PERNIKAHAN DAN KELUARGA SAMARABA
PERNIKAHAN DAN KELUARGA SAMARABA
Excerpted by: Hadi Kurniawan,
S.Farm., Apt.
Nikah adalah salah satu peristiwa
penting dalam sejarah kehidupan pribadi manusia di dunia. Tentunya bukan
sekedar tempat melampiaskan dorongan naluri dan syahwat semata tanpa tujuan dan
harapan. Pernikahan diharapkan agar dalam membangun rumah tangga mendapatkan
kebahagiaan yang disebut sakinah, mawaddah, rahmah, dan barokah.
Nikah secara bahasa yakni adh-dhammu, artinya menghimpun atau
menggabungkan. Secara istilah: akad pernikahan, persetubuhan yang halal, namun
secara majas sering diungkapkan dengan arti akad perkawinan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda :
عَÙ†ْ عَامِرِ بْÙ†ِ عَبْدِ اَللَّÙ‡ِ بْÙ†ِ اَلزُّبَÙŠْرِ عَÙ†ْ Ø£َبِيهِ Ø£َÙ†َّ Ù‚َالَ: Ø£َعْÙ„ِÙ†ُوا اَلنِّÙƒَاØَ - رَÙˆَاهُ Ø£َØْÙ…َدُrرَسُولَ اَللَّÙ‡ِ ÙˆَصَØَّØَÙ‡ُ اَÙ„ْØَاكِÙ…ُ
Dari Amir bin Abdilah bin Az-Zubair dari Ayahnya RA bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Umumkanlah pernikahan”.
(Hadis Riwayat: Ahmad & dishahihkan Al-Hakim).
Dari Ummu Salamah r.a. berkata bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Kumandangkanlah pernikahan dan
rahasiakanlah peminangan”.
Akad nikah merupakan peristiwa
sangat penting yang tak terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang. Akad nikah
adalah ibadah dan lambang kesucian hubungan antara kedua jenis manusia
berdasarkan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya serta peletakan batu pertama dalam
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal (sakinah, mawaddah,
warohmah). Sebagaimana hadist Nabi yang artinya “Nikah itu Sunnahku …. (Al-Hadist). Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka
istri-istri dan keturunan” (Q.S.
Ar-Ra’d:38).
Dari Abi Ayyub r.a. bahwa Rasulullah
saw bersabda, “Empat hal yang merupakan sunnah para rasul: (1). Hinna’, (2).
Berparfum, (3). Siwak, (4). Menikah.
(H.R. At-Tirmidzi)
Selain sebagai sunnah para nabi, menikah juga merupakan tanda kekuasaan Allah. Sebagaimana firman Allah swt:
“Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Ruum:21)
Jangan khawatir menikah dapat
menjadi beban, selama kita tetap berdoa, berusaha dan bertawakkal. Maka
sesungguhnya menikah justru sebagai jalan
menjadi kaya.
Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau
putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung
(Q.S. An Nuur:31)
“Dan
kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (Q.S. An Nuur:32).
Selanjutnya, menikah merupakan ibadah dan setengah dari agama.
Dari
Anas r.a bahwa Rasulullah saw bersabda,”Orang yang diberi rezeki oleh Allah swt
seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah swt pada separuh
agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan separuh sisanya. (H.R. Thabrani dan Al-Hakim).
Dalam Islam tidak
ada pembujangan.
Mujahid berkata: Ada beberapa orang laki-laki, di
antaranya Usman bin Madh’un dan Abdullah bin Umar bermaksud untuk hidup
membujang dan berkebiri serta memakai kain karung goni. Sehingga turunlah ayat:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Q.S. Al-Maidah:87).
Menikah merupakan ciri
khas makhluk hidup.
“Maha
Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui”. (Q.S.Yasin:36).
Demikian urgensi pernikahan. Oleh karena
itu, perkawinan perlu didasari dengan niat yang suci, persetujuan dan doa restu
orang tua serta kebulatan tekad kedua mempelai untuk hidup bersama secara
rukun, harmonis dan bertanggung jawab.
Untuk membina keluarga (rumah
tangga) yang bahagia sejahtera, kedua
pihak harus menjunjung tinggi hak dan kewajiban masing-masing, dilandasi saling
cinta kasih, saling menghormati dan saling pengertian serta mewujudkan
kehidupan yang Islami dalam keluarga dan mengharap ridha-Nya. Amin.
Nah, bagaimana membina keluarga
samaraba dan bagaimana konsep keluarga ideal yang ingin kita bina???
1. SAKINAH
(DAMAI, TENANG, TENTRAM, BAHAGIA)
Sakinah merupakan sebuah kecenderungan dan merasa tentram, kondisi yang stabil dan dinamis, harmonis dan romantic.
Rasulullah begitu romantic beliau biasa mandi bersama dalam satu bejana, bersenda
gurau dan memuji istrinya dengan kata-kata indah dan mesra seperti Humairah
wahai pipi yang memerah sehingga membuat istrinya tersipu malu, biasa bermain kejar-kejaran
atau berlomba lari dengan aisyah r.a.
Pada dasarnya keluarga adalah sebuah
organisasi. Dimana organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan bersama dengan
kerja sama bukan sama-sama kerja. Agar organisasi itu solid, stabil dan dinamis, harmonis dan romantic maka dibutuhkan komitmen antar suami istri untuk terikat oleh kesamaan dan selalu siap membangun kebersamaan. Karena suami
istri sebagai pasangan bukan sebagai
saingan, sebagai partner bukan
sebagai rival, bersatu untuk melakukan sharing
bukan untuk bersaing. Agar stabilitas dan dinamika terus berlangsung dari
awal sampai akhir maka dibutuhkan tiga unsure penunjang yaitu mawaddah, rahmah
dan barokah.
2.
MAWADDAH (CINTA, HARAPAN, USAHA
MENGHINDARKAN ORANG YANG DICINTAI DARI KEBURUKAN, DIBENCI DAN MENYAKITI)
Secara sederhana sering dipahami
sebagai pola hubungan suami istri yang lebih bersifat horizontal yakni pemenuhan keinginan, kehendak alias syahwat yang disimbolkan
dengan urusan ulu hati ke bawah
yaitu kebutuhan perut (ekonomi) dan
kebutuhan di bawah perut (reproduksi). Keluarga yang mawaddah jika suami
istri mampu berorganisasi dalam pemenuhan ekonomi dan seks/reproduksi dengan
baik dan adil.
Laki-laki dan wanita, suami dan
istri adalah dua insane yang berbeda (Q.S.
3:36; Q.S. 49:13).
Sudut
pandang atau titik tekan pemenuhan keinginan laki-laki dan wanita dalam
berpasangan ada perbedaan.
Umumnya laki-laki memandang wanita untuk dinikahi cenerung ada daya tarik seksualnya, sedangkan wanita
menilai laki-laki cenderung kearah ekonomi.
Nah, disebut mawaddah ketika suami
mendapatkan kepuasan seks dan istri terjamin kemampuan ekonominya alias suami
mampu menjadi produsen barang (mencari nafkah) sedangkan istri mampu menjadi
produsen jasa (ibu rumah tangga). Perjuangan mendapatkan mawaddah biasanya
pada periode 20 tahun pertama pernikahan. Penjelasan di atas merupakan kondisi
secara konvensional. Namun pada kondisi inkonvensional yang dominan dizaman
sekarang ini mawaddah tidak semudah kondisi konvensional dan membutuhkan
perjuangan yang ekstra.
Setidaknya
ada 3 faktor yang mempersulit mendapatkan mawaddah namun bukan untuk
dipermasalahkan namun diperjuangkan untuk diatasi.
a. Menikah
dengan usia relative sama
Tidak
ada yang salah kok, namun perlu disiapkan. Laki-laki umumnya kedewasaannya lebih lambat 2 tahun setiap
10 tahun dibandingkan wanita. Sehingga apabila sampai usia 40 tahun istri
tampak lebih tua dibanding suami. Kondisi ini sedikit banyak mempengaruhi
mekanisme terbentuknya mawaddah. Secara konvensional jarak istri sekitar 4
tahun atau < 7 tahun lebih muda dibanding suami. Namun umur tidak membatasi
jodoh. Hanya saja perlu disikapi hingga tidak ada saling menyalahkan dan menuntut
dalam pemenuhan mawaddah. Misalnya
istri harus sadar dan pandai untuk merawat dan mempercantik diri, suami
menerima apa adanya kan ia juga yang milih menikah dengan istri yang sebaya.
b. Suami
istri sama-sama mencari nafkah
Sekarang
fenomena ini biasa dijumpai, suami istri sama-sama menjadi produsen barang
sehingga saat kumpul di rumah tidak menemukan produsen jasa yang optimal atau
siap sebagai perodusen jasa kapan saja. Hati-hati karena wanita bekerja adalah
pilihan sadar, ada konsekwensi lelah. Saling mengalahlah. Jangan sampai suami tidak merasakan bahwa rumah bukan lagi menjadi surga
bagi suami dan istri, namun rumah hanya sekedar rumah singgah semata karena
kerinduan masing-masing tidak terpenuhi dan istri menjadikan karier adalah
prioritas dengan memalaikan tugas utama menjadi istri yang mengelola sebagai
manajer di rumah tangga dan sebagai ibu. Jadikan waktu efektif untuk mendidik anak. Dan
waktu libur tunjukan perhatian. Namun belum tentu juga ibu-ibu yang di rumah
saja menghasilkna anak berkualitas. Semua tergantung ibunya. Lho kalau Cuma nonton
sinetron? Buat kurikulum/program, misalnya pekan ini ngapain, masak bersama, dll.
Waktu berkualitas dengan ide cemerlang tidak hanya baca cerita. Buat agenda
kompromikan bersama anak sehingga kedatangan ibu dinantikan.
c. Kehadiran
anak, tidak disadari bertambahnya status
Ketika
mempunyai anak, laki-laki selain sebagai suami juga sebagai ayah. Sedangkan
wanita disamping sebagai istri sekaligus sebagai ibu. Nah, permasalahannya kecenderungan laki-laki meskipun sudah punya anak namun
kesadarannya sebagai suami lebih dominan dibanding sebagai bapak. Sebaliknya,
wanita cenderung dominan sebagai ibu ketimbang sebagai istri. Hal ini jika
tidak disikapi dan disadari akan mengganggu keharmonisan hubungan suami istri.
Nah, untuk menyikapi ini misalnya
saat ada tanda-tanda kehamilan, jangan mentang-mentang istri bisa menjadi
superwomen, sehingga segala sesuatu dikerjakan sendiri tapi libatkan suami agar
ia belajar menjadi calon bapak.
3. RAHMAH
(KASIH SAYANG, KELEMBUTAN HATI DAN EMPATI)
Secara sederhana sebagai pola
hubungan suami istri yang bersifat vertical
dan psikologis. Rahmah cenderung kepada orientasi ulu hati ke atas (yang ada di dada/emosional [hati, rasa, intuisi, sensitivitas] dan kepala/rasional
[otak, rasio, intelektual, kreativitas]). Disebut rahmah jika suami mampu mengembangkan rasio positif sehingga
menjadi suami kreatif, konstruktif dan produktif dan istri mampu mengimbangi
dengan mengembangkan emosi yang positif sehingga menjadi istri yang sensitive dan
kondusif. Suami bisa memahami perasaan istri dan istri mampu memahami
pemikiran suami. Di saat suami pusing terbebani masalah public, istri siap
membasuh dengan kesejukan manajemen rumah tangga yang bernilai surgawi. Disaat
istri jenuh dan suntuk di rumah, suami datang untuk mengurai dengan kata-kata
bijak yang solutif. Namun sekarang
banyak terjadi suami kreatif tapi destruktif sedangkan istrinya sensitive dan
provokatif. Istri tidak mampu mengendalikan bibirnya sedangkan suami tidak mampu
mengendalikan tangannya.
4. BAROKAH
(SEBAGAI HASIL)
Sederhana diartikan bertambahnya kebaikan. Pernikahan ideal
adalah bertemunya laki-laki yang baik
dengan wanita yang baik dengan niat
yang baik sehingga menghasilkan suami istri yang menjadi lebih baik, bapak ibu
yang baik, anak-anak yang baik, keluarga, masyarakat dan ummat yang baik (Q.S.
24:26). Keberkahan keluarga bisa dilihat
dari adanya 6 tanda (Q.S. 65:2-5), yaitu:
a.
Selalu
mendapatkan solusi dan jalan keluar disaat menghadapi ujian berat
b.
Sering
mendapatkan rezeki yang tak terduga/disangka-sangka
c.
Cukup
dalam kebutuhan hidupnya
d.
Dimudahkan
segala urusannya
e.
Ditutupi
aib dan kejelekannya
f.
Dilipatgandakan
pahala baginya.
Jadi, kesimpulannya keluarga
SAMARABA adalah keluarga yang mampu mengantarkan kesuksesan dunia dan
akhiratnya, dimana bisa mengantarkan keluarganya diharamkan dari siksa api
neraka (Q.S.
2:201).
Inspired by: Ust. Sholihun, Ust. Didik
Purwodarsono, Ustadzah Nunung Bintari @ Islamic
Wedding Academy and KRPH.
Assalamu'alaikum, salam ukhuwwah
ReplyDelete