KASUS DAN KODE ETIK SERTA IMPLEMENTASINYA-3
CONTOH PELANGGARAN ETIKA
DI APOTEK:
1. Dokter
menulis resep dengan kode, dan resep tersebut hanya bisa ditebus di apotek yang
ditunjuk dokter.
2. PSA
menjual psikotropika dan pada saat membuat laporan bekerja sama dengan dokter
untuk membuatkan resep.
3. Krim
malam, krim pagi buatan apotek sendiri, tidak diketahui formulanya.
DI PUSKESMAS ATAU KLINIK:
1. Yang
menyerahkan obat kepada pasien bukan apoteker, melainkan bidan, mantri,
perawat, karena puskesmas tidak memiliki apoteker.
DI RUMAH SAKIT:
1. Apoteker
membuat suatu obat yang isinya campuran dari beberapa obat (oplosan).
DI INDUSTRI:
1. Klaim,
saling mengklaim suatu produkàmelanggar etika.
2. Kebohongan
publikàmenginfokan
tentang khasiat suatu obat yang tidak benar.
KASUS PRODUKSI
KASUS
I:
Kasus
Ia
¨ Dalam FI IV disebutkan bahwa tablet efedrin
memiliki kadar yang dapat diterima adalah 90-100% efedrin anhydrat.
¨ Untuk memproduksi tablet efedrin 50 mg
sebanyak 1.000.000 tab diperlukan 50 kg serbuk efedrin anhydrat dengan
penambahan berbagai bahan campuran lainnya.
¨ Hasil uji bagian QC didapat kadar efedrin
95,25%, KS/KB, WH memenuhi syarat sehingga barang tersebut diluluskan.
¨ Tablet efedrin yang dibuat menjadi 1.047.500
tablet.
¨ Hasil ini terjadi berulang-ulang.
¨ Telah dilakukan check proses, namun hasil sama.
Kasus Ib
Apoteker S, seorang Manajer roduksi suatu
Industri farmasi diminta untuk memproduksi sediaan Tablet Captoprl 25 mg.
Sesuai dengan syarat standard dalam Farmakope Indonesia edisi IV, syarat kadar
Captopril tablet adalah 90 s.d. 110%. Guna memproduksi 100.000 tablet Captopril
25 mg, Apoteker S menimbang 2,300 kg sehingga tiap tablet mengandung rata-rata
96,00%. Obat dapat diproduksi dan secara peraturan perundang-undangan memenuhi
syarat kadar. Apoteker S dibanggakan oleh pemilik industri dan mendapat bonus
besar karena produksi Captopril tablet menghasilkan laba yang banyak.
Tindakan
apa yang sebaiknya dilakukan oleh apoteker?
• Cari komitmen pimpinan terhadap mutu.
• Lakukan validasi proses.
• Bobot
keseragaman obat tablet efedrin 50 mg, walaupun range 95-110%, akan tetapi
harus ditimbang 50 mg jangan dikurangi.
KASUS
II:
¨ Pemerintah telah menetapkan harga jual obat
adalah 1- 3 kali harga obat generiknya. Seorang apoteker yang menjabat sebagai
Manajer Produksi di suatu industri farmasi mendapati bahwa harga bahan baku
glibenclamide naik sehingga setelah diproduksi menjadi tablet glibenclamide
juga harga tinggi
¨ Bila mengikuti harga yang ditetapkan pemerintah,
pabrik mengalami kerugian. Diketahui bahwa pabrik farmasi yang memproduksi
glibenclamide tablet hanya oleh beberapa pabrik farmasi.
Tindakan
apa yang sebaiknya dilakukan oleh apoteker?
¨ Tetap memproduksi Glibenclamide tablet karena
sangat diperlukan oleh masyarakat. Tapi gemana mengatasi kerugian perusahaan?
So:
¨ Melakukan subsidi silang untuk menutup kerugian
pabrik/jual
neto aja.
¨ Efektivitas
produksi/menekan biaya produksi. Ganti dengan bahan tambahan yang lebih murah
tapi tidak mengubah kualitas.
¨ Lakukan
upaya diplomasi antara petinggi pabrik (pentingnya GP-Farmasi) dengan
pemerintah terkait regulasi.
KASUS
III:
Sebuah
pabrik obat tradisional Kec. Bumiayu Kab. Brebes Jawa Tengah memproduksi OT
mengandung BKO tanpa hak dan kewenangan. Ruang produksi OT TIE dan mengandung
BKO tersebut didesain seperti Bunker yang terletak dibawah tanah dan bertingkat
2 (dua).
Hasil
pengujian PPOMN terhadap barang bukti yang ditemukan menunjukkan :
Kajian Pelanggaran Etika
Dan Undang-Undang Kefarmasian
Persyaratan usaha industri obat
tradisional dan usaha industri kecil obat tradisional (SK
MENKES NO. 246/MENKES/SK/ V/1990 tentang izin
usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat
tradisional)
Pasal
3
1. Obat
tradisional yang diproduksi, diedarkan diwilayah Indonesia maupun dieksport
terlebih dahulu harus didaftarkan sebagai persetujuan menteri.
2. Dikecualikan dari ketentuan ayat 1 adalah obat
tradisional hasil poduksi:
a. Industri
kecil obat tradisional dalam bentuk rajangan, pilis, tapel, dan parem.
b. Usaha
jamu racikan.
c. Usaha
jamu gendong.
Pasal
6
1.
Usaha industri obat tradisional wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Dilakukan
oleh badan hukum berbentuk perseroan terbatas atau koperasi.
b. Memiliki
nomor pokok wajib pajak.
Pasal
7
“Industri obat tradisional
harus didirikan di tempat yang bebas pencemaran dan tidak mencemari lingkungan”.
Pasal
8
“Usaha industri obat
tradisional harus mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya seorang
apoteker warga negara indonesia sebagai penanggung jawab teknis”.
Pasal
9
1.
Industri obat tradisional dan industri kecil
obat tradisional wajib mengikuti pedoman cara pembuatan obat tradisioanl yang
baik (CPOTB).
2.
Pemenuhan persyaratan dimaksud ayat 1
dinyatakan oleh petugas yang berwenang melalui pemeriksaan setempat.
Pasal
23
Untuk
pendaftaran obat tradisional dimaksud dalam pasal 3 obat tradisional harus
memenuhi persyaratan:
a.
Secara empirik terbukti aman dan bermanfaat
untuk digunakan manusia .
b.
Bahan obat tradisional dan proses produksi
yang digunakan memenuhi prsyaratan yang ditetapkan.
c.
Tidak mengandung bahan kimia sintetik atau
hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obat.
d.
Tidak mengandung bahan yang tergolong obat
keras atau narkotik.
UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
Pasal
4a
Hak konsumen adalah :
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
PP No.
51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian Bagian Ketiga mengenai pekerjaan kefarmasian dalam
produksi sediaan farmasi
Pasal
7 (1)
“Pekerjaan kefarmasian
dalam produksi sediaan farmasi harus memiliki apoteker penanggung jawab”.
Pasal 9 (2)
“Industri obat
tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu)
orang apoteker sebagai penanggung jawab”.
KASUS PENGADAAN
Apotek menerima tawaran PBF
karena ada pelicin/bonus.
KASUS DISTRIBUSI
KASUS I:
Apotek panel à melanggar UU.
Untuk bersaing dengan apotek lain, sehingga apotek X
mencari PBF yang menjual harga murah walaupun tidak legal dengan tujuan agar
bisa menjual kembali dengan harga murah dengan diskon, sehingga mampu bersaing.
KASUS
II:
¨ Nempil obat antar apotek bagaimana aturan main
yang baik?
Penyelesaian:
Pada
prinsipnya yang penting (tolong menolong):
1. Bagi
yang nempil:
a.
minta tolong dengan sopan dan cara yang baik, jangan hanya menggunakan kertas
sobekan untuk pemesanan.
b.
Komunikasikan / telepon dulu, siapkan dokumen tertulis.
c.
Kalimat terbaik: (1) SP; (2) Copi Resep; (3) Dengan kertas yang baik. 1 & 2
Untuk nempil narkotik boleh tapi pake SP narkotik (baca UU Narkotika
No.35/2009)
2. Bagi
yang ditempili:
a. Harga (pada umumnya HNA + PPN x index 1,3), namun
untuk sejawat tidak sama dengan harga pada umumnya, atau bukan juga harga
netto, ini egois. Tapi index misalnya 1,1. Tidak menarik biaya tueslag dan
embalanse.
KASUS
III:
Narkotik boleh didistribusikan dari apotek ke apotek,
dari apotek ke RS. Masa sesama sejawat tidak saling percaya untuk nempil obat,
percuma kuliah lama kata bu Bondan. Yang penting ada SP nya aja (kesepakatan di
Yogya pake SP khusus, tapi berdasarkan undang-undang yang penting ada permintaan
tertulis dari apoteker). UU Narkotik tahun 70an memang tidak diperbolehkan,
namun UU Narkotik sekarang boleh. UU Narkotika No. 35/2009:
Pasal 43
(1) Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh:
a.
apotek;
b.
rumah sakit;
c.
pusat kesehatan masyarakat;
d.
balai pengobatan; dan
e.
dokter.
(2) Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada:
a.
rumah sakit;
b.
pusat kesehatan masyarakat;
c.
apotek lainnya;
d.
balai pengobatan;
e.
dokter; dan
f.
pasien.
(3)
Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya
dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
(4) Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat
dilaksanakan untuk:
a.
menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan;
b.
menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui
suntikan; atau
c.
menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(5)
Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh
dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek.
KASUS PELAYANAN
PELAYANAN RESEP
Definisi
Permenkes 922/Menkes/Per/X/1993–Pasal 1(h)
} Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter,
Dokter Gigi, Dokter Hewan kepada Apoteker Pengelola Apotik untuk menyediakan
dan menyerahkan
obat bagi penderita sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Resep yang baik adalah
resep yang jelas dan dapat dibaca, resep harus memenuhi peraturan yang
ditetapkan oleh SK. MENKES RI No. 26 MenKes/Per/1981, Bab III, pasal 10,
yang memuat :
1. Nama, alamat dan No Surat Ijin Praktek Dokter
2. Tempat dan tanggal penulisan resep
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan obat.
4. Nama setiap obat/komponen resep (dengan Bentuk
sediaan obat, Dosis, Jumlah dan petunjuk
pemakaian)
5. Tanda tangan/ paraf dokter, alamat jelas rumah
untuk obat narkotika
6. Tanda seru/paraf dokter, pada obat yang melebihi
dosis maksimum.
7. Nama penderita
Bagian-bagian dari resep
adalah :
a. Inscriptio (identitas dokter penulis resep, SIP,
alamat, kota, tanggal dan R/
b. Praescriptio (Inti resep, terdiri dari nama
obat, BSO, Dosis obat dan jumlah obat)
c. Signatura, tanda yang harus ditulis di etiket
obat (nama pasien dan petunjuk pemakaian).
d. Subscriptio, tanda tangan atau paraf dokter.
Secara Teknis
} Resep artinya pemberian obat secara tidak
langsung, ditulis jelas dengan tinta, tulisan tangan pada kop resep resmi
kepada pasien, format, dan kaedah penulisan sesuai dengan peraturan dan
per Undang-Undangan yang berlaku.
Perundang-undangan:
Permenkes No.278/279/280/Menkes/SK/V/1981
} Melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter
hewan
} Salinan resep harus ditanda-tangani atau diparaf
oleh Apoteker
Kepmenkes No. 1027/Menkes/SK/IX/2004
Skrining resep :
Persyaratan administratif resep, a.l:
} Nama, alamat dokter, tgl penulisan resep,
paraf/td tangan dokter, Nama obat, potensi, dosis , juml yg diminta, cara
pemakain dan Informasi lainnya.
Faktanya
} Resep harus mudah dibaca dan mengungkapkan
dengan jelas apa yang harus diberikan (Zunilda, 1998).
} Apabila apoteker menganggap pada resep tidak
dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada
penulis resep (Hartono, 2003).
} Dalam resep harus memuat: nama dokter, nomor
Surat Izin Praktek dokter, alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan
dokter, nama pasien, alamat, umur, berat badan, nama obat, dosis,
jumlah yang diminta, aturan pakai.
} Resep yang mengandung narkotika harus ditulis
tersendiri yaitu tidak boleh ada iterasi (ulangan), ditulis dengan nama
pasien tidak boleh m.i.=mihi ipsi=untuk dipakai sendiri,
alamat pasien dan aturan pakai yang jelas, tidak boleh ditulis sudah
tahu pakainya (Aniefa, 2000).
Kaidah Penulisan Resep
} Nama obat ditulis dengan jelas. Penulisan nama
obat tidak jelas dapat menyebabkan obat yang keliru diberikan kepada penderita.
} Kekuatan dan jumlah obat ditulis dalam resep
dengan jelas
(Zaman, 2001).
} Pemberian obat yang terlalu banyak sebaiknya
dihindari karena bisa bahaya.
} Pemberian obat dalam jangka waktu yang terlalu
lama sebaiknya dihindari.
(Joenes,
2001).
Pelayanan Resep Obat
} Dalam
pelayanan resep ini, resep yang sudah diterima apoteker harus
dibaca secara lengkap dan hati-hati, sehingga tidak ada keraguan dalam resep tersebut
(Scott, 2000).
Skrining Resep
} Persyaratan administratif yaitu: nama, nomor
Surat Izin Praktek dan alamat dokter, tanggal penulisan resep, paraf dokter
penulis resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin, berat badan pasien, nama
obat, dosis, dan jumlah yang diminta, dan cara pemakaian yang jelas.
} Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas atau
jika nampak telah terjadi kesalahan, apoteker harus mengkonsultasikan kepada
penulis resep. Hendaknya apoteker tidak mengartikan maksud dari kata yang tidak
jelas atau singkatan yang tidak diketahui (Scott, 2000).
} Beberapa jenis kesalahan memang cukup banyak
dijumpai dalam penulisan resep, misalnya masih banyak resep obat yang ditulis
tanpa ada penulisan signa atau aturan pakai, kadang kata signa
yang dituliskan kurang jelas atau kurang lengkap (Zairina dan Himawati, 2003).
Beberapa jenis kesalahan
yang terjadi pada resep:
} Tidak ada umur pasien terutama untuk pasien
anak.
} Tidak ada tanda tangan dokter/prescriber
} Nama
obat tidak jelas karena tulisan yang sulit dibaca.
} Penulisan obat dengan khasiat sama lebih dari 1
kali dalam 1 lembar resep, baik dengan nama sama atau merk berbeda.
(Nadeem, 2003).
Pelayanan Resep
} Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep
ada kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus
memberitahukan kepada dokter penulis resep.
(Anief,
M., 2000).
Kesimpulan
} Resep tidak memenuhi persyaratan/ tidak sesuai
dengan kaidah hukum dan teori yang berlaku.
} Resep tersebut dikonfirmasi dan didiskusikan
lebih lanjut kepada dokter penulis resep
} Bila terdapat resep yang tidak memenuhi
aturan-aturan diatas, resep tidak dapat dilayani, begitu pula resep narkotika
yang telah diambil sebagian oleh pasien diapotek lain.
OWA atau BUKAN
Apotek menjual antibiotik secara bebas tanpa resep misal
Amox adalah obat yang tidak termasuk OWA, tetapi banyak pasien minta amox tanpa
resep dokter. Apotek A tetap melayani. Sehingga untuk mengantisipasi jika
diperiksa oleh Dinkes & POM, agar tidak ketahuan maka apoteker di apotek
tersebut membuat copi resep sendiri ‘resep putih’ untuk melegalkan transaksi.
So:
o Resep
putih merupakan dokumen palsu dan tidak bertanggung jawab sehingga melanggar
kode etik dan UU, seharusnya bila apoteker menyerahkan obat selain OWA, maka
harus berani bertanggung jawab. Keadaan pasien ditanya terlebih dahulu beserta
alasannya.
o Tidak
benar karena copi resep ada tulisan pcc (pro copi confirm) artinya sesuai
benarnya/aslinya. Apoteker ini hanya takut peraturannya tapi tidak tau
prinsipnya. Menurut bu Bondan apoteker bisa memberikan judgement profesi
(keputusan) karena kita seorang profesional yang berbasis keilmuan.
o Jadi
jika berdasarkan judgement kita amox harus diserahkan maka buat catatan dan
keterangan (tanggal, nama & alamat pasien, dasar pertimbangan, keluhan,
nama obat, dosis, dan jumlah obat, keterangan lain yang jelas, saat penyerahan
diberikan informasi dan konseling) dan dibubuhi tanda tangan apoteker sehingga
apoteker tidak perlu membuat dokumen palsu.
o Maka
layani dengan keyakinan dan keilmuan sehingga bisa membuat judgement profesi
yang bisa kita pertanggungjawabkan.
OBAT RESEP DOKTER DIJUAL KEMBALI
Resep ditulis oleh dokter untuk seorang perawat, ternyata
bukan untuk perawat tetapi untuk dijual kembali.
So:
ü Jika
resep sah layani, kecuali kita tau pasti disalahgunakan maka kita dapat tolak
dengan tegas namun sopan dan lembut serta dikomunikasikan kepada dokter.
ü Maka
layani dengan keyakinan dan keilmuan sehingga bisa membuat judgement profesi
yang bisa kita pertanggungjawabkan.
MASUK FORMULARIUM
Produk memiliki kualitas kurang bagus tetapi tetap
dimasukkan ke dalam formularium karena menjadi sponsor/PBF memberikan subsidi
besar. Atau sebaliknya kualitas baik tetapi tidak dicantumkan kedalam
formularium, karena tidak memberikan untung misalnya bonus atau penawaran
menarik lainnya.
PERALATAN PENDUKUNG
Apoteker
dalam memberikan pelayanan swamedikasi (OTC & OWA) melengkapi dirinya
dengan statoskop, tensi meter, alat tes gula darah dll. So???
Kontennya:
1. Kita
harus tau tugas, tanggung jawab dan kewenangan profesi.
2. Tau kompetensi
kita
3. Alat
itu batasannya untuk apa dulu kita gunakan. Bukan untuk diagnosa, namun untuk
mendukung swamedikasi pasien dan monitoring obat/hasil terapi serta hanya
memberikan “warning” kepada pasien.
PELAYANAN
APOTEK DARURAT
KASUS
I:
Telah
terjadi kecelakaan antarmotor di depan sebuah apotek . Kedua korban mengalami
luka-luka dan salah seorang diantaranya pingsan. Apa yang seharusnya dilakukan
oleh apoteker?
Tindakan:
1. P3K.
2. Beri/sediakan
tempat yang nyaman untuk penyelamatan pasien/korban.
3. Beri
minum untuk meringankan syok.
4. Menyiapkankan
tenaga.
5. Jika
ada dokter/tenaga medisyang kompeten/sesuai serahkan kepada ahlinya, jika tidak
baru apoteker turun tangan.
6. Jadi,
kita harus bisa menempatkan diri, saat kapan kita turun langsung untuk
mengambil tindakan.
7. Jangan
mencari celah untuk mencari keuntungan/jasa profesi/memanfaatkan kesempatan
dalam kesempitan.
KASUS II:
Apoteker S berpraktek di apotek miliknya.
Suatu saat ada pasien anak kecil kejang yang diantar oleh orang tuanya ke rumah
sakit, namun belum sampai rumah sakit anak tersebut kejang yang tiada tara
sehingga orang tuanya (dalam perjalanan ke rumah sakit) memutuskan berhenti di
apotek untuk minta tolong pengobatan darurat di apotek tersebut. Dokter praktek
sudah tidak ada dan apoteker S harus mengambil keputusan menolong pasien atau
menolaknya. Dengan pertimbangan keilmuannya, apoteker S memberikan valisanbe
rectal ke dubur anak kecil itu sehingga kejangnya mereda. Pasien dapat
diselamatkan dan segera dikirim ke rumah sakit terdekat.
Identifikasi Masalah:
® UU
No. 5 tahun 1997
Pasal 33
1. Pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, wajib
membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan
dengan psikotropika.
Pasal
34
1. Pabrik obat, pedagang besar farmasi, apotek,
rumah sakit, puskesmas, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan wajib
melaporkan catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) kepada Menteri
secara berkala.
Pasal
14
4. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah
sakit, puskesmas dan balai pengobatan, puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
Pasal
14
1. Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dan dokter
2. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat
dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,
dokter dan kepada pengguna/pasien.
border=0 u2:shapes="Object_x0020_1" v:shapes="_x0000_i1025">
Apoteker menyerahkan
valisanbe (diazepam)
di apotek kepada pasien
tanpa R/ dokter
6. Penyerahan psikotropika oleh dokter sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam hal :
a. menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui
suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat;
c. menjalankan
tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
7. Psikotropika yang diserahkan dokter sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) hanya dapat diperoleh dari apotek.
® Kode
Etik Apoteker Indonesia
Pasal
3
Seorang Apoteker harus
senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta
selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam
melaksanakan kewajibannya.
Implementasi PASAL 3:
1. Kepentingan kemanusiaan harus menjadi
pertimbangan utama dalam setiap tindakan dan keputusan seorang apoteker
indonesia
2. Bimlamana suatu saat seorang apoteker dihadapkan
kepada konflik tanggung jawab profesional, maka dari berbagai opsi yang ada
seorang apoteker harus memilih resiko yang paling kecil dan paling tepat untuk
kepentingan pasien serta masyarakat.
Pasal
9
Seorang Apoteker dalam
melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat,
menghormati hak azasi pasien dan melindungi mahluk hidup insani.
Implementasi PASAL 9:
1. Setiap tindakan dan keputusan profesional dari
apoteker harus berpihak pada kepentingan pasien dan masyarakat.
2. Seorang apoteker harus mengambil langkah-langkah
untuk menjaga kesehatan pasien khususnya janin, bayi, anak-anak serta orang
dalam kondisi lemah.
Peraturan Pemerintah No.20 tahun 1962
Lafal Sumpah Apoteker
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna
kepentingan perikemanusiaan terutama dalam bidang Kesehatan;
2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya
ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai Apoteker;
3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan
pengetahuan kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum
perikemanusiaan;
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan
berikhtiar dengan sungguhsungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbagnan
keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan sosial;
6. Saya ikrarkan Sumpah/Janji ini dengan sungguh-sungguh
dan dengan penuh keinsyafan
Apoteker menyerahkan psikotropika tanpa resep
dokter pada keadaan darurat sebagai upaya life saving.
Tindakan apoteker dapat
dibenarkan mengingat pemberian obat golongan psikotropika tanpa resep dokter
tersebut bertujuan sebagai pertolongan kepada pasien sehingga nyawa pasien
dapat terselamatkan.
Analisis Kasus:
® Lafal
Sumpah Apoteker no. 1 : “Saya akan membaktikan hidup saya guna
kepentingan perikemanusiaan, terutam dalam bidang kesehatan”.
® UU
No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 5 :
Ayat
1 : Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
daya di bidang kesehatan.
Ayat
2 : Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau.
Ayat
3 : Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi
dirinya.
Pasal 9 :
Pasal
1 : Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pasal
2 : Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya meliputi
upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan
pembangunan berwawasan kesehatan.
Pasal 12 :
Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan
derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya.
Pasal 32 :
Ayat
1 : Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah
maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa
pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
Ayat
2 : Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah
maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Pasal 53 :
Ayat
1 : Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan
untuk menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga.
Ayat 3 : Pelaksanaan
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan
lainnya.
Pasal 83
(1)
Setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan pada bencana harus ditujukan
untuk penyelamatan nyawa, pencegahan kecacatan lebih lanjut, dan kepentingan
terbaik bagi pasien.
(2)
Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Pasal 85
(1)
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun
swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana bagi penyelamatan
nyawa pasien dan pencegahan kecacatan.
(2)
Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak pasien dan/atau meminta
uang muka terlebih dahulu.
Pasal 102
Ayat 1 : Penggunaan
sediaan farmasi yang berupa narkotika dan psikotropika hanya dapat dilakukan
berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk disalahgunakan.
® PP
51 tahun 2009 pasal 24 ayat c:
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
pelayanan kefarmasian, Apoteker dapat menyerahkan obat keras, narkotika dan
psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kesimpulan:
Berdasarkan
UU 36 tahun 2009 pasal 102 ayat 2 dan PP 51 tahun 2009 pasal 24 ayat c,
tindakan Apoteker S merupakan sebuah pelanggaran dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian karena memberikan obat Valisanbe rectal yang isinya adalah Diazepam
yang termasuk dalam golongan psikotropika.
Akan
tetapi tindakan Apoteker S tidak sepenuhnya salah kerena keadaan anak tersebut
dalam kondisi darurat yang memerlukan penanganan secepatnya (UU 36 tahun 2009
pasal 32 ayat 1 dan pasal 53 ayat 3).
Keputusan
Apoteker S memberikan Diazepam didasari oleh alasan kemanusiaan serta dasar
kompetensi dan ilmu pengetahuan di bidang farmasi yang dimilikinya.
Akankah
kepentingan Aturan megalahkan kepentingan Nyawa??
RESEP
RACIK
Apotek C adalah apotek
yang cukup ramai, termasuk omzet dari penjulan resep. Resep yang masuk selain
obat generic, banyak pula obat-obat paten dan racikan. Apotek C menerima sebuah
resep racikan dari seorang dokter kulit, sebagai berikut:
R/ Acid
salisil 0.5
Resorcin 0.5
Miconazole cr 5
Garamycin oint 5
m.f.la.
ungt.da in pot tube I
S
2 dd u e
Keterangan:
Acid salisil tersedia dalam bentuk serbuk (
HNA+PPn = Rp 300,- per gram) jadi biaya yg harus dibayarkan Rp 195
Resorcin tersedia dalam bentuk serbuk (HNA+PPn =
Rp1500,- per gram) jadi biaya yg harus dibayarkan Rp 975
Miconazole cr tersedia dalam bentuk tube
10 g (HNA+ PPn= Rp 4500,- per tube ) jadi biaya yg harus dibayarkan Rp 2.925
Garamycin oint tersedia dalam bentuk tube
10g ( HNA +PPn= Rp 90.000,- per tube) jadi biaya yg harus
dibayarkan Rp 58.500
Pot salep 10 g (HNA+PPn= Rp 200,- per pot)
Jadi, total yang harus dibayarkan seharusnya adalah
=
Rp 195 + Rp 975 + Rp 2.925 + Rp 58.500 + Rp 260 + Rp 200 + Rp 2500
= Rp
65.555
Index resep racikan adalah 1,3 dengan
tuslah 1 R/ racikan adalah Rp 2500,-
Harga yang dibayar oleh pasien adalah dengan
perhitungan sebagai berikut:
} Acid salisil =
Rp 195,- (dinaikkan)
} Resorcin =
Rp 975,- (dinaikkan)
} Miconazole cr = Rp 5.850,- (dinaikkan)
} Garamycin
oint =
Rp 117.000,- (dinaikkan)
} Pot =
Rp 260,- (dinaikkan)
} Plastik =
Rp 200,-
} Tuslah = Rp 2.500,-
+
Rp 126.980,- à 127.000 (semua
harga didongkrak)
Atau
Kasus Serupa:
Apoteker B mengelola apotek yang cukup
ramai. Suatu saat, ia menerima resep racikan berisi campuran 2 tube salep
masing-masing 5 gram. Di apotek tersebut tersedia salep dimaksud 10 gram. Salep
racikan tetap dibuat namun dengan pertimbangan bahwa separo dari persediaan
nanti tidak dapat digunakan (kecuali ada resep yang sejenis maka apoteker B
menggunakan salep sesuai resep) tetapi harga menggunakan salep 10 gram.
Penyelesaian:
Apoteker C telah
merugikan pasien karena pasien harus membayar obat lebih mahal dari yang
diterimanya.
Disini emang terjadi dilema. Disatu sisi resep minta
misalnya setengah tube. Jika dibayar Cuma setengah, kita rugi dunk. Kalau
dibayar 1 tube, padahal resep minta hanya setengah tube.
So,
solusi:
Racik obat sesuai dengan resep, lalu komunikasikan kepada
pasien, resep dibuat sekian tapi harga tetap 1 tube, sisanya bisa pasien bawa,
nanti kalau ada resep serupa bawa aja lagi tubenya jadi ntar gag perlu bayar
lagi dengan catatan penyimpanannya benar dan belum ED. Cara menghitung ED obat
campuran racik lihat ED obat paling pendek trus ED campuran adalah ½ dari ED
terpendek tadi. Walaupun ini perkiraan si, sulit ditentukan secara pasti
soalnya. Biasanya si kalau salep steril ED kira-kira 2 bulan setelah dibuka,
kalua tetes mata steril githu sekitar 1 bulan setelah dibuka.
Bagaimana Jika Kasus Diatas Adalah Penggunaan
Tablet ?
Jika sisa tablet kita serahkan, kita khawatir
disalahgunakan atau digunasalahkan.
So, Solusi:
Tambah aja numero resep asal dalam rentang aman.
Atau subsidi silang aja terhadap keuntungan kita yang
lain jadi anggap sedekah githu.
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 922/Menkes/Per/X/1993
BAB I Ketentuan Umum
Pasal 1
Resep adalah permintaan
tertulis dari Dokter, Dokter Gigi. Dokter Hewan kepada Apoteker Pengelola
Apotik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan
perundang-undangan yang beriaku.
BAB VI Pelayanan
Pasal 14
(1) Apotik wajib melayani
resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.
(2)
Pelayanan resep dimaksud dalam ayat (1) sepenuhnya atas tanggungjawab Apoteker Pengelola Apotik.
Pelanggaran undang-undang:
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen
Tentang Perlindungan Konsumen
Hak
dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif.
Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 7
a).
beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b). memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c). memperlakukan atau melayani konsumen secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Pasal 8 ayat 1
e). tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi,
proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f). tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam
label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut;
Pelanggaran Sumpah Apoteker
Lafal Sumpah Profesi Apoteker
Saya akan membaktikan
hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan terutama dalam bidang Kesehatan
Pelanggaran Etika:
Pasal 1:
Sumpah/janji : Setiap
Apoteker/ Farmasis harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan Sumpah
Apoteker/Farmasis.
Pasal 5:
Di dalam menjalankan
tugasnya setiap Apoteker/Farmasis harus menjauhkan diri dari usaha mencari
keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur
jabatan kefarmasian.
UU Pidana terkait kasus:
BAB XXV Tentang Perbuatan Curang
Pasal 382 bis
Barangsiapa untuk
mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan
milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan
khalayak umum atau seorang tertentu, diancam, jika perbuatan itu dapat enimbulkan
kerugian bagi konkuren-konkurennya atau konguren-konkuren orang lain, karena
persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah.
Pasal 383
Diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang
terhadap pembeli:
1. karena sengaja
menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli;
2. mengenai jenis,
keadaan atau jumlah barang yang diserahkan, dengan menggunakan tipu muslihat.
Kesimpulan
Apoteker di apotek C melanggar undang-undang
perlindungan konsumen, sumpah dan kode etik profesi apoteker.
Solusi
• Apoteker harus menjalankan tugasnya sbg
“decission maker” dalam hal ini harus bs memberikan alternatif sediaan yg
efisien dan efektif.
• Apoteker menjalankan tugasnya tidak hanya azas
mencari keuntungan pribadi tetapi memahami dan mengimplementasikan lafal sumpah
dalam amanahnya,,,
GANTI OBAT/MEREK
KASUS I:
Karena suatu kondisi
(stok kosong) obat X, yang diminta dalam resep tidak dapat dilayani. Setelah di
cek ternyata IFRS mempunyai obat Y yang kandungannya sama dari pabrik lain.
Harga obat pengganti memang lebih mahal, tetapi dengan pertimbangan agar pasien
segera dapat dilayani, tidak ada pasien yang membeli obat di luar RS dan
efisiensi perputaran stok di IFRS, Apoteker segera memberikan obat Y
tersebut. Setelah menerima obatnya, pasien yang bersangkutan minta
dibuatkan kopi resep, namun Apoteker keberatan karena resep sudah ditebus
semua. Namun karena pasien terus mendesak akhirnya Apoteker membuatkan kopi
resep dan menuliskan obat Y, sesuai obat yang diterima pasien pada
kopi resep tersebut.
¢ Apoteker mengganti merek obat dengan harga yang
lebih mahal tanpa konfirmasi kepada pasien à tidak boleh. Harusnya sampaikan kepada pasien alasan
dan rekomendasi bahwa beda tapi sama isinya.
¢ Apoteker
ganti obat dengan harga lebih mahal tanpa konfirmasi à Salah, harusnya konfirmasi dulu ke
pasien.
¢ Sebaiknya Apoteker melakukan konfirmasi kepada
dokter penulis resep dan menghimbau untuk mematuhi formularium rumah sakit.
¢ Apoteker tidak bersedia membuat kopi resep à salah (copi resep adalah hak pasien).
¢ Apoteker tidak mengikuti kaidah penulisan kopi
resep (pcc).
Harusnya:
R/ Obat xxx
S
3 dd 1 det
Da
Obat Y
KASUS
II:
Dalam PP 51/2009 ada pernyataan:
Pasal
24
Dalam
melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker
dapat:
(b).
mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya
atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien;
Ganti obat/merek:
alt="*" v:shapes="_x0000_i1026"> Pastikan
alasan kenapa obat tidak dapat dilayani (stok kosong, keterlambatan, produk
baru, atau penyebab lain).
Upayakan
melayani sesuai dengan permintaan à kalau bisa ditempilkan.
Komunikasikan
kepada pasien dan (dokter bila perlu) tentang penggantian obat beserta
alasannya.
Pilihkan
obat dengan harga dan kualitas sebanding.
KASUS TANDA TANGAN APTOTEKER PENDAMPING
¨ Pemerintah Daerah Kab “S” mensyaratkan
bahwa dlm pendirian apotek harus telah ditunjuk apoteker pendamping agar proses
pelayanan kefarmasian selalu dilakkan apoteker.
¨ Guna penuhi syarat tsb APA buka lowongan aping
dan banyak yg melamar.
¨ Salah satu pelamar digunakan utk syarat
pendirian apotek sbg apoteker pendamping tanpa konfirmasi aptk ybs.
¨ Surat pernyataan kesediaan jadi aping dibuat dan
ditandatangani calon APA. Semua persyaratan administrasi terpenuhi
Bagaimana
sikap anda melihat hal tersebut?
¨ Terjadi pemalsuan .
¨ Membuat dokumen palsu .
¨ Merugikan sejawat calon aping.
PENJUALAN OBAT DI ATAS
HARGA ECERAN TERTINGGI (HET)
Apotek BH, menjual obat
di atas HET. Hal ini terungkap dari pengamatan BBPOM Surabaya terhadap beberapa
apotek di Malang a.l apotek BH tsb.
Pengamatan di bebrapa
apotek di kota lain juga terjadi hal yang sama, penjualan obat di atas HET.
Apoteker B tidak mengikuti himbauan pemerintah
Apoteker B mementingkan keuntungan pribadi,
menaikkan harga obat tidak wajar pada kondisi masyarakat perlu dibantu.
GUNAKAN KESEMPATAN YANG
ADA
Pada waktu terjadi gempa
di Bantul, keadaan apotek banyak yang lumpuh total, banyak rumah sakit maupun
apotek yang rusak berat dan tidak dapat melayani masyarakat. Karena kurangnya
tim medis serta keterbatasan jumlah apoteker untuk menyeleksi dan mendistribusikan
obat-obat bantuan untuk masyarakat, maka pemerintah DIY dan ISFI setempat
menghimbau semua tenaga kesehatan untuk menjadi relawan.
Di pinggiran Bantul ada
sebuah apotek B, milik seorang Apoteker, yang selamat dari bencana. Dalam
kondisi tersebut, Apotek B berusaha membantu masyarakat dengan buka 24 jam,
sehingga masyarakat dapat mendapatkan pelayanan kapan saja. Dengan pertimbangan
keterbatasan persediaan, sulitnya supply obat dari distributor, permintaan
konsumen yang meningkat dan untuk menutupi biaya lembur karyawan, Apoteker B
mengambil kebijakan untuk menaikkan harga semua item obat 25%, masyarakat tidak
mempermasalahkan berapapun harga obat tersebut yang
penting mendapatkan obat-obatan yang diperlukan.
Apoteker B tidak mengikuti himbauan pemerintah
dan ISFI untuk menjadi relawan, padahal pada kondisi tersebut apoteker sangat
dibutuhkan untuk mencegah masyarakat dari obat-obat yang tidak bermutu. Kondisi
apotek kan aman, jadi sebaiknya prioritaskan daerah bencana di Kota. Nanti
banyak korban yang salah minum obat karena minimnya apoteker yang menjadi
relawan. Jika mau buka atur shift aja.
Apoteker B mementingkan keuntungan pribadi,
menaikkan harga obat tidak wajar pada kondisi masyarakat perlu dibantu.
APA YANG BARU DIBIDANG FARMASI
Kode Etik bilangà apoteker harus up date info, jadi kalau
“KuPer” sudah melangar kode etik.
v Obat
pilihan untuk diare anakà sekarang just ORALIT.
v Penggunaan
nimesulid (analgetik/antiinflamasi kuat namun dapat menyebabkan strook) à kan
sudah ditarik dari peredaran, kalau kita layani juga, wah kita artinya
ketinggalan info dan melanggar kode etik.
v Penggunaan
steroid pada mata à misalnya cendo xytrol
(mengandung metil prednisolon) resiko menimbulkan glaukoma dini.
PROMOSI TERSELUBUNG
Apotek menjadi alat promosi, ditawari bonus kaos yang
berlogo merek obat tertentu dan harus dipakai saat pelayanan.
BERBAGAI
ETIKET PROMOSI, APA
KOMENTAR ANDA???
“Menyambut Bulan
Ramadhan, diskon 10% untuk seluruh pembelian obat”
“ Selamat Hari Raya Idul
Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Bathin.
Apotek Kami tetap buka 24 jam, harga tetap sama”
Apotek Kami tetap buka 24 jam, harga tetap sama”
“Di sini kami hanya
menjual obat Asli”
Turun
harga!!!
- Natur-E 17.200 à 16.800
- Hemobion 8.000 à 7500
- Biolysin syr 11.000 à 9.800
- Albothyl 28.000 à 27.000
- Sutra extra 5.000 à 4.700
- Natur-E 17.200 à 16.800
- Hemobion 8.000 à 7500
- Biolysin syr 11.000 à 9.800
- Albothyl 28.000 à 27.000
- Sutra extra 5.000 à 4.700
è Semua promosi
terselubung tidak baik (tidak boleh) karena mendominasi, membuat persaingan
antar apotek menjadi tidak sehat.
Promosi dibawah ini boleh dilakukan, karena kata-katanya
lebih halus dan tidak menyinggung.
Ini
lebih elegan:
“ Perhatikan dan bacalah
dengan seksama obat yang Anda terima. Hubungi Apoteker kami jika Anda
membutuhkan penjelasan lebih lanjut, pada:
No. telp. : 0274 55xxxx
Sms :
0811252xxxx
Email :
drug_apt@yahoo.co.id
atau:
Tips
cuci tangan : 1. .....
2.
.....
Pesan
ini disampaikan oleh apoteker xxxxx, S.Farm., Apt.
atau:
Apotek
ini dilayani langsung oleh Apoteker !
KASUS MARKETING
KASUS I:
Untuk meningkatkan
penjualan, seorang Apoteker yang menjadi Manajer Marketing divisi OTC pada
suatu pabrik farmasi merencanakan untuk melakukan promosi aktif kepada
outlet apotek. Apotek yang dapat menjual produk A dengan target
tertentu akan mendapatkan reward berupa bonus/marketing fee/diskon yang cukup
besar. Adapun ketentuan yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan
pencapaian target berdasarkan jumlah pembelian produk A ke PBF yang telah
ditentukan, dibuktikan dengan foto kopi faktur pembelian.
2. Outlet bersedia
mendisplay produk A pada tempat yang strategis.
3. Petugas outlet bersedia menggunakan
atribut berupa kaos produk A dan selalu aktif menawarkan produk
kepada konsumen.
4. Outlet tidak
menyediakan produk competitor.
5. Menjamin ketersediaan
produk A pada outlet selama 6 bulan berturut-turut.
Manajer
marketing tidak selayaknya membuat ketentuan seperti iniàtidak fair.
Ketentuan no 3 dan 4 yang dibuat untuk
meningkatkan penjualan akan mendorong terjadinya pelanggaran kode etikà apotek akan
menjadi alat promosi dari pabrik tertentu dan apotek hanya menyediakan/menjual
obat-obatan dari industri farmasi tertentu saja.
Promosi produk A sebaiknya dilakukan sendiri
oleh pabrik tanpa melibatkan apotek à mencegah persaingan yang tidak sehat
antara pabrik farmasi di apotek.
KASUS II:
Apoteker AN bekerja
sebagai medical representativ (Medref) disalah satu Industri Farmasi PMA.
Sebagai salah satu cara untuk menarik perhatian dokter dalam mempromosikan
produk obatnya, maka Apoteker AN bersedia menanggung biaya dan memfasilitasi
dokter tersebut untuk mengikuti simposium ilmiah di luar negeri, yang sudah
disetujui juga oleh industri tempat Apoteker tersebut bekerja.
Kode Etik
Pasal 3
Seorang Apoteker harus
senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta
selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam
melaksanakan kewajibannya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan
tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari
keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi
luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus
berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
UU Kesehatan no. 36 tahun 2009
Pasal 24
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi,
hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.
Kesepakatan Bersama Etika Promosi Obat
antara GP Farmasi Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia
Bahwa untuk mewujudkan
upaya promosi obat yang beretika dengan tujuan mengingatkan kembali pelaksanaan
etika profesi kedokteran dan etika para pengusaha farmasi dalam rangka
ketersediaan dan keterjangkauan sediaan obat yang merupakan salah satu komponen
penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pengurus Pusat GP
Farmasi Indonesia bersama-sama dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
dan disaksikan oleh Pemerintah dengan ini meneguhkan kembali tentang:
“KESEPAKATAN BERSAMA ETIKA PROMOSI OBAT”
Sebagai berikut:
1. GP Farmasi Indonesia dan Ikatana Dokter Indonesia mewajibkan seluruh elemen Pelaku Usaha Farmasi Indonesia yang tergabung dalam GP Farmasi Indonesia dan kalangan profesi kedokteran yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (termasuk organisasi seminat / spesialis dan organisasi lain di lingkungan IDI) untuk menerapkan secara konsekuen pelaksanaan Etika Promosi Obat dengan penuh tanggung jawab. Poin-poin etika promosi obat dan kesepahaman yang dimaksud adalah:
(b.) Dukungan apapun
yang diberikan perusahaan farmasi kepada seorang dokter untuk menghadiri
pertemuan ilmiah tidak boleh diisyaratkan /dikaitkan dengan
kewajiban untuk mempromosikan atau meresepkan suatu produk.
Etika Promosi Obat
GP Farmasi-IDI
GP Farmasi-IDI
1. Seorang dokter dalam melakukan pekerjaan
kedokterannya tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi. Kaitannya dengan promosi obat adalah
dilarang menjuruskan pasien untuk membeli obat tertentu karena dokter yang
bersangkutan telah menerima komisi dari perusahaan farmasi tertentu.
2. Dukungan apapun yang diberikan perusahaan
farmasi kepada seorang dokter untuk menghadiri pertemuan ilmiah tidak boleh
disyaratkan /dikaitkan dengan kewajiban untuk mempromosikan atau meresepkan
suatu produk
3. Perusahaan farmasi boleh memberikan sponsor
kepada seorang dokter secara individual dalam rangka pendidikan kedokteran
berkelanjutan yaitu hanya untuk biaya registrasi, akomodasi dan transportasi
dari dan ke tempat acara pendidikan kedokteran berkelanjutan
4. Perusahaan farmasi dilarang memberikan
honorarium dan atau uang saku kepada seorang dokter untuk menghadiri pendidikan
kedokteran berkelanjutan, kecuali dokter tersebut berkedudukan sebagai
pembicara atau menjadi moderator
Kode etik IPMG (Internasional Pharmaceutical Manufacturers Group)
Interaksi dengan Profesi Kesehatan
4.2.
Sponsor Untuk Profesi Kesehatan
4.2.2.2. Setiap sponsor
yang diberikan kepada individu profesi kesehatan tidak
boleh didasarkan
atas kewajiban untuk mempromosikan, merekomendasikan atau menuliskan
resep suatu produk farmasi.
Pasal 5
Hadiah Dan Alat Medis
5.1. Prinsip Umum
Tidak diperbolehkan menawarkan
hadiah/penghargaan, insentif, donasi, keuangan, dan sejenisnya kepada profesi kesehatan dikaitkan dengan penulisan
resep atau anjuran penggunaan obat/produk suatu perusahaan.
5.3. Donasi
5.3.1. Donasi hanya
boleh diberikan kepada institusi, dan dilarang keras untuk
diberikan secara langsung kepada profesi kesehatan.
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan
Makanan
Nomor HK.00.05.3.02706 Tahun 2002
Tentang
Promosi obat
BAB III
Representatif Perusahaan
Medical representative
tidak diperbolehkan menawarkan induksi, hadiah/penghargaan, insentif, donasi, finansial, dan bentuk lain
yang sejenis kepada profesi kesehatan Pedagang Besar Farmasi, dan Apotik.
BAB V
Pemberian Dan Donasi
Pasal 8
(1) Pemberian dan donasi tidak dikaitkan dengan
penulisan resep atau anjuran penggunaan obat yang bersangkutan.
(2) Pemberian
dan donasi hanya diperbolehkan untuk diberikan kepada institusi, tidak kepada pribadi profesi kesehatan.
BAB VI
Kegiatan Yang Dilarang
Pasal 9
Industri Farmasi
dan/atau Pedagang Besar Farmasi dilarang :
a. Kerjasama dengan Apotik dan Penulis Resep.
b. Kerjasama
dalam peresepan obat dengan Apotik dan/atau Penulis Resep dalam suatu program khusus untuk meningkatkan penjualan obat
tertentu.
c. Memberikan bonus/hadiah berupa uang (tunai,
bank-draft, pinjaman, voucher, ticket), dan/atau barang kepada Penulis Resep
yang meresepkan obat produksinya dan/atau yang didistribusikannya.
Kesimpulan
Pada kasus ini hubungan
kerjasama seperti ini yang dikenal sebagai kolusi, menyebabkan harga obat
merek/paten yang selama ini dikonsumsi konsumen Indonesia menjadi sangat mahal
melebihi harga obat diluar negeri, dan secara tidak langsung akan merugikan
pasien sebagai pihak konsumen. Oleh karena itu, secara de facto, dokterlah
yang menjadi konsumen obat. Yang boleh :
Akomodasi, Transportasi, Registrasi.
Pelangaran yang terjadi:
1. Apoteker
Etika Profesi Apoteker Pasal 3, 5, dan 6
Undang – undang Kesehatan no 36 Tahun 2009 pasal
24
2. Perusahaan Farmasi
Kesepakatan bersama etika promosi obat
Kode etik IPMG (Internasional Pharmaceutical
Manufacturers Group)
Keputusan Kepala BPOM Nomor Hk.00.05.3.02706 Tahun 2002 Tentang
Promosi Obat.
IKLAN
ü Iklan
jangan provokatif.
ü Iklan
tidak boleh melanggar kode etik profesi.
ü Membuat
plang nama berlebihan.
ü Strategi
Promosi: Ucapkan selamat aja kepada seseorang, atau ucapkan selamat telah
dibuka Apotek X, dari Keluarga Besar kita sendiri.
ü Memberikan
“Gimmick_pen ada nama obat” kepada pasien.
ü Kopi
resep, kemasan dari pabrik tertentu.
ü Panel
di RS.
ü Kode-kode
pada resep.
ü Formulasi
khusus.
ü Pembatasan
info.
ü Keseimbangan
promosi dan supply.
ü Memproduksi
produk obat dengan kualitas rendah.
ü Menjual
produk reject.
ü Tidak
menyediakan tempat pelayanan info produk.
ü Membedakan
harga antara profesi kesehatan.
APOTEKER DALAM DILEMA
¨ Seorang Apoteker APA sekaligus PSA, Apoteknya
mengalami masalah serius tidak dapat bersaing karena sekitar apotek dispensing
dll.
¨ Memutuskan untuk mencari pekerjaan sampingan.
¨ Ada tawaran di PBF dan diterima. Segera mengurus
ijin dan bekerja disana.
Tindakan apa yang akan
saudara lakukan sebagai apoteker?
Pelanggaran UU dan Etika.
Permenkes 918/Menkes/Per/X/1993
Permenkes 922/Menkes/Per/X/1993
Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan
profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia.
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker
harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata bertentangan
dengan martabat dan tradisi luhur kefarmasian (Kode Etik pasal 5).
Kode Etik Apoteker Indonesia:
Pasal
5
Di
dalam menjalankan tugasnya seorang apoteker harus menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi
luhur jabatan kefarmasian.
Lihat juga IMPLEMENTASI-JABARAN.
Kasus:
Apoteker M bekerja
sebagai salah satu staf pengajar di salah satu PT Farmasi di
propinsi Y. Saat ini Apoteker M juga tercatat masih sebagai APA di
salah satu apotek di propinsi yang berbeda. Alasan yang diungkapkan
oleh Apoteker M belum melepas apotek tersebut karena ingin membantu PSA yang
belum sanggup membayar penuh 2 Apoteker jika stand by semua karena kondisi
apotek yang omzetnya masih rendah. Selama ini pekerjaan kefarmasian di apotek
tersebut dilakukan oleh Aping dan AA.
Permasalahan:
1. Apoteker M bekerja sebagai staf pengajar di
Perguruan Tinggi Farmasi di propinsi Y
2. Apoteker tsb juga bekerja sebagai APA di Apotek
berbeda propinsi dengan tempat mengajarnya.
Peraturan yang berkenaan dengan kasus:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009
tentang
Pekerjaan Kefarmasian
Pasal
18
SIPA dan SIKA hanya
diberikan 1 tempat fasilitas kefarmasian.
Bagaimana jika sebagai staf pengajar?
Pasal
20
Dalam menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh
Apoteker Pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pasal
21
(1). Dalam menjalankan
praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian,
Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.
(2). Penyerahan dan
Pelayanan Obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No
922/Menkes/Per/X/1993
tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik
Pasal
19
(1). Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya
pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk apoteker
pendamping.
(2). Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena
hal2 tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk
Apoteker Pengganti.
(3). Penunjukan dimaksud (1) dan (2) harus kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kab/Kota dengan tembusan kepada Kepala Kesehatan
Propinsi setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model
APT-9
(4). Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi
persyaratan dimaksud dalam Pasal 5.
(5). Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya
lebih dari 2 tahun secara terus menerus, Surat Ijin Apotek atas nama
Apoteker bersangkutan dicabut.
Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek
selama APA tsb tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus menerus,
telah memiliki Surat Ijin Kerja dan tidak bertindak sebagai APA di Apotek lain.
Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotik di samping Apoteker
Pengelola Apotik dan / atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari
buka Apotik.
Keputusan Kongres Nasional XVIII / 2009 IKATAN SARJANA FARMASI
INDONESIA Nomor 006/Kongres XVIII/ISFI/2009
tentang
Kode Etik Apoteker Indonesia
Pasal
3
Apoteker harus
senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta
selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan
dalam melaksanakan kewajibannya.
Permenkes 922 / Th. 1993
Pasal
19
1) Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada
jam buka apotek, APA dapat menunjuk Apoteker Pendamping
2) Apabila APA dan Aping karena hal-hal tertentu
berhalangan melakukan tuganya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti
5) Apabila
APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara
terus-menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut
Kepmenkes 1332/ Th. 2002
Pasal
19
1) Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada
jam buka apotek, APA harus menunjuk Apoteker Pendamping
2) Apabila APA dan Aping karena hal-hal tertentu
berhalangan melakukan tuganya, APA menunjuk Apoteker Pengganti
5) Apabila
APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara
terus-menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut
Kesimpulan:
Pada Kasus ini, Apoteker M melanggar peraturan
Kode Etik sebagai Apoteker, bilamana APA berhalangan hadir di Apotek selama 3
bulan secara terus menerus, maka APA harus segera mencarikan
Apoteker Pengganti dengan syarat memiliki SIPA dan tidak sedang bekerja sebagai
APA di apotek lain.
APA M melanggar peraturan KepMenKes, karena dalam hal ini kemungkinan Apoteker
Pendamping bekerja di Apotek
di setiap waktu selama APA
tidak berada ditempat dalam waktu yang tidak menentu juga, sedangkan Aping
hanya bekerja pada waktu2 tertentu setiap jam buka apotek.
PENDIRIAN APOTEK
KASUS:
Apoteker H, seorang apoteker baru yang
belum lama disumpah menjadi apoteker di salah satu perguruan tinggi terkenal di
Yogyakarta. Ia ditawari beberapa pemilik sarana apotek untuk mendirikan apotek
di suatu tempat yang strategis namun berdekatan dengan beberapa apotek yang
telah ada. Apoteker H segera menerima tawaran tersebut tanpa berkonsultasi
dengan sejawat lainnya ataupun organisasi profesi (Ikatan Apoteker Indonesia).
Analisis Kasus:
• Kode
etik Apoteker Indonesia dan Implementasi Jabaran Kode Etik
BAB I_pasal 5:
“Didalam
menjalankan tugasnya seorang apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari
keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur
jabatan kefarmasian”.
BAB II _Tentang
kewajiban apoteker terhadap teman sejawat
Pasal 10:
“Seorang
apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagai mana dia sendiri ingin
diperlakukan”.
Pasal 11:
“Sesama
apoteker harus saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi
ketentuan-ketentuan kode etik”.
Pasal 12:
“Seorang
apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerja sama
yang baik sesama apoteker didalam memelihara keluhuran martabat, jabatan
kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai didalam menunaikan
tugasnya”.
Permenkes No.184 thn 1995 pasal 18:
“Apoteker dilarang melakukan perbuatan yang melanggar kode etik
apoteker”.
Kode
Etik Apoteker pasal 2:
“Setiap Apoteker/Farmasis harus berusaha dg sungguh2
menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Farmasis Indonesia”.
Kepmenkes RI
No.1332/MenKes/SK/X/2002
Pasal 9
“Terhadap
permohonan izin apotik yang ternyata tidak memenuhi persyaratan dimaksud pasai
5 dan atau pasal 6 , atau lokasi Apotik tidak sesuai dengan permohonan, maka
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 12 (dua belas)hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan
disertai dengan alasan-alasannya dengan mempergunakan contoh Formuiir Model
APT- 7”.
Kesimpulan dan Saran:
• Sebaiknya
apoteker H tidak langsung menerima tawaran tersebut dan harus berkonsultasi
terlebih dahulu kepada IAI karena mengingat peraturan yang telah ditetapkan.
• Meningkatkan
informasi tentang berita baru / tawaran yang lebih baik.
Jarak apotek à perlu (biasa diatur perda/IAI kecuali
apotek yang dibuka dirumah pribadi, karna UU sekarang tidak lagi mengatur
jarak, dulu jalan lurus 500 m) agar tidak konflik.
Apoteker harus menghindarkan diri dari konflik
yang dapat merusak pekerjaan profesi.
Perjanjian APA-PSA à ttd perjanjian PSA-APA di depan IAI.
Hubungan antara Apoteker Junior vs Senior.
Pergantian Apoteker à jangan ditawari langsung masuk aja.
Pastikan dulu siapa APA sebelumnya . Biasanya pindah APA karna sepihak. Terus
bagi APA yang diapoteknya tidak enak jangan bilang disini ‘enak’ biar dia cepat
pindah. Kan kasian juniornya kejebak ntar.
Persaingan harga.
CATATAN
PENTING...
INTI DARI SEMUA KASUS:
Apoteker
HARUS Tidak Boleh Mengambil Keuntungan Sendiri !!!