Widget HTML Atas

MEMBINGKAI KOMUNIKASI EFEKTIF DAN MANAJEMEN KONFLIK MENUJU KELUARGA SAMARABA





MEMBINGKAI KOMUNIKASI EFEKTIF DAN
MANAJEMEN KONFLIK MENUJU KELUARGA SAMARABA
Hadi Kurniawan, S.Farm., Apt.

“Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, kemudian diberikan ampunan kepada setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, kecuali seseorang yang sedang bermusuhan; lalu dikatakan (kepada Malaikat): “Tangguhkan dua orang ini sampai keduanya akur, tangguhkan dua orang ini sampai keduanya akur, tangguhkan dua orang ini sampai keduanya akur.”

“Tiga orang shalatnya tidak akan terangkat walaupun sejengkal di atas kepalanya: orang yang mengimami suatu kaum tetapi kaum itu belum datang tetapi kaum itu membencinya, wanita yang dibenci oleh suaminya dan dua saudara yang saling bermusuhan.”

“Pasangan kita bukanlah sosok yang sempurna tapi kita bisa menerimanya dengan sempurna, Komitmenlah terhadap pilihan dan saling memahami pasangan”

Akad nikah merupakan titik nol, titik start untuk memulai kehidupan bersama berdua. Persiapan pra-nikah sangat penting mulai dari mempersiapkan diri, memantaskan diri, hingga mencari pasangan yang sesuai kriteria Allah dan Rosul-Nya. Namun setelah menikah justru sangat penting untuk diperhatikan. Kehangatan cinta perlu dipertahankan dan terus untuk dibangun. Tanda seseorang berjodoh ketika terikat dalam ikatan suci pernikahan saat ijab qabul/akad nikah, namun jika tidak dipertahankan jodoh itu, maka setelah menikah kejenuhan dan rasa bosan pasti muncul. Bahkan cek cok karna persoalan yang semestinya tidak perlu dianggap sebagai masalahpun menjadi panas dan pelik laksana menyulut bensin dalam api persoalan. Karna jodoh itu bukan hasil namun proses. Yah, proses… bagaimana mempertahankan agar suami istri tetap langgeng dan terus berjodoh itu yang lebih penting dan lebih sulit dibanding mencari pasangan. Sebagai wujud rasa syukur atas jodoh ini maka jagalah ia, pertahankanlah ia sekuat dan semampu yang kita bisa.

Allah memang telah menciptakan manusia beraneka ragam kecenderungan, watak, dan pembawaannya. Setiap orang mempunyai kepribadian, pemikiran dan tabiat sendiri yang dapat dilihat dari penampilan lahiriah dan sikap mentalnya. Perbedaan ini hanya bersifat variatif dan kekayaan sebagaimana Allah menciptakan beraneka ragam tanaman dan buahnya walaupun disiram dengan air yang sama dan ditanah yang sama. Oleh karenanya, konfik yang ditanggapi dan dikelola secara positif menjadi kekuatan dan rahmad.

“Perbedaan ummatku adalah rahmat”, akan tetapi perbedaan pendapat atau konflik yang kontraproduktif dan destruktif mengakibatkan perpecahan, perceraian dan permusuhan yang dicela dalam Islam, sangat dikecam oleh Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW, sebagaimana Q.S. Ali Imran: 103 dan 105; Al-Anfal: 46”.

Rumah tangga bahagia merupakan impian. Kadar kebahagiaan tersebut dipengaruhi berbagai faktor:
1.       Ciri-ciri kepribadian, Kondisi perasaan, Hubungan timbal balik antara individu dalam keluarga;
2.      Masalah ekonomi, dan manajemen keuangan keluarga;
3.      Pemikiran-pemikiran umum untuk mencemerlangkan kehidupan rumah tangga, terutama dalam usaha mencapai idealisasi luhur dan mewujudkan akhlak dan agama yang luhur;
4.      Masalah sosial, hubungan eksternal keluarga, serta yang besifat pemanfaatan waktu senggang atau hiburan.

Nah, bagaimana menjaga jodoh? Jaga kesehatan terutama reproduksi pasca nikah dan bangun rumah tangga dengan bingkai komunikasi efektif dan manajemenlah konflik menuju keluarga Sakinah, Mawaddah, Warohmah, dan Barokah. Modal manajemen konflik dalam rumah tangga untuk mencapai kebahagiaan bersama adalah adaptasi antara suami-istri. Adaptasi suami-istri tersebut berupa:
1.       Rasa cinta terpatri;
2.      Cara yang benar dan baik dalam bergaul, saling menolong, membantu serta berusaha menjauhi hal-hal yang dapat menyebabkan keretakan karna perbedaan pribadi;
3.      Bekerja sama, mengenang memori bersama, membangun kasih sayang;
4.      Saling menjamin tercapainya kepuasan, terutama dalam hubungan biologis;
5.      Berusaha sungguh-sungguh memecahkan problem rumah tangga yang muncul;
6.      Saling memberikan kebebasan berekspresi, bekerja mengembangkan potensi sejauh tidak bertentangan dan mengganggu kehidupan suami istri dan rumah tangga, saling mengenal denga baik agar tercapai kesesuaian;
7.      Saling pengertian berlandaskan cinta dan emosi, tumbuh semangat dan keinginan beraktivitas bersama, dan saling menghormati;
8.      Kemampuan saling menerima perasaan dan merespon emosi;
9.      Rasa kebersamaan, saling mengisi, dan merasa senasib sepenanggungan, setia, merasa merupakan bagian dari pasangan, ketulusan, serta satu kesatuan perasaan , emosi, pemikiran, dan tujuan kehidupan;
Cara membangkitkan kebersamaan dan persatuan:
1.       Memberikan perhatian, simpati, dan empati yang tulus kepada pasangan;
2.      Memberikan senyuman yang jujur;
3.      Menyapa dengan panggilan yang menyejukkan hati;
4.      Menjadi pendengar yang baik dan doronglah pasangan untuk mengungkapkan isi hati dan mengalirkan gumpalan pikirannya;
5.      Berbicara mengenai hal-hal yang mengasyikkan pasangan;
6.      Berusaha membuat pasangan merasa bangga dan penting serta mengaguminya dengan ikhlas.

Kadangkala tidak dapat dipungkiri suami istri memiliki pandangan yang berbeda dan salah satu harus dapat meyakinkan dan menjelaskan alasannya. Metode komunikasi dan dialog yang sejuk serta  meyakinkan pasangan adalah:
1.       Salah-satunya cara yang benar dalam mengatasi konflik, jangan emosi dan bertengkar;
2.      Hormatilah pendapat pasangan dan jangan cepat memvonisnya salah;
3.      Jika Anda yang salah cepat-cepat dengan dengan dengan ksatria mengakuinya dan mohon maaf secara ikhlas;
4.      Memulai segala sesuatu dengan cara yang ramah tamah;
5.      Mencoba merubah pasangan dengan pendekatan persuasif bukan konfrontatif;
6.      Biarlah orang yang Anda hadapi itulah yang banyak berbicara;
7.      Biarlah dia mengira bahwa gagasan terpilih itu datangnya dari dia;
8.      Coba melihat persoalan melalui kacamata orang lain;
9.      Bersikaplah simpatik terhadap gagasan dan pemikiran pasangan;
10.  Sentuhlah perasaan orang lain dengan cara yang baik;
11.    Jelaskan maksud dan pikiran Anda dengan jelas dan menarik;
12.   “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Q.S. Fushilat: 34)

Untuk menuntaskan pekerjaan apapun diperlukan efikasi diri berupa komitmen/orientasi (sumbu y) dan kompetensi (sumbu x). Ingat Kuadran I-IV yang berputar berlawan arah jarum jam. Sebelum menikah maka lakukan komitmen, setelah menikah perkuat komitmen. Sesungguhnya komitmen adalah hal terpenting. Idealnya komitmen dan kompetensi terpenuhi keduanya sehingga didapatkan barokah (kuadran I). Namun ketika kompetensi (sesuatu sumber kebahagiaan seperti kriteria-kriteria) tidak terpenuhi namun tetap ada komitmen maka tetap ada barokah (kuadran II), karena kompetensi yang negatif tidak dianggap sebagai masalah. Jika ada kompetensi tetapi tidak ada komitmen (kesalahan orientasi) maka akan ada konflik (kuadran IV). Apatah lagi jika komitmen dan kompetensi tak ada maka ??? (kuadran III).

“Komitmen adalah Menerima secara utuh pasangan dan menumbuhkannya dengan sebaik-baiknya”. Seringkali kita gemar menuntut!!! Seharusnya cobalah untuk memantaskan diri sebaik-baiknya.
“Komitmenlah terhadap pilihan, dibalik kelebihan ada potensi kekurangan, dibalik kesempurnaan ada potensi ketidaksempurnaan, ketidaksempurnaannya menjadikan kita sempurna untuk tulus menerima dan menjadikan kita sesuatu yang berarti, karena ketidaksempurnaan kita adalah kesempurnaannya untuk menutupi, terimalah ia sebagaimana ia juga menerima segala kelemahan kita”

Perlunya mentalitas dan keyakinan, memastikan pasangan maupun anak kita yakin dengan kita. Menikah bukan karena cocok tapi lebih karena komitmen. Kalau hanya sekedar cocok maka tak akan menjamin terbebas dari cek cok.

Pada dasarnya menikah tentunya kita tidak menginginkan adanya konflik, namun keluarga SAMARA bukanlah keluarga yang tanpa masalah, namun keluarga SAMARA adalah keluarga yang bijak dan mampu menghadapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi bersama. Karna boleh jadi persoalan itu yang menjadi perekat cinta keduanya, menjadi asesoris dan pemanis indah dalam bahtera rumah tangga ketika mampu melewati dan menyelesaikannya.
Jika masalah ditemui maka kedepankan titik persamaan, jangan sibuk dan asyik mencari letak perbedaan.

“Pernikahan adalah penyesuaian, jangan menuntut pasangan untuk sempurna karena itu tidaklah mungkin, tapi terimalah dengan sempurna karena itu sangat mungkin terjadi. Karena pasangan kita tentunya tidak sama alias beda laksana sepatu yang beda kiri dan kanan namun masing-masing memiliki arti yang sungguh sangat berarti.”

Siapakah yang paling berjasa? Keduanya sangat berjasa dengan perannya, tidak ada yang paling berjasa. Pujangga Kahlil Gibran mengatakan bahwa: “Kita ibarat burung dengan 1 sayap maka, pasangan lah yang mencukupkan 1 sayap dengan menyatu dan dengan cara bersatu itulah hingga burung mempunyai 2 sayap dapat terbang tinggi” .

Untuk apa membayangkan sosok yang sempurna toh tak jarang seseorang dengan sekian kesempurnaan tidak serta merta menjadi sebuah jaminan kebahagiaan. Namun tidak salah untuk memilih sesempurna yang kita bisa. Namun ingat ukur diri. Dan jangan hanya terbuai pesona sementara karna kesempurnaan yang menyilaukan. Seseorang akan tampak sempurna pada awalnya. Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau. Yah, karna kita belum mengenalnya lebih dekat. Sesempurna apapun ia, jika tolak ukur kita adalah kesempurnaan yang bersifat penilaian keindahan duniawi saja maka akan pudar dan bahkan tak sesempurna yang kita fikirkan, setelah kita mengenal dan bersamanya.

“Akhwat yang sempurna adalah akhwat yang kita nikahi, bukan yang kita bayangkan”.
“Pasangan ideal adalah istri/suami kita sekarang ini”

“MENIKAHI wanita yang KITA CINTAI adalah PILIHAN,
MENCINTAI wanita yang kita NIKAHI adalah KEWAJIBAN”

            Seringkali kita menulis kriteria A-Z calon pasangan dimana semua kriteria yang kita buat sendiri justru menyusahkan dan memberatkan diri kita sendiri. Jangan terbuai dengan criteria-kriteria yang tak prinsip. Namun apakah kita asal memilih tanpa selektif? Tidak juga. Syarat pokok yang terpenting adalah komitmen terhadap Islam/komitmen beragama yang kuat. Bukan sekedar pengetahuan agama tapi semangat mengamalkan atau bahkan belajar agama dan mengajarkannya. Komitmen terhadap Islam yang tinggi memang terkadang walaupun kapasitas pengetahuan agamanya belum mumpuni. Tapi jika sekedar kapasitas pengetahuan  yang tinggi tanpa semangat aplikasi dan implementasi, agama sekedar teori atau sekedar ilmu pengetahuan.
“Dia sempurna bagi ketidaksempurnaan kita”.
Kekurangan pasangan tentulah ada, namum tidak berarti dan tidak dijadikan masalah selama satu keyakinan yakni kita yakin ke dia dan dia juga yakin ke kita, wkwkwk. Jangan sampe kita yakin sama dia eh, dia gag yakin dengan kita...

Lebih tepatnya keyakinan akidah dan akhlak. Perbedaan terjadi karena kita berbeda latar belakang. Anggap saja saling melengkapi dan menutupi.

“Seringkali kita menghendaki seorang istri seperti Khadijah dan juga Aisyah, sebagaimana kita tidak bisa mengkondisikan diri kita laksana Muhammad”.
“Ketika ingin istri seperti Aisyah, jadilah seperti Muhammad, jika menghendaki istri seperti Zulaikha maka jadilah suami seperti Yusuf”.

Ketika kita menghendaki istri laksana Aisyah yang biasa dipanggil rasulullah dengan panggilan kesayangan Humairoh (pipi yang kemerahan), Serius? Seberapa siap mental kita?
Tahukah bahwa Aisyah adalah seorang istri yang sangat manja namun ketika marah sangat serius. Bahkan pernah suatu saat dimana sahabat sedang bertamu di rumah Rasulullah, dihadapan sahabat dan Rasulullah dengan jelas Aisyah menunjukkan kemarahannya dengan serius, dengan membanting piring…
Apakah Aisyah bukan seorang yang beriman dan taat dengan suami? Apakah Aisyah durhaka kepada suami bahkan nabi? Bahkan Aisyah pernah mengatakan dimana ia terucap kamu itu cuma ngaku-ngaku nabi…
Apakah Aisyah tidak percaya Rasulullah adalah nabi???
TIDAK… semua tuduhan kita melihat fonomena ini SALAH BESAR… Aisyah adalah istri rasulullah yang sungguh beriman dan taat.
Bagaimana Rasulullah menghadapinya? Apakah Rasulullah tersinggung dan ikut marah karna dihardik dan dipermalukan didepan sahabat yang sedang bertamu bahkan disangsikan kenabiannya seketika?
TIDAK… Rasulullah sama sekali tidak marah, bahkan Rasulullah mengatakan “Ketahuilah bahwa Ibumu sedang marah (cemburu)”.
So, anggaplah sesuatu tingkah pasangan yang meledak-ledak sebagai ungakapan ekspresi saja, bukan sebuah fakta yang menunjukkan bahwa pasangan kita tidak sempurna.

Sebagaimana Rasulullah menanggapi ungkapan marah Aisyah sebagaimana hanya ungkapan ekspresi cemburu, tidak dianggap sebagai pembangkangan. Tugas pasanganlah untuk meredakan dan bersabar.

            Ketika kita menghendaki istri yang pandai masak. Pandai atau ahli, mungkin masak bisa he, walaupun cara masaknya dengan caranya sendiri atau bahkan 1 masakan berjuta rasanya.
Bagaimana dengan Aisyah? Aisyah tidak pandai masak. Namun Rasulullah melatihkan Aisyah memasak kepada ummahat lain hingga pandai masak. So, masalah itu selalu ada, ketika kita mengganggap kekurangan sebagai persoalan besar maka hidup kita akan penuh masalah, tapi anggap saja kekurangan itu adalah ruang tempat kita mengisi, kekurangannya sebagai amal kita untuk mencukupinya, sebagaimana pasangan kita juga menerima kekurangan kita, memaklumi ketidaksempurnaan kita serta bersabar menghadapi tingkah kita, bersyukur bahkan ikhlas menerima kita apa adanya. Klop tho…

Oleh karena itu, lakukanlah beberapa hal untuk membingkai komunikasi efektif dan manajemen konflik sebagai berikut:
1.       Luruskan orientasi, teguhkan komitmen. Bukan menuntut tapi memahami sekaligus menumbuhkannya.
2.      Memahami ketidaksempurnaan pasangan sebagaimana kita juga tidak sempurna. Ketidaksempurnaan itu tidak berarti ketidakbaikan, karena kesempurnaan hanya sekedar batas persepsi kita. Dia sempurna bagi ketidaksempurnaan kita, sehingga kesempurnaan dan kelebihan masing-masing saling melengkapi ketidaksempurnaan dan kelebihan saling menutupi kekurangan masing-masing.
3.      Berusaha memahami style komunikasi pria dan wanita. Akan terjadi konflik jika tidak memahami gaya komunikasi suami/istri. Misalnya bagaimana pria dan wanita memandang masalah. Pria memandang masalah cenderung lebih tenang, tidak panic, berfikir dari luas menjadi focus. Nah, santainya pria jika tidak difahami akan dianggap sebagai rasa cuek bagi wanita. Diamnya laki-laki untuk berfikir dan merenungkan solusi. Sebaliknya wanita cenderung panic, memandang masalah dari titik focus menjadi meluas seperti lingkar obat nyamuk dan cenderung berbagi/curhat, sehingga wanita ketika punya masalah inginnya cerita dan pria jadilah pendengar yang baik, jangan sekedar mendengarkan dan disambi dengan gadget dan semacamnya. Demikian juga laki-laki jika ada masalah cendrung ingin menyendiri dan merenung. Nah, perbedaan cara pandang menghadapi masalah ini saja jika tidak difahami akan menjadi konflik.

Laki-laki sebelum menikah was-was terkait mencari dan mendapatkan jodoh dimana sebelum menikah mungkin sang pria adalah lelaki yang romantic dan penuh kejutan, namun setelah menikah mungkin sang wanita berharap dan membayangkan suaminya akan selalu memberikan kejutan dan romantic. Bisa jadi suami sebaliknya karna ia merasa tenang karna jodohnya sudah berada di sampingnya, sehingga ia lebih focus ke karier dlsb. Jika tidak difahami maka akan menjadi masalah bagi istri, karna perubahan sikap, padahal suami hanya merasa dizona nyaman dan tenang karena pasangannya sudah berada disampingnya. Maka, fahami dan komunikasikan agar rumah tangga tetap hangat dan harmonis. Jadilah suami yang sedikit gombal dan suka memuji heheh, sedikit membual demi kehangatan its ok heheheh.

“Istriku bajumu indah sekali cerah warna merah (padahal istrinya memakai baju warna kuning), kok merah kuning kok kata istri. Suami menggombal: Wah sayang ternyata cinta ini membuatku buta”

“Ketika suami dirundung masalah, diamkan. Karna ia senang menyendiri. Nanti juga dia daytang sendiri mendekat. Namun sebaliknya ketika istri bersedih, jangan jauhi/ditinggal karna itu sangat menyakitkan bagi istri, justru sebaliknya dekatilah. Jadilah suami yang enak dan terbuka serta nyaman tempat meluapkan isi hati karna kepenatan mengurus pekerjaan rumah atau bahkan anak-anak, biasa ia akan diam namun pandai-pandailah bertanya untuk memancing dan menjadi pendengar setia. Dekap ia dengan penuh kehangatan cinta, elus punggungnya, katakan saying sedih ya… Duh kasian… Mungkin gombalan gag penting bisa jadi bermakna disaatnya: “Seandainya syariat membolehkan ku kan berwudhu dengan tetesan air matamu”, heheh lebay??? Gak apa-apa, kadang komunikasi seperti itu sangat dibutuhkan namun jangan tidak pada tempatnya, setiap hari senjata gombalan dikeluarkan akhirnya basi he..
“Suka dan duka tidak lah istimewa karna semua orang kan merasakannya” (Reindra)
4.      Berusaha menjadi pendengar yang baik tidak sekedar mendengarkan. Karena perbedaan menghadapi perbedaan dan tekanan. Suami cara menghadapi dengan diam, istri bercerita. Salah memahami dan memaknai akan menjadi masalah/konflik karena sadari bahwa cara pandanga menghadapi persoalan dan tekanan berbeda.
5.      Pemenuhan kebutuhan berbeda.
Aisyah berbaring di bahu rasulullah saat nonton sesuatu padahal Aisyah gak suka dengan yang ditonton, tapi ketika pertunjukkan telah usai, Rasul bilang udah selesai Aisyah, Belum jawab Aisyah, begitu terus hingga 3x bertanya. Ternyata setelah pulang Aisyah bilang sebenarnya gag suka tapi kenapa diajak pulang kok bilang belum terus. Ternyata Aisyah bilang aku hanya ingin dibilang orang-orang bahwa aku paling disayang Rasulullah. Aneh kan kadang cara pemenuhan kebutuhannya, mungkin bagi sebagian pria gag penting banget heheh, tapi itulah penting banget bagi istri hal sepele yang seperti itu.
6.      Latih kemampuan untuk mengekspresikan, untuk mengungkapkan pujian-pujian untuk mempertahankan gairah cinta. Saat belum menikah cenderung orang sengan mengumbar rasa cinta dan ungkapan mesra namun setelah menikah tak jarang orang menjadi malas mengungkap rasa dan bermanja mesra. Ungkapan cinta penting, jangan malu dan jangan sungkan kepada pasangan karna kita kadang perlu peneguhan-peneguhan melalui uangkapan mesra.
7.      Hadapi pasangan yang pasang surut panasnya api emosi dengan air ketenangan dan mendinginkan. Jangan tanggapi kemaran dengan menyulut api kemarahan atau bahkan ditanggapi dengan emosional tapi jangan juga bersikap cuek atau masa bodoh.

Jodoh kita ditangan Allah, cara menjemputnyalah yang menentukan rasa dan kebarokahannya. Setelah menikah bangunlah visi misi bersama dengan proposal keluarga untuk membina keluarga, meningkatkan kapasitas, dan sosial kemasyarakatan/lingkungan serta misi dakwah yang ingin dicapai, parenting/mendidik dan mengasuh anak, serta membuat program-program untuk anak, tahfiz, ta’lim, rihlah, riyadhoh, dlsb.

Allah akan mengabulkan doa dan sesuai prasangka hamba-Nya, maka ber-positive thinking-lah kepada Allah, set-lah diri kita menjadi orang yang baik. Komitmenlah terhadap pilihan serta saling memahami terhadap pasangan. Karna, memilih dan menikahi yang dicintai adalah pilihan, mencintai yang dinikahi adalah kewajiban. Keluarga SAMARABA bukanlah keluarga tanpa masalah, namun seberapa bijak menghadapi masalah, dimana persoalan menjadi asesoris indah dan perekat cinta antara keduanya. 

@SPN:
1.        Dwi Budianto
2.        Ust. Talqis Nurdianto, Lc., M.A.
3.       Suyanto, E., dan Tim HIMMPAS UGM, Saatnya untuk Menikah, Sejak Dini Mengumpulkan Bekal Ilmu: Buku Panduan   Sekolah Pranikah dan Rumah Tangga Islami, Chapter 1, Cetakan I, Yogyakarta, HIMMPAS UGM.


Hadi Kurniawan Apt
Hadi Kurniawan Apt Just Cool Just Smile

1 comment for "MEMBINGKAI KOMUNIKASI EFEKTIF DAN MANAJEMEN KONFLIK MENUJU KELUARGA SAMARABA"

  1. Ijin share yah pak. Agar ilmunya menjadi lebih bermanfaat. Sumber akan selalu saya cantumkan.
    Terimakasih.

    ReplyDelete

Post a Comment