PERSIAPAN PRETES PKPA APOTEK
SOAL PRETES PERSIAPAN PKPA APOTEK
1.
Apakah yang dimaksud DMC? Gambarkan bagan
DMC!
2. Sebutkan
dan jelaskan metode perencanaan !
3. Sebutkan
dan jelaskan metode procurement
(pengadaan) !
4. Procurement
terdiri dari 2 proses yaitu?
5. Bagaimana
system pengadaan yang tepat di daerah yang terpencil?
6. Bagaimana
perbedaan sistem pengadaan Just In Time
(JIT) dan Spekulatif? Sebutkan kelebihan dan kekurangan masing-masing!
7. Sebutkan
dan jelaskan 3 cara pembayaran kepada PBF!
8. Kapan
harus dilakukan COD (Cash On Delivery)?
9. Sebutkan
kepanjangan NAPZA!
10. Sebutkan
7 kriteria WHO dalam seleksi!
11. Apa
yang dilakukan jika ada barang datang beserta fakturnya?
12. Laporan
apotek apa saja yang harus dilaporkan tiap bulan dan tiap 3 bulan?
13. Sebutkan
3 tembusan laporan NARKOTIKA!
14. Sebutkan
Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) berdasarkan PP 51/2009!
15. Berdasarkan
PP 51/2009:
a.
Apa saja yang termasuk Sediaan Farmasi?
b.
Apa saja yang termasuk tempat pelayanan
kefarmasian?
c.
Apa yang dimaksud dengan STRA, STRA Khusus,
STRTTK?
d.
Kapan digunakan SIPA, dan kapan SIK?
e.
Pekerjaan Kefarmasian meliputi 4 aspek yaitu?
f.
Berapa jumlah Apoteker penanggung jawab di
Industri Farmasi?
g.
Berapa jumlah Apoteker penanggung jawab di
IOT dan Kosmetik?
h.
Berapa tempat maximal apoteker dapat menjadi
APING, sedangkan APA?
i.
Syarat mendapatkan STRA?
16. Sebutkan 8 Star Farmasis!
17. Apa
yang dimaksud dengan pajak PPh pasal 4 ayat 2, 21, 23, 25, 28, 29?
18. Pembagian
keuntungan meliputi premi, deviden, frenchise, dan royalty. Atas dasar apakah
pembagian keuntungan dari masing-masing tersebut?
19. Bagaimana
syarat penyimpanan narkotik sesuai dengan UU No. 35/2009?
20. Bagaimana
rumus pemberian harga untuk Resep, OB/OBT dan OWA?
21. Berdasarkan
Kepmenkes 1027/2004 aspek skrining resep ada 3 sebutkan!
22. Untuk
Ilmu Resep, singkatan latin, penulisan etiket, copi resep, dan Rumus perhitungan dosis dipelajari yah…
Selamat mengerjakan
Bersungguh-sungguhlah. Jangan sia-siakan waktu dan biaya
mahal yang telah orang tua habiskan untuk pendidikan kita.
Belajar=Ibadah !!!
Jawaban:
1.
Drug Management Cycle (DMC)
DMC (Drug Management Cycle) adalah suatu
siklus yang didalamnya terdapat
masing-masing unsur pokok yaitu (selection,
procurement, distribution dan use), dimana unsure-unsur tersebut mempunyai
fungsi pokok / sebagai pengarah dalam menentukan kebijakan kedepan.
Manajemen obat
merupakan serangkaian kegiatan kompleks
yang merupakan suatu siklus yang saling
terkait, pada dasarnya terdiri dari 4
fungsi dasar yaitu seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi serta
penggunaan. Pada dasarnya, manajemen obat di apotek adalah bagaimana cara
mengelola tahap-tahap dan kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan
saling mengisi sehingga dapat tercapai tujuan
pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan oleh
dokter dan pasien selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan
mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu.
a.
Seleksi
Proses
kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan, identifikasi pemilihan terapi, bentuk
sediaan, kriteria pemilihan, standarisasi/penyusunan formularium.
b.
Procurement
Merupakan
kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang direncanakan dan disetujui, dapat
melalui pembelian, produksi/pengemasan kembali, sumbangan. Diharapkan
memperoleh pembekalan yg efisien (tak terjadi stock out).
c.
Distribution
Proses penyaluran obat
dari IFRS/apotek ke pasien untuk menjamin ketersediaan obat bagi pasien dan
mutu obat yang terjagaProses penyaluran obat dari IFRS/ apotek ke pasien untuk
menjamin ketersediaan
obat bagi pasien dan mutu obat yang terjaga.
d.
Use
Yang didalam nya
terdapat diagnose, peresepan , dispensing dan pengguanaan yang tepat untuk
pasien.
Siklus manajemen obat didukung oleh faktor-faktor pendukung
manajemen (management support)
yang meliputi organisasi, keuangan atau
finansial, sumber daya manusia (SDM), dan sistem informasi manajemen (SIM).
Setiap tahap siklus manajemen obat yang baik harus didukung oleh keempat faktor
tersebut sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung secara efektif dan
efisien. Siklus pengelolaan obat
dinaungi/dibatasi oleh bingkai kebijakan dan peraturan perundang-undangan. Siklus
pengelolaan obat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
2. Metode Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai
dengan kebutuhan dan anggaran. Ada beberapa macam metode
perencanaan, metode konsumsi, metode epidemiologi, serta kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi. Pemilihan metode disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia.
a. Metode konsumsi
Metode konsumsi adalah suatu metode perencanaan obat
berdasarkan pada jumlah kebutuhan riil
obat pada periode lalu dengan penyesuaian dan koreksi berdasarkan pada
penggunaan obat tahun sebelumnya. direncanakan berdasarkan pengeluaran barang
pada periode sebelumnya. Jadi, kita harus memantau obat apa yang paling banyak
dikeluarkan pada priode sebelumnya. Sehingga kita perlu mengelompokkan barang
menjadi 2 yaitu barang yang fast moving
dan slow moving. Metode ini banyak
digunakan di Apotek.
Metode konsumsi digunakan untuk: Obat
atau alkes yang sudah mempunyai data konsumsi yang mantap, yang tidak bisa
dihitung dengan kasus per kasus penyakit.
Misal:
1). Infus cairan dasar (RL, D5%, NACL dll).
2).
Injeksi antibiotika generik, inj generik.
3). Alat kesehatan habis pakai spuit,
infuset, IV Cateter dll.
Kelebihan:
1) Tidak
perlu data epidemologi dan standard pengobatan.
2) Bila
data konsumsi lengkap dan pola preskripsi tak berubah, pola perskripsi relatif
konstan maka kelebihan stock sangat kecil.
3) Mudah.
4) Sederhana.
5) Dapat
diandalkan bila data konsumsi dicatat dengan baik.
Kekurangan:
1) Tidak
dapat dijadikan dasar dalam mengkaji penggunaan obat dan perbaikan preskripsi.
2) Tidak
dapat diandalkan jika terjadi kekurangan stock obat lebih dari 3 bulan, obat
berlebih, atau adanya kehilangan.
3) Tak
perlu catatan pola penyakit yang baik.
4) Data
konsumsi harus akurat.
5) Penggunaan
obat yang berlebih dapat terjadi.
6) Obat
macet.
b. Metode morbiditas/ epidemiologi
Metode morbiditas yaitu berdasarkan pada penyakit yang ada. perencanaan
didasarkan pada penyebaran penyakit, wabah, atau penyakit yang paling banyak di
daerah itu. Bisa juga kita mencari
informasi di daerah tersebut mengenai 10 jenis penyakit tertinggi yang sering
diderita masyarakat sekitar. Dasarnya adalah
jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load), yaitu didasarkan pada penyakit yang ada atau yang
paling sering muncul dimasyarakat. Metode ini paling banyak digunakan di rumah
sakit.
Metode epidemiologi bertujuan
untuk:
1) Mengetahui
kebutuhan perbekalan kesehatan suatu
populasi masyarakat tertentu (obat program KB, obat program imunisasi).
2) Memperkirakan
kebutuhan obat atas dasar data epidemiologi.
Metode
epidemiologi digunakan untuk:
1) Perencanaan
kebutuhan obat yang mana kasus penyakit cenderung naik atau turun.
2) Perencanaan
kebutuhan penyakit tertentu, terutama penyakit yang perlu menggunakan obat
mahal (obat kanker, albumin, anastesi inhalasi).
3) Program
pengembangan pelayanan kesehatan RS/apotek yang baru.
4) Penyediaan
obat floor stock di ruang rawat inap
atau ruang tindakan medik (jika di RS).
Kelebihan:
1) Mendorong
pencatatan epidemioligi yang baik, pemantapan standar terapi.
2) Perkiraan
kebutuhan mendekati kebenaran.
3) Dapat
digunakan pada program baru.
Kekurangan:
1) Rumit.
2) Lama.
3) Harus
dilaksanakan oleh tenaga profesional.
4) Butuh
waktu lama.
5) Data
penyakit sulit di peroleh dengan pasti mungkin karena tak melapor/diagnosis tak
ditulis dengan lengkap, atau penyakit tidak terdaftar dalam daftar penyakit.
6) Pola
penyakit dan pola preskripsi tidak selalu sama.
7) Dapat
terjadi kekurangan obat karena ada wabah atau kebutuhan insidentil.
8) Variasi
obat terlalu luas.
c. Metode gabungan (kombinasi)
Direncanakan
berdasarkan barang yang banyak dikeluarkan dan epidemiologi penyakit pada
periode saat itu. Misalnya pada bulan
puasa banyak yang mencari/menggunakan obat maagh, maka kita sediakan obat maagh
yang banyak untuk saat itu. Metode ini untuk
menutupi kelemahan kedua metode diatas. Metode kombinasi berupa perhitungan
kebutuhan obat atau alkes yang mana telah mempunyai data konsumsi yang mantap namun kasus penyakit cenderung berubah (naik
atau turun). Metode kombinasi digunakan untuk mengikuti perkembangan
perubahan pola penyakit dan perubahan-perubahan terkait dan secara terus
menerus melakukan analisis data. Gabungan perhitungan metode konsumsi
dengan koreksi epidemiologi yang sudah
dihitung dengan suatu prediksi (boleh prosentase kenaikan kasus atau analisa
trend). Koreksi tersebut dapat berupa
penambahan bila kasus epidemiologi naik,
berupa pengurangan bila kasus epidemiologi turun.
Metode kombinasi digunakan untuk:
a.
Untuk obat dan alkes yang terkadang
fluktuatif maka dapat menggunakan metode konsumsi dengan koreksi-koreksi pola
penyakit, perubahan, jenis/jumlah tindakan, perubahan pola peresepan, perubahan
kebijakan pelayanan kesehatan.
b. Farmasis
harus mengikuti perkembangan perubahan pola penyakit, dan perubahan-perubahan
terkait dan secara terus menerus melakukan analisa data.
c. Harus
disertai kesepakatan penatalaksanaan terapi/tindakan antara pihak SMF, Farmasi,
pihak manajemen RS.
d. Farmasi
perlu sering berkomunikasi dengan pihak terkait dan memonitor jumlah
tindakan/kunjungan dan persediaan obat.
3. Metode Procurement (pengadaan)
Pengadaan merupakan
kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang direncanakan dan disetujui, dapat
melalui pembelian, produksi/pengemasan kembali, sumbangan. Diharapkan
memperoleh pembekalan yang efisien (tak terjadi stock out). Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan
kebutuhan yang telah direncanakan dan dibutuhkan melalui:
a. Pembelian/pemesanan
1)
Terbatas
(Hand to mouth buying), pembelian/pemesanan (order)
dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam jangka waktu yang pendek, misalnya satu
minggu. Pembelian ini dilakukan bila modal terbatas, ED cepat, dan PBF berada
tidak jauh dari apotek, misalnya berada dalam satu kota/wilayah sehingga lead time cepat dan selalu siap melayani
kebutuhan obat sehingga obat dapat segera dikirim.
2) Terencana,
berkaitan dengan pengendalian
persediaan barangyang dilakukan dengan cara
membandingkan jumlah pengadaan dengan penjualan tiap kurun waktu. Pembelian/pemesanan
dalam jumlah yang direncanakan untuk waktu tertentu. Biasanya dilakukan oleh
apotek yang mempunyai pelanggan tetap, barang laku/fast moving, mempertimbangkan waktu/musim tertentu, jarak apotek
jauh dari PBF/PBF di luar kota sehingga lead
time panjang, PBF berkunjung tidak tiap hari, dan pengiriman tidak setiap
hari. Cara pembelian ini erat hubungan dengan pengendalian persediaan barang.
Pengawasan stok obat/barang sangat penting untuk mengetahui obat/barang mana
yang laku keras dan mana yang kurang laku. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan kartu stok. Selanjutnya dilakukan perencanaan pembelian sesuai
dengan kebutuhan per item.
Pengadaan
secara intuisi, dilakukan pada sediaan farmasi yangdiperkirakan akan mengalami
peningkatan permintaan dalam kurun waktutertentu, misalnya karena adanya
pengaruh wabah suatu penyakit.
3) Spekulasi,
dilakukan dalam jumlah yang lebih
besar dari kebutuhan untuk mengantisipasi akan adanya kenaikan harga dalam
waktu dekat atau karena ada diskon atau bonus untuk pembelian jumlah besar. Pembelian/pemesanan
dilakukan dengan pertimbangan diskon, adanya penawaran bonus barang dan ada
kemungkinan kenaikan harga. Metode spekulasi harus dipertimbangkan kecepatan
aliran barang karena bisa jadi apotek rugi karena harus membeli dalam jumlah
besar akibat mengejar diskon, bonus atau ada kemungkinan kenaikan harga
sehingga barang menumpuk. Apotek bisa untung jika barang tersebut fast moving cepat laku atau solusi lain
beli dalam jumlah besar namun bonusnya bagi dengan apotek lain jadi kerja sama
dengan apotek lain. (Kekurangan: obat menumpuk. Jadi, solusinya Spekulasi
terencana yiatu boleh spekulasi tapi untuk obat fast moving). Cara pembelian
ini dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan, dengan harapan ada
kenaikan harga dalam waktu dekat atau dikarenakan adanya diskon atau bonus.
Meskipun pembelian secara spekulasi memungkinkan mendapatkan keuntungan yang lebih
besar tetapi cara ini mengandung resiko yang besar untuk obat-obat dengan waktu
kadaluarsa yang relative pendek dan yang bersifat slow moving.
4)
Konsinyasi,
pemilik barang menitipkan barang
kepada apotek.Apotek hanya membayar barang
yang terjual, sedangkan sisanya dapat diperpanjang masa konsinyasinya.
Cara seperti ini biasanya dilakukan pada produk baru. Pembayaran
dilakukan jika barang terjual. PBF menitipkan barang baru (produk baru) ke
apotek, jika sudah laku terjual baru kemudian dibayar ke PBF dan jika tidak
laku dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati maka barang dapat
dikembalikan.
5) JIT (just in time), pembelian dalam jumlah
kecil/terbatas, jika sedang butuh, baru memesan atau membeli, biasanya meode
ini dipilih untuk barang yang mahal, lama laku, dan keluarnya sedikit.
(Kekurangan: barang kosong).
Jika dirumash sakit biasanya
dikenal secara:
a. Tender
Pembelian dg nilai lebih dari 100 juta
dilakukan dengan pengumuman terbuka di media massa, dan diikuti oleh
rekanan-rekanan yang memenuhi kualifikasi yang ditetapkan.
1) Tender
terbuka/lelang
a) Berlaku
untuk semua rekanan terdaftar, sesuai kriteria.
b) Butuh
konsolidasi dan team yang kuat.
2) Tender
terbatas/lelang tertutup
a) Berlaku
untuk rekanan tertentu/terbatas dan punya reputasi baik.
b) Harga
dapat dikendalikan, beban kerja lebih ringan daripada lelang terbuka.
b. Pembelian
negoisasi dan kontrak
kerja
1) Dilakukan
pendekatan langsung dengan rekanan terpilih untuk tawar-menawar untuk mencapai
persyaratan spesifik, harga, penetapan jumlah service delivery,dibuat suatu perjanjian
c. Pembelian/pemilihan langsung ke distribusi
untuk persediaan yang perlu segera tersedia. Pembelian dengan sistem membandingkan harga
antara 2 atau lebih rekanan, untuk kemudian dipilih yang terendah harganya.
Nilai pengadaan antara 50-100 juta.
d. Penunjukan
langsung
Pembelian langsung ke PBF,
senilai kurang dari 50 juta.
e. JIT
Ket:
RS Negeri: a, c, dan d (metode pembelian di RS Negeri (Per Pres No 54 th 2010 ttg pengadaan barang/jasa
pemerintah).
RS
Swasta: b, c, e
b. Produksi/pembuatan sediaan
farmasi.
Merupakan
kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan steril atau
non steril untuk memenuhi pelayanan kesehatan di rumah sakit.
c. Donasi/hibah,
Pemberian/sumbangan.
4. Procurement terdiri dari 2 proses
yaitu :
a.
Perencanaan
b.
Pengadaan
5. Sistem pengadaan yang tepat di
daerah yang terpencil adalah terencana. Pengadaan dengan metode terancana yaitu:
a.
PBF berada di luar kota. PBF berkunjung
tidak tiap hari, dan pengiriman tidak setiap hari.
b.
Barang laku/fast moving.
c.
Pertimbangan waktu/musim tertentu.
6.
Perbedaan
sistem pengadaan Just In Time (JIT)
dan Spekulatif:
Sistem Pengadaan
|
|
Just
in Time
(JIT)
|
Spekulatif
|
a. cara
pembelian obat ini untuk obat obat yang mahal, dibutuhkan segera, waktu
kadaluarsa nya pendek, dan obat itu bersifat slow moving.
b. Menghindari
penumpukan barang (tidak perlu gudang).
c. Dipesan
jika diperlukan segera.
d. Lokasi
dekat dengan PBF.
|
a. Cara
pembelian ini dilakukan dalam jumlah yang besar dari kebutuhan dengan harapan
ada kenaikan harga dalam waktu dekat atau dikarenakan adanya diskon atau
bonus. Meskipun pembelian secara spekulatif memungkinkan mendapatkan
keuntungan yang besar tetapi cara ini mengandung resiko yang besar untuk obat
obat dengan waktu kadaluarsa yang relative pendek yang bersifat slow moving.
b. Pembelian
dikarenakan mengejar diskon/bonus yang ditawarkan (namun biasanya harus dibayar
tunai/cash).
c. Kemungkinan
ada kenaikan harga.
d. Digunakan
untuk obat fast moving (perhatikan
kecepatan aliran barang).
|
Kelebihan:
|
Kelebihan:
|
Tidak
perlu gudang.
|
a. Dapat
bonus/diskon.
b.Keuntungan
kemungkinan bisa lebih besar.
|
Kekurangan:
|
Kekurangan:
|
Barang
kosong terutama jika ada pasien dating yang tidak terprediksi missal dari
luar kota.
|
a. Bayar
kontan.
b. Barang
menumpuk (perlu gudang penyimpanan) sehingga ada holding cost.
c. Resiko
rugi untuk obat-obat dengan ED yang relative pendek dan yang bersifat slow moving.
|
7.
Cara
pembayaran kepada PBF:
Adapun metode-metode pembelian obat di
apotek diantaranya:
a. Kredit,
yaitu pembayaran pembelian dengan jatuh tempo/tenggang waktu (21-45 hari) yang
biasanya dilakukan 21 hari, 1 bulan/28 hari, atau berbulan-bulan (untuk PBF
dari luar kota) setelah barang dating, biasanya tidak ada diskon, mungkin ada
diskon pada pabrik tertentu tergantung kebijakan pabrik.
b. COD (Cash On Delivery), yaitu pembayaran
secara langsung cash ketika barang
dating/diterima. Biasanya dilakukan pada pembelian obat narkotika dari PBF
Kimia Farma/psikotropik ataupun pembelian obat-obatan dengan tunai/yang
memberikan bonus (spekulasi). Biasanya ada diskon 1-1,5% disamping diskon cash
5%.
c. Cash/tunai, pembayaran dengan jangka waktu jatuh
tempo maksimal 2 minggu, biasanya ada diskon (missal 5%).
d. Konsinyasi,
yaitu obat yang dititip jual oleh distributor dan pembayaran dilakukan setelah
barang sudah laku di jual di apotek. pembayaran dilakukan jika barang terjual.
PBF menitipkan barang baru (produk baru) ke apotek, jika sudah laku terjual
baru kemudian dibayar ke PBF dan jika tidak laku dalam jangka waktu tertentu
yang telah disepakati maka barang dapat dikembalikan.
8.
COD
(Cash On Delivery) dapat dilakukan:
COD
( Cash On Delivery) harus dilakukan yaitu untuk barang barang narkotik dari PBF
kimia farma. Ketika barang datang, pembabayaran tunai langsung dilakukan.
a. Pembelian
obat narkotika dari PBF Kimia Farma (wajib/mutlak COD), psikotropika (terkait
peraturan perundang-undangan).
b. Jika
metode pembeliannya dengan pembayaran tunai misalnya spekulasi untuk mengejar
bonus atau diskon.
9.
Kepanjangan
NAPZA adalah Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif.
10. Tujuh kriteria WHO dalam seleksi:
Proses
penyeleksian perbekalan farmasi menurut WHO dapat didasarkan pada kriteria
berikut:
1. Relevan
dengan prevalensi penyakit/berdasarkan pola penyakit dan prevalensi penyakit (10 penyakit terbesar).
2. Obat-obat
yang telah diketahui penggunaannya
(well-known), dengan profil farmakokinetik
yang baik dan diproduksi oleh industri lokal (local manufacture).
3. Efektif (efficacy)
dan aman (safety) berdasarkan
bukti latar belakang penggunaan obat.
4. Memberikan
manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal, termasuk manfaat secara
financial (memenuhi kriteria cost-benefit
ratio terhadap biaya pengobatan total).
5.
Jaminan kualitas/mutu termasuk bioavaibilitas dan stabilitas.
6.
Sedapat mungkin sediaan tunggal (single
compound).
7.
Terbukti performance dari berbagai
setting (efikasi sama ditempat berbeda).
11. Jika ada barang datang beserta
fakturnya maka yang dilakukan adalah:
Mengecek
kesesuaian barang yang datang dengan yang tertera difaktur serta sesuaikan juga
dengan SP (Surat Pesanan) yaitu jumlah dan jenis barang, Expired Date/waktu kadaluarsa dan No. Batch. Jika sesuai maka
faktur dicap dan ditandatangani kemudian 1 lembar untuk apotek diambil lembar
selebihnya diserahkan kembali kepada yang mengantarkan barang pesanan tersebut.
Selanjutnya barang yang baru dating harus ditulis dibuku barang dating (manual)
dan/atau diinput dikomputer (komputerisasi) dengan keterangan: Nomor urut
barang, tanggal SP, nomor faktur, nama PBF, nama obat, nomor batch, jumlah
barang, harga satuan, diskon, total harga, ED. Barang ini disimpan digudang
(jika ada) atau ditata dietalase obat, dan dicatat dikartu stok dan buku ED.
Atau
1.
Pengiriman barang disertai faktur (memuat nama PBF, tanggal, jenis dan jumlah
barang), kemudian dicocokkan/pengecekkan (ED, keadaan fisik obat, sesuai dengan
permintaan jenis dan jumlah obat).
2.
Jika sesuai maka faktur ditanda tangani
oleh Apoteker / AA ( nama terang, SK dan cap Apotek).
3. Faktur asli akan diperoleh jika sudah
melunasi pembayaran obat.
4.
Obat yang diperoleh dicatat di buku penerimaan/ED, menyangkut nama PBF yang
mengirim barang, harga barang dan No. Batch. No. batch penting karena sewaktu
waktu BPOM dapat menarik obat-obat tertentu dengan no. batch tertentu.
12.
Laporan apotek yang harus dilaporkan
tiap bulan:
a. Laporan
Penggunaan Narkotik dan Psikotropik.
b. Laporan
Statistika Resep dan Penggunaan Obat Generik Berlogo (OGB).
Laporan apotek yang harus dilaporkan tiap 3 bulan:
a. Laporan
Tenaga Kesehatan/karyawan (NaKes).
Laporan apotek tahunan:
a. Neraca.
b. Laporan
Laba/Rugi.
13. Tiga tembusan laporan NARKOTIKA:
a. Dinas
kesehatan Kabupaten/Kota setempat
b. Dinas
kesehatan Provinsi.
c. Kepala
BPOM Provinsi.
14. Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)
berdasarkan PP 51/2009 Pasal 1 ayat 6:
Tenaga
Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker.
15. Berdasarkan PP 51/2009:
a.
Yang termasuk Sediaan Farmasi:
Berdasarkan
PP 51/2009 Pasal 1 ayat
2:
Sediaan Farmasi adalah:
a.
obat,
b. bahan obat,
c. obat tradisional, dan
d. kosmetika.
b. Yang
termasuk tempat pelayanan kefarmasian:
Berdasarkan PP 51/2009
Pasal 1 ayat 11 dan pasal 19:
Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian, yaitu:
a. apotek,
b. instalasi farmasi rumah sakit,
c. puskesmas,
d. klinik,
e. toko obat, atau
f.
praktek
bersama.
c. Yang
dimaksud dengan STRA, STRA Khusus,
STRTTK:
1) Berdasarkan PP 51/2009
Pasal 1 ayat 20:
Surat
Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker
yang telah diregistrasi.
2) Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 42
ayat 1:
STRA Khusus adalah surat tanda registrasi bagi Apoteker
lulusan luar negeri yang akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian di
Indonesia harus memiliki STRA setelah melakukan adaptasi pendidikan.
3) Berdasarkan PP 51/2009
Pasal 1 ayat 21:
Surat Tanda Registrasi
Tenaga Teknis Kefarmasian selanjutnya disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga
Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi.
d. Kapan
digunakan SIPA, dan SIK:
1) Berdasarkan PP 51/2009
Pasal 1 ayat 22:
Surat
Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat
melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek, Puskesmas atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit. (Apoteker
bekerja dipelayanan).
Dan
pada pasal 52:
SIPA
bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian
sebagai Apoteker pendamping.
2) Berdasarkan PP 51/2009
Pasal 1 ayat 23:
Surat
Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK
adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian untuk
dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas
distribusi atau penyaluran. (Apoteker bekerja di PBF dan industri).
Dan pada pasal 52:
SIK bagi Tenaga Teknis
Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada
Fasilitas Kefarmasian.
e.
Pekerjaan
Kefarmasian meliputi 4 aspek yaitu:
Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 5:
Pelaksanaan
Pekerjaan Kefarmasian meliputi:
a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi;
b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi;
c. Pekerjaan
Kefarmasian dalam Distribusi atau
Penyaluran Sediaan Farmasi; dan
d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi.
f.
Jumlah
Apoteker penanggung jawab di Industri Farmasi:
Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 9 ayat
1:
Industri farmasi harus
memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab
masing-masing pada bidang pemastian
mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi.
g.
Jumlah
Apoteker penanggung jawab di IOT dan Kosmetik:
Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 9 ayat
2:
Industri obat
tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu)
orang Apoteker sebagai penanggung jawab.
h.
Jumlah
tempat maksimal apoteker dapat menjadi APING, dan APA:
1) Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 54
ayat 1:
Apoteker sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a hanya
dapat melaksanakan praktik di 1
(satu) Apotik, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.
2) Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 54
ayat 2:
Apoteker pendamping
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf b hanya dapat melaksanakan
praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek,
atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.
i.
Syarat
mendapatkan STRA:
Berdasarkan
PP 51/2009 Pasal 40:
(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker
harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi
profesi;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan
sumpah/janji Apoteker;
d. mempunyai surat keterangan sehat fisik
dan mental dari dokter yang memiliki surat
izin praktik; dan
e. membuat pernyataan
akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(2) STRA dikeluarkan oleh Menteri.
Pasal
41
STRA berlaku selama 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1).
16. Eight
Star Farmasis:
a.
Care
Giver : farmasis sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk
pelayanan klinis, analitis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan.
b.
Decision
Maker : farmasis sebagai pengambil keputusan.
c.
Communicator
:
Farmasis harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik dengan pasien,
teman sejawat maupun profesi kesehatan yang lain.
d.
Leader
:
Farmasis diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
e.
Manager
:
Farmasis harus efektif dalam mengelola sumber daya manusia (manusia, fisik,
anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain
dalam tim kesehatan.
f.
Life
Long Learner : Farmasis harus senang belajar sejak
dari kuliah dan semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja
untuk menjamin bahwa keahlian dan keterampilan selalu baru (Up-date) dalam melakukan praktik profesi.
g.
Teacher
:
Farmasis mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih farmasis generasi
mendatang..
h.
Researcher
:
Farmasi juga sebagai peneliti.
17. Pajak penghasilan PPh pasal 4 ayat
2, 21, 23, 25, 28, 29 adalah:
a. PPH pasal 4 ayat 2
adalah pajak atas dasar penyewaan gedung.
PPH pasal 4 ayat 2 = Biaya
sewa gedung x 10%
b.
PPH
pasal 21 adalah pengenaan
pajak pribadi/perorangan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan diluar
usaha yang dimiliki. Mengatur pajak pribadi atau perorangan. PPh
pasal 21 mengatur pajak pribadi atau perorangan. Besarnya pajak ini adalah
Penghasilan Netto dikurangi PTKP. Pajak dikenakan pada karyawan tetap yang
penghasilannya telah melebihi PTKP. Penggunaaan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan berupa gaji, upah, dan honorarium. Besarnya
PPh pasal 21 adalah berdasarkan penghasilan netto dikurangi Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP). Pajak yang ditanggung oleh pemerintah sebesar 5%, dikurangi
dengan PTKP. Penghasilan yang lebih besar dari Rp2.000.000 tidak ditanggung
oleh pemerintah. Pajak ini dikenakan pada karyawan tetap yang telah melebihi
PTKP dan dibayarkan. Berdasarkan PerMenKes RI. No. 564/KMK.03/2004
tanggal 29 November 2004 besarnya PTKP ditunjukkan pada table 1.
Tabel
1. Tarif PTKP
Jenis PTKP
|
Setahun
|
Sebulan
|
Untuk
diri pegawai
|
Rp.
13.200.000,00
|
Rp.
1.100.000,00
|
Tambahan
untuk pegawai yang kawin
|
Rp.
1.200.000,00
|
Rp.
100.000,00
|
Tambahan
untuk setiap anggota keluarga yang sedarah, paling banyak 3 orang
|
Rp.
1.200.000,00
|
Rp.
100.000,00
|
Langkah
perhitungan:
1)
NETTO
Penghasilan Bruto (Gaji+Tunjangan) – Biaya
jabatan 5% (dipotong max 500.000) = Netto
2)
PKP
dalam 1 tahun (dikali 12 bulan)
Netto
– PTKP = PKP
3)
Pajak
Terhutang
PKP
x Tarif Pajak = Pajak Terhutang
c.
PPH
pasal 23 adalah pajak
yang dibayar oleh wajib pajak yang memiliki usaha/pemegang saham suatu usaha,
pengenaan pajak atas deviden. Mengatur pajak bagi apotek yang berbentuk badan
usaha. PPh pasal
23 mengatur pajak bagi apotek yang berbentuk badan usaha. PPh 23 adalah
pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan berupa deviden, bunga
royalti, sewa, hadiah, penghargaan, dan imbalan jasa tertentu. Besarnya PPh
pasal 23 adalah deviden dikenai 15% dari keuntungan yang dibagikan.
PPh pasal 23 adalah pemotongan
pajak oleh pihak lain atas penghasilan berupa deviden, bunga royalty, sewa,
hadiah, penghargaan dan imbalan jasa tertentu. Besarnya PPh pasal 23 adalah deviden
dikenai 15% dari keuntungan yang dibagikan, juga konsultan hokum, konsultan
pajak dan jasa lainnya dikenai pajak 15% x 50%.
PPH 23 = dividen x 15%
d.
PPH
pasal 25 adalah angsuran
pajak yang dibayarkan tiap bulan. Mengatur pajak pribadi maupun badan usaha. PPh
pasal 25 mengatur pajak bagi pribadi maupun badan usaha. PPh pasal 25 adalah
pembayaran pajak yang berupa cicilan tiap bulan sebesar 1/12 dari pajak
keuntungan bersih tahun sebelumnya (dihitung berdasarkan neraca laba-rugi
sehingga dapat diketahui sisa hasil usaha/SHU atau keuntungan). PPh
pasal 25 adalah pembayaran pajak yang berupa cicilan tiap bulan sebesar
1/12 dari pajak keuntungan bersih tahun
sebelumnya, angsuran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dari pajak
keuntungan bersih tahun sebelumnya (dihitung berdasarkan neraca laba-rugi
sehingga dapat diketahui sisa hasil usaha/SHU atau keuntungan). PPh pasal 25
ini dibayarkan dalam bentuk SPT Masa dan SSP setiap bulan.
PPH 25 =
e.
PPH
Pasal 28 adalah pajak
terhutang < angsuran kredit pajak (lebih bayar). Apabila
jumlah pajak terhutang lebih kecil daripada jumlah kredit pajak maka setelah
dilakukan pemeriksaan kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan PPh pasal
28. Apabila
jumlah pajak terutang lebih kecil daripada jumlah kredit pajak maka setelah
dilakukan pemeriksaan kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan PPh pasal
28.
PPH 28 = Pajak terhutang – angsuran 1
tahun
= - (artinya lebih bayar)
f.
PPH
Pasal 29 adalah pajak
terhutang > angsuran kredit pajak (kurang bayar). Apabila
jumlah pajak terhutang untuk 1 tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak
maka harus dilunasi dengan PPh pasal 29. Apabila jumlah pajak terutang untuk satu tahun pajak
lebih besar dari jumlah kredit maka harus dilunasi sesuai dengan PPh pasal 29.
PPH 28 = Pajak terhutang –angsuran 1
tahun
= + (artinya kurang bayar).
18. Pembagian keuntungan premi, deviden, frenchise, dan royaltay atas
dasar:
a. Premi
adalah pembagian keuntungan atas dasar
kerja.
b.
Deviden
adalah pembagian keuntungan atas dasar modal.
c.
Frenchise
adalah pembagian keuntungan atas dasar
hak paten.
d.
Royalti
adalah pembagian keuntungan atas dasar
pencapaian target.
19. Syarat
penyimpanan narkotik sesuai dengan UU
No. 35/2009 Pasal 14 ayat 1:
Narkotika
yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan
masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib
disimpan secara khusus.
Tata
cara penyimpanan narkotika diatur dalam Peraturan
Menkes RI No.28/Menkes/Per/VI/1978. Dalam peraturan tersebut dinyatakan
bahwa apotek harus mempunyai tempat
khusus untuk menyimpan narkotika dan harus
dikunci dengan baik. Tempat
penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Harus
dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b. Harus
mempunyai kunci yang kuat.
c. Dibagi
dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan
untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika;
bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari.
d. Apabila
tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm,
maka lemari tersebut harus dibuat melekat pada tembok atau lantai.
e. Lemari
khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika,
kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
f. Anak
kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang dikuasakan.
g. Lemari
khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
20. Rumus pemberian harga untuk Resep,
OB/OBT dan OWA:
a.
Pemberian
harga Resep:
Resep = HjA x jumlah
obat +Toeslag + Embalage
Karena HjA = HNA x
index, maka:
Resep
= HNA x Index x Jumlah Obat +Toeslag + Embalage
b.
Pemberian
harga OB/OBT
OB/OBT
= HNA x Index x Jumlah Obat
c.
Pemberian
harga OWA
OWA
= HNA x Index x Jumlah Obat + Toeslag
Keterangan:
Toeslag : Uang jasa pelayanan tenaga medis yang
harus dibagikan tiap bulan.
Embalage : Biaya
pengemas
Index : Resep
1,3; OWA 1,2; OB/OBT 1,1
21. Berdasarkan Kepmenkes 1027/2004 Apoteker
melakukan skrining resep meliputi :
a.
persyaratan administratif :
- Nama,SIP dan alamat
dokter.
- Tanggal penulisan
resep.
- Tanda tangan/paraf
dokter penulis resep.
- Nama, alamat, umur,
jenis kelamin, dan berat badan pasien.
- Nama obat , potensi,
dosis, jumlah yang minta.
- Cara pemakaian yang
jelas.
- Informasi lainnya.
b. Kesesuaian farmasetik:
bentuk sediaan, dosis,potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian.
c.
Pertimbangan klinis: adanya alergi,
efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
Jika ada keraguan
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan
memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan
persetujuan setelah pemberitahuan.
Selamat Belajar !!!
Persiapkan dan Hadapi Kompre
Gagal Merencanakan Persiapan Kompre
sama dengan Merencanakan Kegagalan
dalam Kompre.
No comments for "PERSIAPAN PRETES PKPA APOTEK"
Post a Comment