BERHIAS SESUAI SYARIAT
BERHIAS SEHARI-HARI & WALIMATUL ‘URSY SESUAI SYARIAT
Permasalahan wanita sungguh
komplit hingga adanya fiqh khusus wanita, karena ??? Karena wanita begitu
istimewa dan dihormati dalam Islam, dijunjung tinggi dan dimuliakan. Allah
tidak memerintahkan sesuatu dan melarang sesuatu kecuali ada kebaikan yang akan
kembali kepada diri kita sendiri.
Tak sepantasnya kita
mencari-cari PEMBENARAN sementara KEBENARAN telah jelas. Tidak bijak kita jika
hanya tampil cantik di hadapan manusia sementara Allah dan RosulNya murka. Sesungguhnya
Allah maha indah dan mencintai keindahan, namun perindahlah, percantiklah,
berhiaslah dengan aturan main yang Allah dan Rosulullah SAW syariatkan. Insya
Allah ‘kan lebih mulia dihadapan manusia terlebih pandangan Allah SWT.
Islam memperkenankan
kepada setiap muslim, bahkan menyuruh supaya penampilannya baik, elok dipandang
dan hidupnya teratur dengan rapi untuk berhias diri dan menikmati pakaian yang
telah dicipta serta Allah anugerahkan.
Adapun tujuan pakaian
dalam pandangan Islam ada dua macam yaitu, guna menutup aurat dan berhias. Ini
adalah merupakan pemberian Allah kepada umat manusia seluruhnya, di mana Allah
telah menyediakan pakaian dan perhiasan.
Perhiasan
pada dasarnya dalam artian mempercantik diri atau apapun agar orang lain merasa
senang memandangnya merupakan suatu keharusan selama tidak melanggar syariat Islam.
Sebagai contoh, Allah memerintahkan agar manusia memakai perhiasan pada setiap
kali pergi ke masjid, Allah SWT berfirman:
“Wahai
anak-anak Adam! Pakailah pakaian kamu yang indah, berhiaslah pada tiap-tiap kali kamu ke tempat ibadat
(atau mengerjakan sembahyang), dan makanlah serta minumlah, dan jangan pula kamu berlebih-lebihan;
sesungguhnya Allah tidak suka akan orang-orang
yang melampaui batas”. (Q.S. Al-A’raf: 31)
“Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah
yang telah dikeluarkan untuk hambaNya dan begitu juga rezeki-rezeki yang baik
(halal)?” (Q.S. Al-A‘raf: 32)
Berhias atau berdandan adalah sifat fitrah seorang
wanita, dimana secara naluri para wanita umumnya punya kecendurngan untuk
tampil cantik dan menarik. Ini barangkali berhubungan dengan jiwa wanita yang
suka pada keindahan dan kebersihan ketimbang laki-laki. Naluri ini adalah
karunia Allah yang harus disyukuri.
Dalam pelaksanaannya, naluri untuk tampil cantik
dan berhias ini telah Allah berikan aturan mainnya, sehingga tidak salah jalan sehingga
hanya akan mengakibatkan kerugian dan kerusakan bagi pelakunya.
Terdapat aturan main secara syariat yang menentukan bahan-bahan perhiasan mana yang boleh dan tidak boleh digunakan dan dipakai, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Berikut batasan yang Allah tetapkan adalah:
1. Landasan Niat
Mungkin
cara berhias dan ketentuan dipenuhi namun ketika niat yang tidak benar seperti
ingin dipuji, pamer, kesombongan, membanggakan diri, bermegah-megah dan
berlebih-lebihan, tabaruj (menampakkan kecantikan, perhiasan dan anggota tubuh
untuk menjadi pusat perhatian, menarik perhatian laki-laki bukan mahram, mengundang
nafsu dan syahwat) maka menjadi melanggar
syariat.
Rasulullah SAW bersabda: “Makanlah
kamu dan bersedekahlah serta berpakaianlah dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak
bermegah-megah”.
(H.R.
An-Nasai)
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya
Allah tidak suka kepada orang-orang yang sombong takbur
dan
membangga-banggakan diri”.
(Q.S.
An-Nisaa: 36)
2. Perhiasan dari Emas
Segala perhiasan seperti cincin, anting-anting, kalung,
gelang dll yang dibuat dari emas boleh digunakan oleh perempuan, tetapi
haram bagi kaum lelaki. Walaupun dibolehkan bagi perempuan tentunya ada
batasan yakni tidak berlebih-lebihan dan tidak
bermegah-megah (kesombongan/pamer) serta memperhatikan aurat.
3. Berhias untuk Menyenangkan Suami
3. Berhias untuk Menyenangkan Suami
Istri
wajib tampil cantik dan semenarik mungkin di depan suami. Dan semua itu akan
melahirkan pahala yang besar dari Allah.
4. Kepada Laki-laki yang Mahram dan Sesama Wanita Muslimah
4. Kepada Laki-laki yang Mahram dan Sesama Wanita Muslimah
Seorang
wanita boleh menampakkan sebagian tubuhnya seperti kepala, leher, tangan, kaki
dan bagian lain yang memang dibolehkan secara syar‘i di depan kelaurganya yang
masih mahram. Namun tidak boleh menampakkan bagian seperti aurat besar dan
lainnya. Bedandan di depan mereka pun tidak menjadi masalah asal masih dalam
batas yang wajar dan tidak vulgar.
5. Kepada Laki-laki Bukan Mahram dan Wanita Non-Muslim
5. Kepada Laki-laki Bukan Mahram dan Wanita Non-Muslim
Keduanya
punya kedudukan yang sama yaitu diharamkan menampakkan bagian tubuh dan berhias
di depan mereka. Apalagi melenggak-lenggokkan tubuh untuk menarik syahwat
laki-laki asing/non-mahram.
6. Mengubah Ciptaan Allah
6. Mengubah Ciptaan Allah
Islam
menentang sikap berlebih-lebihan dalam berhias sampai kepada suatu batas yang
menjurus kepada suatu sikap mengubah ciptaan Allah yang oleh al-Quran dinilai bahwa
mengubah ciptaan Allah itu sebagai salah satu ajakan syaitan kepada
pengikut-pengikutnya, dimana syaitan akan berkata kepada pengikutnya itu
sebagai berikut:
“Sungguh akan kami
pengaruhi mereka itu, sehingga mereka mau mengubah ciptaan Allah.” (Q.S. An-Nisa‘:
119)
7.
Tidak Tabaruj
Tabaruj adalah menampakkan
kecantikan, perhiasan dan anggota tubuh untuk menjadi pusat perhatian, menarik
perhatian laki-laki bukan mahram, mengundang nafsu dan syahwat.
Batasan tabaruj yang mengeluarkan seorang perempuan muslimah dari tabarruj yang selanjutnya disebut kesopanan Islam, yaitu hendaknya dia dapat menepati hal-hal sebagai berikut:
a. Ghadh-dhul Bashar
(menundukkan pandangan), sebab perhiasan perempuan yang termahal ialah malu, sedang
bentuk malu yang lebih tegas ialah: menundukkan pandangan, seperti yang
difirmankan Allah: “Katakanlah kepada
orang-orang mu‘min perempuan hendaklah mereka itu menundukkan sebagian
pandangannya.” (see Q.S. An Nur: 30
& 31)
b. Tidak bergaul bebas
sehingga terjadi persentuhan antara laki-laki dengan perempuan,
Ma‘qil bin Yasar meriwayatkan, bahwa Rasulullah
s.a.w. Pernah bersabda sebagai berikut:
“Sungguh kepala salah seorang di antara kamu ditusuk dengan jarum dari besi, lebih baik daripada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya.” (Riwayat Thabarani, Baihaqi, dan rawi-rawinya Thabarani adalah kepercayaan)
“Sungguh kepala salah seorang di antara kamu ditusuk dengan jarum dari besi, lebih baik daripada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya.” (Riwayat Thabarani, Baihaqi, dan rawi-rawinya Thabarani adalah kepercayaan)
Dengan kata lain, tabarruj adalah hukum lain yang berbeda dengan hukum menutup aurat dan hukum wanita mengenakan kerudung dan jilbab. Walaupun seorang wanita telah menutup aurat dan berbusana syar'i, tidak menutup kemungkinan ia melakukan tabarruj. Larangan tabarruj telah ditetapkan Allah swt di dalam surat An-Nuur ayat 60. Allah Swt berfirman:
“Dan
perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang
tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka
dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan (tabaruj), dan berlaku sopan
adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. An Nuur: 60)
Perempuan tua yang telah menopause saja dilarang tabaruj terlebih lagi wanita muda dan masih punya keinginan untuk menikah.
Perbuatan yang termasuk Kategori Tabarruj
Banyak hadits yang melarang setiap
perbuatan yang bisa terkategori tabarruj; diantaranya adalah sebagai berikut;
1. Mengenakan Pakaian Tipis dan Pakaian
Ketat Yang Merangsang
Wanita yang mengenakan pakaian tipis,
atau memakai busana ketat dan merangsang termasuk dalam kategori tabarruj.
Nabi saw bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ
أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا
النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ
كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ
رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan manusia yang
menjadi penghuni neraka, yang sebelumnya aku tidak pernah melihatnya; yakni,
sekelompok orang yang memiliki cambuk seperti seekor sapi yang digunakan untuk
menyakiti umat manusia; dan wanita yang membuka auratnya dan berpakaian tipis
merangsang berlenggak-lenggok dan berlagak. Mereka tidak akan dapat masuk
surga dan mencium baunya. Padahal, bau surga dapat tercium dari jarak
sekian-sekian.”[HR. Imam Muslim]
Ketika menafsirkan frase “mutabarrijaat” yang terdapat di dalam surat al-Nuur ayat 60, Imam Ibnu al-’Arabiy menyatakan;
“Termasuk tabarruj, seorang wanita yang mengenakan pakaian tipis yang menampakkan warna kulitnya. Inilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah saw yang terdapat di dalam hadits shahih, “Betapa banyak wanita-wanita yang telanjang, berpakaian tipis merangsang, dan berlenggak-lenggok. Mereka tidak akan masuk ke dalam surga dan mencium baunya.” (HR. Imam Bukhari).
Sebab, yang menjadikan seorang wanita telanjang adalah karena pakaiannya; dan ia disebut telanjang karena pakaian tipis yang ia kenakan. Jika pakaiannya tipis, maka ia bisa menyingkap dirinya, dan ini adalah haram.”[3]
2. Mengenakan Wewangian Di Hadapan
Laki-laki Asing
Nabi saw bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ
فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Siapapun wanita yang memakai
wewangian kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium baunya, berarti ia
telah berzina.”[HR. Imam al-Nasaaiy]
Imam Muslim juga meriwayatkan sebuah
hadits dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi saw bersabda;
أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا
فَلَا تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ
“Setiap wanita yang memakai
wewangian, janganlah ia mengerjakan sholat ‘Isya’ bersama kami.”[HR.
Muslim]
أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا
فَلَا تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ
“Siapa saja wanita yang mengenakan
bakhur, janganlah dia menghadiri shalat ‘Isya’ yang terakhir bersama kami.”[HR. Muslim]
Menurut Ibnu Abi Najih, wanita yang
keluar rumah dengan memakai wangi-wangian termasuk dalam kategori tabarruj
jahiliyyah.[4]
Oleh karena itu, seorang wanita Mukminat dilarang keluar rumah atau berada di antara laki-laki dengan mengenakan wewangian yang dominan baunya.
Oleh karena itu, seorang wanita Mukminat dilarang keluar rumah atau berada di antara laki-laki dengan mengenakan wewangian yang dominan baunya.
Adapun sifat wewangian bagi wanita
Mukminat adalah tidak kentara baunya dan mencolok warnanya.
Ketentuan semacam ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw;
أَلَا وَطِيبُ الرِّجَالِ رِيحٌ لَا
لَوْنَ لَهُ أَلَا وَطِيبُ النِّسَاءِ لَوْنٌ لَا رِيحَ لَهُ
“Ketahuilah, parfum pria adalah yang
tercium baunya, dan tidak terlihat warnanya. Sedangkan parfum wanita
adalah yang tampak warnanya dan tidak tercium baunya.”[HR. Imam Ahmad dan
Abu Dawud]
3.
Behias terhadap laki-laki asing (bukan mahram atau suaminya)
Seorang wanita diharamkan berhias untuk
selain suaminya. Sebab, tindakan semacam ini termasuk dalam kategori
tabarruj. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, bahwa Nabi saw
bersabda;
“Seorang wanita dilarang berhias
untuk selain suaminya.” [HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan al-Nasaaiy]
4. Berdandan Menor dan Berlebihan
Termasuk tabarruj adalah berdandan atau
bersolek dengan tidak seperti biasanya. Misalnya, memakai bedak tebal,
eye shadow, lipstik dengan warna mencolok dan merangsang, dan lain
sebagainya. Sebab, tindakan-tindakan semacam ini termasuk dalam
kategori tabarruj secara definitif. Imam Bukhari menyatakan, bahwa
tabarruj adalah tindakan seorang wanita yang menampakkan kecantikannya kepada
orang lain.”[5] Larangan tersebut juga telah disebutkan dalam al-Quran.
Allah swt berfirman;
وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ
“Janganlah mereka memukul-mukulkan
kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.”[Al-Nuur:31]
Ayat ini juga menunjukkan keharaman melakukan tabarruj. Sedangkan definisi tabarruj adalah idzhaar al-ziinah wa al-mahaasin li al-ajaanib (menampakkan perhiasan dan kecantikan kepada laki-laki yang bukan mahram). Jika dinyatakan; seorang wanita telah bertabarruj, artinya, wanita itu telah menampakkan perhiasan dan kecantikannya kepada orang yang bukan mahramnya. Atas dasar itu, setiap upaya mengenakan perhiasan atau menampakkan kecantikan yang akan mengundang pandangan kaum laki-laki termasuk dalam tindakan tabarruj yang dilarang.
Berdandan menor, baik dengan lipstik, bedak, eye shadow, dan lain sebagainya dipandang merupakan tindakan tabarruj. Pasalnya, semua tindakan ini ditujukan untuk menampakkan kecantikan dirinya, kepada orang yang bukan mahram.
5. Membuka Sebagian Aurat
Wanita yang mengenakan topi kepala
tanpa berkerudung; mengenakan celana tanpa mengenakan jilbab, memakai kerudung tetapi
kalung dan anting-antingnya tampak , dan sebagainya, termasuk dalam tabarruj.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah sabda Rasulullah saw;
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ
أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا
النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ
كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ
رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan manusia yang menjadi
penghuni neraka, yang sebelumnya aku tidak pernah melihatnya; yakni, sekelompok
orang yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti
umat manusia; dan wanita yang membuka auratnya dan berpakaian tipis merangsang
berlenggak-lenggok dan berlagak, kepalanya digelung seperti punuk onta.
Mereka tidak akan dapat masuk surga dan mencium baunya. Padahal, bau
surga dapat tercium dari jarak sekian-sekian.” [HR. Imam Muslim]
Di dalam Syarah Shahih Muslim, Imam
Nawawiy berkata, “Hadits ini termasuk salah satu mukjizat kenabian.
Sungguh, akan muncul kedua golongan itu. Hadits ini bertutur tentang
celaan kepada dua golongan tersebut…. Sedangkan ulama lain berpendapat, bahwa
mereka adalah wanita-wanita yang menutup sebagian tubuhnya, dan menyingkap
sebagian tubuhnya yang lain, untuk menampakkan kecantikannya atau karena tujuan
yang lain.”"[6]
Dewasa ini kita menyaksikan banyak wanita Muslimah yang mengenakan kerudung dengan kemeja dan celana panjang ketat hingga menampakkan kecantikan dan seksualitas mereka. Di sisi lain, kita juga menyaksikan banyak wanita Muslimah yang mengenakan kain penutup kepala, tetapi, sebagian rambut, leher, telinganya terlihat dengan jelas. Sesungguhnya, perbuatan-perbuatan semacam ini terkategori tabarruj.
Menggelung rambut hingga besar seperti
punuk onta miring, juga termasuk tindakan tabarruj yang diharamkan di dalam
Islam. Sayangnya, perbuatan menggelung rambut ini justru telah membudaya
di tengah-tengah masyarakat, dan mereka tidak menyadari bahwa hal itu termasuk
perbuatan yang diharamkan oleh Allah swt.
6. Menghilangkan Tahi Lalat dan Meratakan Gigi
Wanita dan laki-laki juga dilarang
menghilangkan tahi lalat dan meratakan giginya agar kelihatan lebih
cantik. Dari Ibnu Umar ra diriwayatkan, bahwasanya Rasulullah saw
mengutuk orang yang menyambung rambut dan orang yang disambung rambutnya, serta
orang yang membuat tahi lalat dan orang yang minta dibuatkan tahi lalat.” [HR.
Bukhari dan Muslim]
Dalam riwayat lain dituturkan, bahwa Ibnu Mas’ud ra berkata;
قَالَ لَعَنَ عَبْدُ اللَّهِ
الْوَاشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ
الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ فَقَالَتْ أُمُّ يَعْقُوبَ مَا هَذَا قَالَ عَبْدُ
اللَّهِ وَمَا لِي لَا أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ وَفِي كِتَابِ
اللَّهِ قَالَتْ وَاللَّهِ لَقَدْ قَرَأْتُ مَا بَيْنَ اللَّوْحَيْنِ فَمَا
وَجَدْتُهُ قَالَ وَاللَّهِ لَئِنْ قَرَأْتِيهِ لَقَدْ وَجَدْتِيهِ وَمَا آتَاكُمْ
الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Allah mengutuk orang yang membuat
tahi lalat, dan orang yang minta dibuatkan tahi lalat, orang yang mengerok
alisnya, dan orang yang memangur giginya (meratakan gigi dengan alat) dengan
maksud untuk memperindah dengan mengubah ciptaan Allah”. Kemudian Ummu
Ya’qub menegurnya,”Apa ini?” Ibnu Mas’ud ra berkata, “Mengapa saya tidak
mengutuk orang yang dikutuk oleh Rasulullah saw; sedangkan di dalam kitab
Allah, Allah swt berfirman, “Apapun yang disampaikan oleh Rasul kepadamu,
laksanakanlah dan apa pun yang dilarangnya maka jauhilah”.[HR. Bukhari dan
Muslim]
Sesungguhnya, perbuatan-perbuatan yang terkategori tabarruj masih banyak, tidak hanya perbuatan-perbuatan yang telah dijelaskan di atas. Masih banyak perbuatan-perbuatan lain yang termasuk tabarruj.
Nah, Bagaimana dengan kasus dibawah ini?
A.
MENYAMBUNG RAMBUT
Pertanyaan:Apakah menyanggul itu termasuk menyambung rambut? lalu bagaimana dengan hukum orang yang menyambung rambut untuk orang lain, yang saya maksud disini adalah sanggul, semisal seorang perias pengantin yang diminta menyanggul, padahal itu pekerjaan berpuluh-puluh tahun dan mungkin ribuan kepala yang sudah disanggul, lalu bagaimana status upah yang diterima, seperti itu halal atau haramkah akh?
Seorang perempuan diharamkan untuk menyambut rambutnya dengan rambut yang najis atau dengan rambut manusia. Ketentuan ini bersifat umum untuk perempuan yang sudah bersuami ataukah belum baik seizin suami ataukah tanpa izinnya.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ ، وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ »
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung, perempuan yang mentato dan perempuan yang meminta agar ditato”(HR Bukhari no 5589).
Adanya laknat untuk suatu amal itu menunjukkan bahwa amal tersebut hukumnya adalah haram. Alasan diharamkannya hal ini adalah adanya unsur penipuan/tadlis disebabkan merubah ciptaan Allah. Hal ini juga dikarenakan haramnya memanfaatkan rambut manusia karena terhormatnya manusia. Pada asalnya potongan rambut manusia itu sebaiknya dipendam.
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِى بَكْرٍ – رضى الله عنهما – أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَتْ إِنِّى أَنْكَحْتُ ابْنَتِى ، ثُمَّ أَصَابَهَا شَكْوَى فَتَمَرَّقَ رَأْسُهَا ، وَزَوْجُهَا يَسْتَحِثُّنِى بِهَا أَفَأَصِلُ رَأْسَهَا فَسَبَّ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ
Dari Asma’ binti Abi Bakr, ada seorang perempuan yang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Telah kunikahkan anak gadisku setelah itu dia sakit sehingga semua rambut kepalanya rontok dan suaminya memintaku segera mempertemukannya dengan anak gadisku, apakah aku boleh menyambung rambut kepalanya. Rasulullah lantas melaknat perempuan yang menyambung rambut dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung” (HR Bukhari no 5591 dan Muslim no 2122).
عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَمِعَ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِى سُفْيَانَ ، عَامَ حَجَّ عَلَى الْمِنْبَرِ ، فَتَنَاوَلَ قُصَّةً مِنْ شَعَرٍ وَكَانَتْ فِى يَدَىْ حَرَسِىٍّ فَقَالَ يَا أَهْلَ الْمَدِينَةِ ، أَيْنَ عُلَمَاؤُكُمْ سَمِعْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَنْهَى عَنْ مِثْلِ هَذِهِ ، وَيَقُولُ « إِنَّمَا هَلَكَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ حِينَ اتَّخَذَهَا نِسَاؤُهُمْ » .
Dari Humaid bin Abdirrahman, dia mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan saat musim haji di atas mimbar lalu mengambil sepotong rambut yang sebelumnya ada di tangan pengawalnya lantas berkata, “Wahai penduduk Madinah di manakah ulama kalian aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda melarang benda semisal ini dan beliau bersabda, ‘Bani Israil binasa hanyalah ketika perempuan-perempuan mereka memakai ini (yaitu menyambung rambut’ (HR Bukhari no 3281 dan Muslim no 2127).
Ringkasnya sebagaimana yang dikatakan oleh penulis Fiqh Sunnah lin Nisa’ hal 413,
“Sesungguhnya seorang perempuan tidaklah diperbolehkan untuk menyambung rambutnya dengan rambut yang lain semisal memakai wig baik dengantujuan menyenangkan suami atau orang lain. Hukumnya adalah haram”.
Disambung dengan bukan rambut orang
Jika rambut disambung dengan bukan rambut manusia namun tergolong rambut yang suci (baca: tidak najis) maka menurut pendapat yang dinilai sebagai pendapat yang benar di antara para ulama bermazhab Syafii hukumnya adalah haram jika perempuan tersebut tidak bersuami. Sedangkan menurut pendapat yang lain di kalangan ulama-ulama mazhab Syafii, hukumnya adalah makruh.
Jika perempuan tersebut bersuami maka ada tiga pendapat di kalangan para ulama bermazhab Syafii.
Pendapat yang dinilai paling tepat adalah boleh jika dengan izin suami. Namun jika tanpa izin suami hukumnya haram.
Pendapat kedua, mengharamkannya secara mutlak. Pendapat ketiga, tidak haram dan tidak makruh secara mutlak (baik dengan izin ataupun tanpa izin suami).
Sedangkan para ulama bermazhab Hanafi membolehkan seorang perempuan untuk menyambung rambut asalkan bukan dengan rambut manusia agar rambut nampak lebih banyak. Mereka beralasan dengan perkataan yang diriwayatkan dari Aisyah.
Dari Sa’ad al Iskaf dari Ibnu Syuraih, Aku berkata kepada Aisyah bahwasanya Rasulullah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya. Aisyah lantas berkomentar,
قالت يا سبحان الله وما بأس بالمرأة الزعراء أن تأخذ شيئا من صوف فتصل به شعرها تزين به عند زوجها إنما لعن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – المرأة الشابة تبغى فى شيبتها حتى إذا هى أسنت وصلتها بالقلادة.
“Subhanallah, tidaklah mengapa bagi seorang perempuan yang jarang-jarang rambutnya untuk memanfaatkan bulu domba untuk digunakan sebagai penyambung rambutnya sehingga dia bisa berdandan di hadapan suaminya. Yang dilaknat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah seorang perempuan yang rambutnya sudah dipenuhi uban dan usianya juga sudah lanjut lalu dia sambung rambutnya dengan lilitan (untuk menutupi ubannya, pent) [Riwayat ini disebutkan oleh Suyuthi dalam Jami’ al Ahadits no 43260 dan beliau komentari sebagai riwayat Ibnu Jarir].
Sedangkan para ulama bermazhab Maliki mengharamkan menyambung rambut tanpa membedakan apakah disambung dengan rambut ataukah disambung dengan bukan rambut.
Di sisi lain para ulama bermazhab Hambali hanya mengharamkan jika rambut disambung dengan rambut baik rambut manusia ataupun rambut hewan, baik dengan izin suami ataukah tanpa izin suami. Akan tetapi mereka mengatakan bahwa tidaklah mengapa jika seorang perempuan mengikat rambutnya jika tidak dengan rambut jika ada kebutuhan.
Namun di antara pendapat Imam Ahmad adalah melarang seorang perempuan untuk menyambung rambutnya baik disambung dengan rambut, bulu kambing ataupun tumbuh-tumbuhan yang bisa dijadikan sebagai hiasan rambut
Penulis Fiqh sunnah lin Nisa’ hal 413,
“Pendapat yang paling kuat di antara dua pendapat ulama yang ada adalah diperbolehkan bagi seorang perempuan untuk menyambung rambutnya dengan benang sutra, bulu domba ataupun potongan-potongan kain dan benda-benda lain yang tidak menyerupai rambut. Perbuuatan ini tidaklah dinilai termasuk menyambung rambut, tidaklah pula sejenis dengan tujuan orang yang menyambung rambut. Hal ini hanyalah untuk berdandan dan berhias. Menurut Nawawi inilah pendapat al Qadhi ‘Iyadh dan Ahmad bin Hambal”.
Akan tetapi -insya Allah- pendapat yang lebih tepat adalah pendapat ulama yang melarang untuk menyambung rambut secara mutlak dengan benda apapun baik potongan kain ataupun yang lainnya. Hal ini dikarenakan menimbang dua hadits berikut ini.
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ مُعَاوِيَةَ قَالَ ذَاتَ يَوْمٍ إِنَّكُمْ قَدْ أَحْدَثْتُمْ زِىَّ سَوْءٍ وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ الزُّورِ. قَالَ وَجَاءَ رَجُلٌ بِعَصًا عَلَى رَأْسِهَا خِرْقَةٌ قَالَ مُعَاوِيَةُ أَلاَ وَهَذَا الزُّورُ. قَالَ قَتَادَةُ يَعْنِى مَا يُكَثِّرُ بِهِ النِّسَاءُ أَشْعَارَهُنَّ مِنَ الْخِرَقِ.
Dari Qotadah, dari Said bin Musayyib sesungguhnya Muawiyah pada suatu hari berkata, “Sungguh kalian telah mengada-adakan perhiasan yang buruk. Sesungguhnya Nabi kalian melarang perbuatan menipu”. Kemudian datanglah seseorang dengan membawa tongkat. Diujung tongkat tersebut terdapat potongan-potongan kain. Muawiyah lantas berkata, “Ingatlah, ini adalah termasuk tipuan”. Qotadah mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah potongan-potongan kain yang dipergunakan perempuan untuk memperbanyak rambutnya (HR Muslim 2127).
Tentang hadits ini, Syaikh Al Albani mengatakan,
“Riwayat ini sangat tegas menunjukkan bahwa menyambung rambut dengan bukan rambut baik dengan potongan kain ataupun yang lainnya termasuk dalam hal yang terlarang” (Ghayatul Maram hal 68, cetakan al Maktab al Islami).
Sebelumnya, Ibnu Hajar sudah berkomentar,
“Hadits di atas adalah dalil mayoritas ulama untuk melarang menyambung rambut dengan sesuatu apapun baik berupa rambut ataupun bukan rambut” (Fathul Bari 17/35, Syamilah).
زَجَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ تَصِلَ الْمَرْأَةُ بِرَأْسِهَا شَيْئًا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang perempuan untuk menyambung rambut kepalanya dengan sesuatu apapun” (HR Muslim no 2126 dari Jabir bin Abdillah).
B.
BULU MATA PALSU
Pertanyaan:
1. Ada sebagian wanita yang
menyambung bulu matanya agar menjadi lebih panjang, menanam/mencangkok, atau
memasang bulu mata palsu (yang bisa dipasang dan dilepas) agar terlihat lebih
tebal dan indah?
2. Apakah seorang anak bisa dikatakan
durhaka dan melawan orang tua pak karena orang tua menyuruh untuk memakai bulu mata palsu
dan sanggul semenatra sang anak tidak mau, hingga orang tua merasa sang anak tidak memenuhi keinginan orang tuanya dalam acara walimatul 'ursy seumur hidup sekali. Bgaimanakah hukum memakai bulu mata palsu dan sanggul dalam Islam?
3. Bolehkah memakai bulu mata
palsu, apakah hukum mengunakan bulu mata palsu/menambah bulu mata?
4. Dewasa ini terdapat bulu
mata buatan yang disusun dengan rapi seperti layaknya bulu mata asli yang
dipakai oleh orang yang memiliki bulu mata yang pendek atau bulunya jarang atau
setelah dipendekkan yang dipakai pada saat tertentu, dan setelah acara selesai,
bulu mata tersebut dicabut kembali, bagaimana hukum hal tersebut ? Kiranya
Syaikh berkenan memberikan fatwa kepada kami.
Yang jelas
perbuatan tersebut terlarang karena mengandung unsur tadlis atau penipuan bagi
semua orang yang melihatnya.Tidak ada ketaatan dalam maksiat, jadi tidak boleh mengikuti perintah orang tua yang menyuruh berbuat maksiat. Karena ketaatan pertama adalah Allah dan RosulNya, taatilah dan patuhi orang tua sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan Allah SWT dan Rosulullah SAW, dan tetap perlakukanlah dengan baik kedua orang tua. Oleh karena itu, perlu dikomunikasikan sebaik-baiknya kepada orang tua sehingga hati orang tua tidak tersakiti.
Tabarruj
Rasulullah
s.a.w. menegaskan: “Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan meminta
rambutnya disambung.” [Shahih al-Bukhari, no: 5934]
Maksud menyambung rambut ialah mengambil rambut wanita lain untuk disambung ke rambut sendiri. Ia dilarang, sekalipun sekadar hajat atau permintaan untuk melakukannya.
Maksud menyambung rambut ialah mengambil rambut wanita lain untuk disambung ke rambut sendiri. Ia dilarang, sekalipun sekadar hajat atau permintaan untuk melakukannya.
Seiring
dengan berkembangnya teknologi manusia, pada masa kini teknik menyambung rambut
telah diganti dengan teknik memakai rambut palsu. Namun dari sudut hukum, ia
tetap sama yakni ia dilarang. Juga berdasarkan kaedah QIYAS (analogi), maka
dilarang juga memakai bulu palsu sama ada di kening atau kelopak mata. Tidak
dibedakan sama ada rambut palus atau bulu palsu itu adalah daripada makhluk
lain atau buatan manusia, ia tetap dilarang.
Namun para ilmuan Islam memberi pengecualian kepada larangan di atas, iaitu bagi mereka yang mengalami kecacatan, penyakit atau kemalangan yang menyebabkan kehilangan rambut, kening atau bulu mata. Bagi kes-kes terpencil ini, dibolehkan memakai rambut palsu serta kening atau bulu mata palsu.
Hukum HARAM
menjadi HARUS sekiranya
:Berdasarkan kepada kaedah feqah asal kepada sesuatu perkara adalah harus kecuali terdapat nas yang mengharamkannya seperti wasymu (tatu) mencukur bulu kening, memakai rambut palsu dan sebagainya beberapa perkara perlu diberi perhatian dalam menentukan sesuatu perkara itu halal dan sebaliknya:
:Berdasarkan kepada kaedah feqah asal kepada sesuatu perkara adalah harus kecuali terdapat nas yang mengharamkannya seperti wasymu (tatu) mencukur bulu kening, memakai rambut palsu dan sebagainya beberapa perkara perlu diberi perhatian dalam menentukan sesuatu perkara itu halal dan sebaliknya:
1.Niat atau tujuan, niat yang tidak baik akan menjadikan sesuatu yang pada asalnya harus itu haram tetapi niat yang baik tidak menjadikan perkara yang haram itu halal, umpama memakai rambut palsu dengan niat menyenangkan hati suami tidak akan mengubah hukum pemakaian rambut palsu itu.
2.Pelaksanaannya mestilah tidak melanggar batas syarak seperti menggunakan khidmat pendandan yang berlainan jenis jantina.
3.Haram mesti bukan daripada benda yang najis atau mendatangkan mudharat.
4.Khususnya wanita kerap ditekankan waniata wajib berhias untuk
suami dan ia tidak termasuk dalam katogeri mengubah ciptaan.
HARUS untuk SUAMI, HARAM kerana ada unsur PENIPUAN/TADLIS, MENGUBAH HAKIKAT SEBENAR/MENGUBAH CIPTAAN bukan dengan alasan SYARI serta TABARUJ/menampakkan perhiasan dan aurat
Adapun yang dimaksud
dengan bulu mata adalah bulu yang tumbuh di atas pelupuk mata. Di mana Allah
Subhanahu Wata’ala telah menumbuhkannya sebagai pelindung kedua mata dari debu
dan kotoran, sehingga bulu itu terdapat pada mata semenjak lahir. Sebagaimana
bulu itupun terdapat pada mata binatang, dimana keadaannya itu tetap tidak
terlalu panjang dan tidak terlalu pendek, jika ia dihilangkan, niscaya ia akan
tumbuh lagi. Akan tetapi sebagian orang terkadang pelupuk matanya terkena
sesuatu penyakit yang menuntut bulu matanya dibuang untuk meringankan
penyakitnya. Menurut hemat saya, tidak diperbolehkan memasang bulu mata buatan
(palsu) pada kedua matanya, karena hal tersebut sama dengan memasang rambut
palsu, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melaknat wanita yang memasang dan
yang minta dipasangi rambut palsu. Jika Nabi telah melarang menyambungkan
rambut dengan rambut lainnya (memasang rambut palsu) maka memasang bulu mata
pun tidak boleh. Juga tidak boleh memasang bulu mata palsu karena alasan bulu
mata yang asli tidak lentik atau pendek. Selayaknya seorang wanita muslimah
menerima dengan penuh kerelaan sesuatu yang telah ditakdirkan Allah, dan tidak
perlu melakukan tipu daya atau merekayasa kecantikan, sehingga tamak kepada
sesuatu yang tidak dimilikinya, seperti memiliki pakaian yang tidak patut
dipakai oleh seorang wanita muslimah. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alahi
Wasallam, kepada keluarganya dan para sahabatnya.
( Disampaikan
dan didiktekan oleh Syaikh Abdullah Bin Abdurrahman al-Jibrin )
Sumber : Fatwa-Fatwa Terkini jilid 3, hal.80-81 cet, Darul
Haq, Jakarta. Diposting oleh Yusuf Al-Lomboky
SOLUSI:
Nah, bagaimana muslimah? Insya Alloh kita semua sudah paham yah bagaimana hukumnya. Biar bagaimanapun juga, Alloh telah menciptakan kita dalam bentuk yang sempurna. Insya Alloh, muslimah sekalian sudah cantik tanpa harus memakai bulu mata palsu :)
Nah, bagaimana muslimah? Insya Alloh kita semua sudah paham yah bagaimana hukumnya. Biar bagaimanapun juga, Alloh telah menciptakan kita dalam bentuk yang sempurna. Insya Alloh, muslimah sekalian sudah cantik tanpa harus memakai bulu mata palsu :)
Lalu bagaimana
dengan muslimah yang bulu matanya memang pendek???
Lentik Alami
Untuk menciptakan
bulu mata yang lentik alami, gunakan penjepit bulu mata. Jepitkan dari pangkal
bulu mata, gerakkan sedikit-sedikit dan perlahan ke arah ujung bulu mata. Lalu
pulaskan maskara bening atau kondisioner khusus bulu mata.
Jika memang berniat memakai maskara, silahkan. Namun alangkah
lebih baik jika muslimah memilih maskara yang halal dan terjamin tidak
menghalangi air wudhu (jika ditengah2 prosesi pernikahan, muslimah harus
shalat). Insya Alloh di Indonesia sudah ada maskara yang bersertifikat
halal, yakni dari produk wardah.
Untuk lebih memberi kesan tebal dan kuat pada bulu mata, panaskan dulu
maskara dengan blow dryer selama beberapa detik, baru ulaskan maskara pada bulu
mata.
Lalu silahkan ikuti langkah berikut:
1. Melentikkan dengan maksimal
Jangan melentikkan
bulu mata dengan seadanya saja. Kunci bulu mata Anda agar lentik lebih lama
adalah dengan mengaplikasikan maskara yang cukup. Terutama jika mata Anda
cenderung kecil, bulu mata yang lentik akan membuat mata tampak lebih besar.
Cara terbaik untuk
melentikkan bulu mata adalah dengan menekan pada bagian dalam akar bulu mata,
tengah, dan ujungya. Jangan langsung dari akar ke arah ujung bulu mata, tetapi,
tekan secara terpisah.
2. Lapisi dengan merata.
Tempatkan sikat
maskara di dasar bulu mata Anda, guncang sedikit, dan tarik melalui dengan
gerakan zigzag yang lambat. Ini akan memberikan sebuah
"mantel" tanpa membuatnya terlihat tebal dan membuat maskara tahan
lama.
3. Hindari gumpalan
Untuk menghindari
gumpalan, aplikasikan dua kali maskara favorit Anda. Lalu, sisir dengan sikat
bulu halus. Sikat bulu halus ini bisa Anda peroleh di toko kosmetik dengan
harga yang cukup murah, fungsinya adalah untuk memisahkan bulu mata yang
menempel karena maskara.
4. Buat bulu mata lebih tebal
Jika Anda memiliki
bulu mata yang tipis dan tidak ingin menggunakan bulu mata palsu, gambar titik
kecil di antara bulu mata dengan pensil hitam. Ini menciptakan dasar yang
gelap, sehingga membuat bulu mata terlihat tebal meskipun tanpa maskara.
5. Gunakan maskara pada bulu mata bagian bawah
Jangan lupa untuk
aplikasikan maskara pada bulu mata bagian bawah. Banyak yang tidak melakukannya
dengan benar sehingga, mata terlihat seram. Sebenarnya, cukup aplikasikan
maskara berlawanan arah sekali saja dengan tipis. Gunakan maskara dengan
formula waterproof (anti-air) agar tidak luntur.
Semoga bermanfaat,
muslimah.
Cantik yang
terpancar dari mata akan ditangkap oleh mata.
Cantik yang
terpancar dari hati akan ditangkap oleh hati.
Tiada salahnya kan jika kita
memancarkan kecantikan dari keduanya, khusus untuk suami kita :)
Pengaruh Tabarruj Bagi Masyarakat
Sesungguhnya, tabarruj telah memberikan
sejumlah implikasi buruk bagi masyarakat, khususnya kaum Muslim.
1. Tabarruj dapat mengubah
kecenderungan kaum Muslim dari kecenderungan untuk senantiasa menjaga dan
menahan pandangan, menjadi kecenderungan untuk memuja hawa nafsu dan hasrat
seksual. Akibatnya, laki-laki dan wanita mulai berlomba-lomba untuk
menarik lawan jenisnya, dengan mengenakan pakaian dan perhiasan yang seseksi
dan semerangsang mungkin. Mereka juga menyibukkan diri dengan urusan
mempercantik diri dan menarik maupun memikat lawan jenisnya. Akhirnya,
banyak orang terjatuh pada hubungan-hubungan lawan jenis yang dilarang oleh
syariat Islam, misalnya, pacaran, berkhalwat, perselingkuhan, perzinaan, dan
lain sebagainya.[7]
2. Tabarruj bisa mengubah paradigma
hubungan laki-laki dan wanita di dalam Islam; yaitu, hubungan yang didasarkan
pada prinsip ketakwaan, menjadi hubungan yang didasarkan pada pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan biologis semata.
3. Tabarruj juga akan melemahkan kaum
Muslim dari upaya-upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah, atau perjuangan
untuk menegakkan kalimat Allah swt. Dengan kata lain, tabarruj akan
melemahkan semangat kaum Muslim untuk menegakkan hukum-hukum Allah, serta upaya
untuk mendakwahkan Islam, baik dengan propaganda maupun jihad.
Kesimpulan
Melalui pemahaman terhadap dalil-dalil
yang telah disebutkan, maka tindakan tabarruj seorang wanita dalam hukum
syara’ adalah setiap upaya mengenakan perhiasaan atau menampakkan perhiasaan
dan kecantikannya yang mampu mengundang pandangan laki-laki non mahram untuk
memperhatikan dirinya (idzhaar al-ziinah wa al-mahaasin li al-ajaanib)
Sedangkan berhiasnya seorang isteri di
hadapan suaminya; atau berdandannya seorang isteri ketika ada di rumah, adalah
tindakan yang diperbolehkan tanpa ada khilaf (perbedaan pendapat).
Tabarruj adalah perbuatan haram dan berbahaya bagi kehidupan kaum muslim. Sudah seharusnya setiap muslimah memahami makna tabarruj ini, sehingga mereka dapat memperhatikan pakaian, perhiasan, parfum, gaya berjalan (sikap tubuh), asesoris yang mereka gunakan pada pakaian mereka agar tidak memalingkan laki-laki dan mengundang pandangan laki-laki non mahram kepada dirinya. Karena jika hal tersebut mereka lakukan, maka perbuatan tersebut termasuk tabarruj. Wallahu’alam
[1] Imam Ibnu Mandzur, Lisaan al-’Arab, juz 2/212; Tafsir
Qurthubiy, juz 10/9; Imam al-Raaziy, Mukhtaar al-Shihaah, hal.46;
Imam Syaukaniy, Fath al-Qadiir, juz 3/125; Imam Suyuthiy, Tafsir
Jalalain, juz 1/554; al-Jashshash, Ahkaam al-Quran 2, juz 5/230;
Imam al-Nasafiy, Tafsir al-Nasafiy, juz 3/305; Ruuh al-Ma’aaniy, juz
22/7-8; dan sebagainya.
[2] Zaad al-Masiir, juz 6/38-382
[3] Imam Ibnu al-’Arabiy, Ahkaam al-Quran, juz 3/hal.
419
[4] al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Baariy, juz 8/519
[5] Syaikh Kamil Mohammad Mohammad ‘Uwaidlah, al-Jaami’ fii
Fiqh al-Nisaa’, bab Tabarruj
[6] Imam Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, hadits no. 3971
[7] Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Nidzaam al-Ijtimaa’iy
fi al-Islaam.
Ust
. Aris Munandar
file:///D:/PUISI%20DAN%20BLOG%20%28BUKA%20PINTU%20HATI%20DG%20KASIH%20SAYANG%29/BERHIAS%20%28HARDIS%29/BERHIAS/hukum-menyambung-rambut.htm
ReplyDeleteSubhannallah.. Terima kasih sangat membantu
Alhmdulillah,, bisa menjadi landasaan saat menikah kelak
ReplyDeleteBagaimana jika berhias dengan niat untuk menyenangkan diri sendiri dan tidak ada niat menarik perhatian lawan jenis?
ReplyDeleteIjin share yah pak. Agar ilmunya menjadi lebih bermanfaat. Sumber akan selalu saya cantumkan.
ReplyDeleteTerimakasih.