URAIAN JERINGAU MERAH (Acorus sp.)
URAIAN JERINGAU MERAH (Acorus sp.)
Hadi Kurniawan, S.Farm.
Jeringau
merah (Acorus sp.) merupakan salah
satu tanaman endemik Kalimantan Barat yang memiliki kandungan kimia berpotensi
untuk dikembangkan sebagai herbal terstandar khususnya sebagai imunomodulator
dan meningkatkan jumlah trombosit pada penderita demam berdarah sehingga cocok menjadi
obat alternatif bagi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) (Pratiwi, dkk.,
2010). Ada beberapa tempat di wilayah Kalimantan Barat sebagai habitat aslinya
seperti wilayah Sanggau, Ngabang, dan Kapuas Hulu dengan karakteristik seperti
jeringau biasa tetapi memiliki pangkal daun berwarna merah serta rimpang yang
berwarna coklat kemerahan (Purwaningsih, 2009). Tumbuhan ini telah secara turun temurun
dimanfaatkan oleh masyarakat dayak yang tinggal di pedalaman dan jauh dari
sistem pelayanan kesehatan formal seperti rumah sakit dan puskesmas sebagai
ramuan obat tradisional demam berdarah.
Tanaman
jeringau merah (Acorus sp.) ini telah
dilakukan uji praklinis oleh Purwaningsih, 2009 yakni melalui pengujian
imunomodulator yang dilakukan dengan metode peningkatan aktivitas dan kapasitas
bakteri terfagosit dari makrofag peritoneum mencit. Antigen yang digunakan
dalam penelitian Purwaningsih (2009), adalah Staphylococcus epidermis yang merupakan bakteri gram positif
sehingga dapat mengikat warna giemsa.
Penampakan bakteri tersebut di bawah mikroskop mudah diamati karena sel
memiliki bentuk bulat. Bakteri ini digunakan sebagai parameter untuk mengetahui
tingkat efektifitas ekstrak dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Acorus sp dikenal dengan jeringau merah
merupakan tumbuhan endemik Kalimantan Barat yang telah secara turun temurun
dimanfaatkan sebagai obat demam berdarah bagi penderita yang tinggal di
pedalaman dan jauh dari sistem pelayanan kesehatan formal seperti rumah sakit
dan puskesmas. Selain itu, air rebusan Acorus sp endemik tersebut sampai saat
ini banyak digunakan untuk pasien rawat inap di rumah sakit, yang khasiatnya
dapat segera menaikkan kadar trombosit penderita DBD. Walaupun merupakan tumbuhan endemik Kalbar, tetapi tumbuhan ini
tidak mudah ditemukan selain di habitat aslinya, yaitu hutan lindung Danau
Sentarum. Informasi ilmiah tentang penggunaan rimpang Acorus sp endemik Kalbar sebagai
obat demam berdarah hingga saat ini belum ada. Penelitian terakhir yang
telah dilakukan peneliti (Purwaningsih, dkk., 2006) menunjukkan kemampuan air
rebusan (infus) rimpang tumbuhan endemik tersebut potensial menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan
Salmonella typhosa. Kedua strain
bakteri yang dihambat tersebut merupakan bakteri patogen penyebab diare (dysentri)
dan penyakit tyfus. Juga
dilaporkan, kandungan flavonoid retusin ditunjukkan dalam kandungan daun Acorus calamus tersebut dan menunjukkan
efek psikoaktif, dan jika diformulasikan atau ditambahkan ke dalam teh dapat
berkhasiat antiinflamasi, analgesik, laksatif dan furgatif.
Penggunaan secara empiris sebagai obat
demam berdarah dan pengujian awal yang telah dilakukan peneliti mendasari
dilakukannya penelitian lanjutan yaitu dengan melihat potensi rimpang Acorus sp sebagai obat anti virus demam
berdarah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa aktif dari
rimpang Acorus sp endemik Kalbar yang
aktif sebagai anti DBD dan mengembangkan
tumbuhan tersebut sebagai sediaan herbal untuk pengobatan demam berdarah. Kegiatan penelitian rencana dilakukan
selama 2 tahun dengan garis besar kegiatan penelitian meliputi : Tahun I
difokuskan pada 1) ekstraksi dan fraksinasi ekstrak Acorus sp, 2) pengujian anti
virus DBD ekstrak kasar (crude extract),
3) skrining fitokimia ekstrak yang aktif, sedangkan pada tahun ke-II difokuskan
pada 1) isolasi senyawa aktif (murni) dari ekstrak yang aktif, 2) identifikasi
struktur dan 3) pengujian aktivitas anti virus DBD dari senyawa murni, 4)
pengujian toksisitas dan preformulasi.
Jeringau merah (Acarus sp) dari
famili Araceae merupakan jeringau yang tumbuh liar di hutan-hutan tropis
Kalimantan Barat, secara empiris telah digunakan oleh Masyarakat pedalaman suku
Dayak dalam mengobatai berbagai macam penyakit. Seperti tyfus dan demam
berdarah. Pengujian awal infus rimpang jeringau merah menunjukkan potensi
penghambatan pertumbuhan bakteri Salmonella
typhosa, yang dapat menyebabkan penyakit tyfus (Purwaningsih, 2006). Belum
ada informasi ilmiah tentang kandungan aktif berkhasiat dan mekanisme
penghambatannya terhadap pertumbuhan bakteri patogen tersebut. Data yang ada
menunjukkan bahwa tumbuhan dalam genus Acorus seperti (Acorus calamus) memiliki efek sedatif dengan mayoritas kandungannya
adalah saponin dan flavonoid (Maheswari,2002).
Jeringau (Acorus calamus) adalah tumbuhan herba tahunan, tinggi sekitar 75 cm
dengan daun bebentuk pita panjang, rimpangnya berbau tajam dan terasa agak
pahit. Minyak atsiri terdapat pada daun dan rimpangnya, seperti eugenol,
asarilaldehida, asaron (alfa dan beta asaron), kalameon, kalamidiol,
isokalamendiol, akorenin, akonin, akroagermakron, akolamonin, isokolamin,
sioburin, isosiobunin, dan epi-siobunin. Selain itu, jeringau (Acarus calamus) juga mengandung resin,
amilum dan tannin, banyak dipergunakan untuk meredakan radang (Sastroamidjoj,
2001).
Gambar 1. Gambar tanaman jeringau merah
Jeringau merah merupakan salah
satu tumbuhan dari genus Acorus yang
berdasarkan kekerabatannya dengan (Acarus
calamus) memiliki taksonomi yang sama.
Klasifikasi tumbuhan jeringau merah (Acorus sp.) :
Divisi :
Spermatophyta
Sub Divisi :
Angiospermae
Kelas :
Monocotyledonae
Bangsa :
Arales
Suku :
Araceae
Marga :
Acorus
Jenis :
Acorus sp.
Berdasarkan uji pendahuluan,
jeringau merah yang ditanam di luar habitat aslinya tidak menghasilkan rimpang
warna merah yang kemungkinan berpengaruh tentag aktivitas biologiknya. Demikian
dengan aktivitas antimikroba dari jeringau merah menunjukkan bahwa infus
tumbuhan ini dapat mengambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhosa (Purwaningsih,2006). Informasi ilmiah tentang
aktivitas, kandungan kimia dan mekanisme aktivitas jeringau merah belum ditemukan. Tetapi
sebagai famili dari Araceae kemungkinan
kandungan dan aktivitas memiliki kemiripan.
Berdasarkan penelitian
sebelumnya tentang potensi (Acarus
calamus) menunjukkan bahwa daun Acorus
calamus dari wilayah Kansas
mengandung beberapa senyawa aktif antara lain sakuranin yang memiliki
aktivitas antihiperlipidemia. Sakuranin
terdapat hampir di semua bagian tumbuhan Acorus
calamus dan ekstrak tumbuhan yang
mengandung sakuranin telah digunakan sebagai herbal medicine antidiabetes.
Juga dilaporkan, kandungan flavonoid retusin ditunjukkan dalam kandungan daun Acorus calamus tersebut dan menunjukkan
efek psikoaktif, dan jika diformulasikan atau ditambahkan ke dalam teh dapat
berkhasiat antiinflamasi, analgesik, laksatif dan furgatif (Chapman, J.M,
2002).
Tetapi penggunaan rimpang ini
dianjurkan untuk tidak dalam waktu lama atau terus menerus, karena dapat
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Efek samping tanaman obat dapat
digambarkan dalam Acorus calamus yang biasa digunakan untuk mengobati stress
seperti kandungan senyawa bioaktif asaron yang struktur kimianya mirip golongan
amfetamin dan ekstasi, dapat memberikan efek relaksasi pada otot dan efek
sedatif (penenang) terhadap system saraf pusat ((Manikandan S, dan Devi RS.,
2005). Namun, jika digunakan dalam dosis tinggi malah memberikan efek
sebaliknya, yakni meningkatkan aktivitas mental (psikoaktif) (Fang Y, et al., 2003). Di samping itu asaron dari Acorus calamus juga merupakan senyawa alami yang potensial sebagai pemicu timbulnya kanker, apalagi jika tanaman ini digunakan dalam waktu lama (Abel G, 1987). Dringo bias menyebabkan penumpukan cairan di perut, mengakibatkan perubahan aktivitas pada jantung dan hati, serta dapat menimbulkan efek berbahaya pada usus ((Chamorro G, et al.,1999), (Garduno L, et al., 1997), (Lopez ML, et al., 1993)).
sebaliknya, yakni meningkatkan aktivitas mental (psikoaktif) (Fang Y, et al., 2003). Di samping itu asaron dari Acorus calamus juga merupakan senyawa alami yang potensial sebagai pemicu timbulnya kanker, apalagi jika tanaman ini digunakan dalam waktu lama (Abel G, 1987). Dringo bias menyebabkan penumpukan cairan di perut, mengakibatkan perubahan aktivitas pada jantung dan hati, serta dapat menimbulkan efek berbahaya pada usus ((Chamorro G, et al.,1999), (Garduno L, et al., 1997), (Lopez ML, et al., 1993)).