahwa peristiwa perjalanan luar biasa Isra’ Mi’raj ini adalah perjalanan yang sangat menginspirasi untuk dikaji karena manusia diperintahkan untuk Iqra’ (bacalah). Pada peristiwa ini Allah menunjukkan kekuasaannya dengan memperjalankan hambanya dengan perjalanan luar biasa lintas dimensi dengan izin Allah. Pada peristiwa ini kesedihan rasululah yang begitu mendalam hilang seketika dengan ditunjukkannya kebesaran dan kekuasaan Allah. Rasulullah ditunjukkan masa depan dan bersandar murni kepada Allah sehingga hambanya bisa menjadi hamba lebih baik dan hamba terbaik. Bahwa manusia sebagai Insan, Abdullah dan Khalifah.

Sedangkan berdasarkan sudut pandang agama bahwa Islam adalah agama yang sempurna dari sendi apapun. Jadi, berislamlah dengan kaffah (menyeluruh) tanpa setengah-setengah. Dengan Iqra’ maka terbukalah cakrawala wawasan. Bahwa sains mengungkap peristiwa Isra’ Mi’raj menjadikan kita tambah yakin dan bertambah keimanan. Kejadian Isra’ Mi’raj ini mesti diterima dengan KEIMANAN. 

Bahwa ALLAH SWT adalah MAHA KUASA atas segala sesuatu.

Menurut kita tidak mungkin, tapi bagi ALLAH MUNGKIN SAJA, TIDAK ADA YANG TIDAK MUNGKIN, KUN FAYAKUN, JADI, MAKA JADILAH IA dengan KEHENDAK dan ATAS IZIN ALLAH.

Itulah sifat JAIZ Allah. Laksana bagaimana NABI ISA’ a.s. tercipta tanpa BAPAK, tanpa proses reproduksi, tanpa proses hubungan biologi laksana penciptaan manusia pada umumnya. ITULAH KUASANYA. Demikian juga laksana Nabi Adam a.s. bahkan tercipta tanpa IBU dan BAPAK lebih dahsyat lagi. Semoga Akal dan Logika kita tunduk di bawah KEIMANAN dan SYARIAT AGAMA ALLAH, Agama yang hak dan diridhoi yakni ISLAM, mengikuti pemahaman Rasulullah sang kekasih utusan Allah.

Wallahu a’lam Bisshowaf.



Diresume dengan modifikasi.
Dalam acara KOPDAR Mujahidin FM Diskusi Santai di Kafe Kopi Tani Sipi Kalbar Kantor DISPERINDAG KALBAR, Ahad, 15 April 2018, pukul 15.00 – 17.30 WIB.
Bersama Erwina Oktavianty, M.Pd. (Akademisi, Dosen Fisika FKIP Untan) dan
Ust. Abuya Nanang Zakaria (Da’i Muda, Penulis Buku).
Hadi Kurniawan Apt
Hadi Kurniawan Apt Just Cool Just Smile

No comments for "KEAJAIBAN ISRA’ MI’RAJ : Sains & Agama"