Widget HTML Atas

Memaknai SHALAT sebagai Hadiah Terindah Peristiwa ISRA MI’RAJ dalam Etika Kehidupan KEPEMIMPINAN




Memaknai SHALAT sebagai Hadiah Terindah Peristiwa ISRA MI’RAJ dalam Etika Kehidupan KEPEMIMPINAN
(By: Hadi Kurniawan, S.Farm., Apt. / Jum’at, 6 Juni 2013)

Kehidupan bernegara dan sebuah kepemimpinan merupakan hal yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan selama kita masih menyandang status sebagai insan atau manusia. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang sempurna tidak ada sedikitpun kekurangan dalam penciptaannya, karena manusia adalah sebaik-baik penciptaan. Allah berfirman: 

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (At- Tin : 4)

Kita dikatakan sebagai seorang manusia ketika kita masih memiliki aspek-aspek yaitu jasmani dan rohani atau jiwa dan raga atau akal, fikiran dan hati, semuanya harus ada komplit laksana dua sisi mata uang, jika hanya satu sisi gak laku deh. Namun manusia tidak hanya cukup dengan individu yang lengkap seperti ini. Ada satu aspek penting lainnya dari manusia yakni manusia sebagai makhluk social. Dimana manusia tidak akan bisa bertahan hidup dengan layak, normal dan bahagia jika sendiri karena kita semua saling membutuhkan, tidak akan bisa lepas tanpa pertolongan orang lain. So, marilah kita sama-sama mengingatkan untuk hidup beretika, tanpa menyudutkan, tanpa benci dan prasangka. Aman damai bersahabat.  

“Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain”.

Manusia pasti ada yang menjadi pemimpin dan ada rakyat yang dipimpin. Minimal memimpin diri sendiri dan semua kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban. Tidak hanya pemimpin, sebagai rakyat bukan berarti kita bisa seenaknya atau semena-mena bertindak dan bertingkah dalam kehidupan bernegara atau berorganisasi (baik dalam rumah tangga misalnya, atau organisasi kampus atau bahkan negara). Karena sebagai pengikut atau sebagai rakyat tentunya tidak lepas dari pengadilan Allah dalam hal Laporan Pertanggungajawaban alias LPJ Kehidupan donk… Allah kan maha adil. 

“…dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi”. (An Naml:62)

Sehingga bagaimana kita memaknai shalat kita dan diaplikasikan dalam kehidupan kepemimpinan? Kita semua punya HAM, hak dan kewajiban. Pemerintah punya kewajiban menjalankan roda pemerintahan, namun memiliki hak untuk di taati dengan catatan kebijakannya tidak melanggar aturan Allah dan kemaslahatan bersama. Rakyat juga punya hak untuk disejahterakan dan menuntut kesejahteraan, namun jangan lupa punya kewajiban untuk mentaati.  

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisa:59)

Sahabat rasulullah pernah bertanya yah intinya dalam bahasa sederhana seperti ini:
wahai rasul kita perangi saja tu pemerintah, dan Rasul SAW menjawab, jangan donk, jangan gitulah, taatilah pemimpin walaupun seburuk-buruknya pemimpin selama dia masih mendirikan sholat diantara kamu semua.”

Nah, permasalahannya ketika pemimpin berbuat kesalahan dan tidak sesuai dihati rakyat. Kita sebagai rakyat harus kritis dan peduli, bagus itu !!! Hanya saja caranya piye??? Karena niat baik tidak menghalalkan segala cara kan setuju??? Acuh tak acuh dengan segala apapun keputusan pemerintah juga sangat tidak baik. Trus dimana andil kita??? Apakah hanya pasrah dan hanya sekedar menggunjing di dalam hati atau bersama teman-teman kita. Mending kita berdoa, mendoakan pemerintah atau silahkan ubah dengan kekuasaan atau lisan kita. Kalau kita gag bisa merubah dengan kekuatan atau kekuasaan ubahlah dengan perkataan, kalau gag bisa juga ubahlah dengan hati, dan itu adalah selemah-lemah iman.

Dalam kehidupan social kita berinteraksi dengan orang lain dengan berbagai macam karakter dan kepribadian yang subhanallah menambah “serunya” kehidupan dengan keberagaman tersebut. Bayangkan saja ketika hidup hanya diisi dengan sau sifat dan karakter, membosankan dan hidup tidak berwarna, di dunia tidak akan ada yang namanya perjuangan, dakwah amar ma’ruf nahi munkar, tidak adanya rasa bahagia dan sakit hati. Loh mau yah sakit hati??? 

Kenapa kita bisa merasakan kebahagiaan? Yah karna kita pernah merasa bagaimana rasanya sakit hati, kecewa, susah, merana dan tersiksa. Gmana kita bisa bersyukur ketika kita tidak pernah merasa nikmatnya kesehatan, ketika kita tidak pernah merasa tersiksanya dengan sakit yang diderita. Semua itu menjadikan kita bersyukur dan bersabar atas semua scenario Allah yang tidak kita ketahui. Oleh karena itu, nikmatilah setiap proses. Berat memang namun semua kan ada hikmah dibalik semua scenario. 

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Al-Insyirah : 5-6)

Pastinya  mari kita berkhusnuzhan kepada Allah,  karena Allah sesuai prasangka hambanya. 

"Sesungguhnya Allah berfirman: "Aku sebagaimana prasangka hambaku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku." [H.R.Turmudzi]

Memaknai perintah shalat yang merupakan hadiah dari perjalanan Isra dan Mi’raj Rasulallah SAW dalam etika kepemimpinan dan bernegara. Dalam sebuah Negara Demokratis kekuasaa tertinggi ada ditangan rakyat.  

Tidak akan ada sebuah kelompok/negara tanpa jamaah (orang baik pemimpin maupun pengikut),  tiada jamaah tanpa pemimpin, tiada pemimpin tanpa ketaatan.
Jadi, bagaimana kita bersikap selaku pemimpin dan pengikut/rakyat??? Mari maknai shalat kita, untuk menjawabnya. 

“Allah SWT berfirman : Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk”. (Al Baqarah:43)

الصلاة عماد الدين, فمن اقامها فقد اقام الدين ومن هدمها فقد هدم الدين
“Sholat itu adalah tiang agama (Islam), maka barangsiapa mendirikannya maka sungguh ia telah mendirikan agama (Islam) itu dan barangsiapa merobohkannya maka sungguh ia telah merobohkan agama (Islam) itu”.

Tentunya tiang ini bukan sembarang tiang, sehingga marilah kita gali makna shalat jika dihubungkan dalam sebuah kepemimpinan. Dalam shalat memberikan banyak pelajaran:

1.     Sebelum Shalat kita wajib berwudhu dan tentunya niat 

Artinya kita harus dilandasi dengan persiapan kebersihan jasmani rohani, atau fisik dan mental. Allah maha indah dan menyukai keindahan. Bagaimana untuk membangun negara ini ketika calon pemimpin maupun rakyatnya tidak bersih. Namun kita tidak tau kenapa untuk menjadi pemimpin perlu modal besar untuk kampanye dan sebagainya. Trus ketika telah menjabat pastinya pemimpin dan lembaganya berfikir bagaimana mengembalikan modal??? Tapi tidak semuanya, dan tentunya bukan di negara kita. Mudah-mudahan amin. Pilihlah pemimpin yang tidak ingin dirinya dipilih. Karena kepemimpinan bukan arogansi ambisi. 

2.    Shalat berjamaah lurus dan rapat
Artinya marilah kita berjuang bersama pemimpin maupun rakyat bersama-sama satu visi membangun negara ini. Pemimpin dan krunya tentu saja tidak bisa melakukan dan mengubah apapun dinegara ini ketika rakyatnya tidak peduli dan tidak satu visi. Hanya bisa menyalahkan dan merasa benar sendiri. Mari rapatkan barisan!!!

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” . (As Shaff : 4)

3.    Shalat ada imam dan ada makmum

Untuk apa ada imam jika tidak mengayomi makmumnya. Untuk apa jamaah jika tidak mengikuti imam. Kacau dong shalatnya, bayangkan shalat disebuah masjid megah dan mewah atau lapangan super luas, dimana dipadati jamaah yang tersusun bersahaf rapi dan lurus dengan satu komando imam, yakinlah musuh pasti gentar melihat persatuan ummat seperti ini. Labbaikallahumma labbaik, semoga kita diberikan kesempatan ke tanah suci, begitu rapi membentuk lingkaran dengan gerakan dan posisi yang sangat teratur dan bersinergi.

Shalat mengajarkan kejujuran bagi pemimpin. Jika imam batal (missal karena buang angin), padahal jamaah tidak mengetahui lo, sebenarnya shalat dilanjutkan pun makmum tidak tau kalau imamnya berbuat kekeliruan yang membatalkan shalat. Tapi imam dengan suka rela mundur, dan ikhlas digantikan posisinya oleh jamaah dibelakangnya. Menjadi imam dipilih yang paling baik bacaan dan hafalannya. Namun Imam juga manusia, jadi pasti sewaktu-waktu pernah melakukan kekeliruan, Bagaimana makmum mengingatkan???

Tentunya tidak semua makmum berdemo kepada imam “Woi imam, loeh batal  tuh, turun dunk, ganti…ganti!!!, Wah bisa rame ntar sholatnya ya gak. Tapi utamkanlah keshalehan bersikap, kelembutan dalam bertutur kata, kejernihan dalam berfikir. Karena Islam Rahmatan Lil ‘Alamni.

Tegurlah dengan cara terbaik, dalam shalat hanya sebagian makmum yakni makmum yang berada tepat dibelakang imam yang menegur dengan mengucapkan subhanallah. 

Bagaimana jika etika shalat kita terapkan dalam kehidupan kepemimpinan, Subhanallah begitu indah. Mari kita maknai SHALAT kita dalam ETIKA kehidupan BERNEGARA, BERORGANISASI dan KEPEMIMPINAN. Wallahu’alam bis showaf. Afwan.

 (Sampaikanlah walau satu ayat)  


 

Hadi Kurniawan Apt
Hadi Kurniawan Apt Just Cool Just Smile

No comments for "Memaknai SHALAT sebagai Hadiah Terindah Peristiwa ISRA MI’RAJ dalam Etika Kehidupan KEPEMIMPINAN"